INDONEWS.ID

  • Minggu, 01/03/2020 21:01 WIB
  • RUU Cipta Lapangan Kerja dan Potensi Sengketa Antar Lembaga Negara

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
RUU Cipta Lapangan Kerja dan Potensi Sengketa Antar Lembaga Negara
Mahasiswa Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta (Foto: Ist)

Oleh: Ricky Martin Sidauruk*)

Opini, INDONEWS.ID - Belakangan ini, publik digemparkan oleh RUU Cipta Lapangan Kerja. Bukan tanpa sebab, RUU tersebut dianggap memuat pasal-pasal bermasalah. Salah satunya adalah mengenai ketentuan Pasal 170, yang berbunyi sebagai berikut:

Baca juga : Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"

Pertama. Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini, Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini.

Kedua. Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Baca juga : Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap

Ketiga. Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia.

RUU ini dianggap melanggar ketentuan hirearki peraturan perundang-undangan (vide Pasal 7 UU No. 12/2011) karena Pemerintah Pusat (Pempus) memiliki kewenangan untuk mengubah Undang-Undang (UU) dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Baca juga : Persahabatan yang Tak Lekang oleh Waktu, Perbedaan Profesi, dan Pilihan Politik

Selain itu, yang menuai polemik dari RUU ini ialah kewenangan sepihak Pempus untuk mengambil suatu kebijakan yang dinilai berpotensi mengebiri hak maupun kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda), mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menganut sistem otonomi daerah.

Bertentangan dengan Asas Otonomi

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemda dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UUD 1945.

Jika dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 6 UU No. 23/2014, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem NKRI.

Termasuk melaksanakan pembangunan untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik dan daya saing daerah (vide Pasal 258 ayat (1) UU No. 23/2014).

Dengan demikian, menentukan suatu kebijakan strategis cipta kerja sejatinya merupakan urusan pemerintahan konkuren di mana hal tersebut merupakan ranah dari hak maupun kewenangan Pemda setempat sebagaimana prinsip otonomi daerah (vide Pasal 17 ayat (1) UU No. 23/2014).

Hal itu dinilai sangat efektif untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, mengingat wilayah NKRI sangatlah luas yang meliputi banyak kepulauan, maka tidak mungkin jika segala sesuatunya akan diurus seluruhnya oleh Pempus.

Oleh karena itu, kewenangan Pempus kembali dipertegas dalam Pasal 16 UU No. 23/2014, ialah menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan, serta melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara

RUU Cipta Lapangan Kerja justru membuat ketidakpastian hukum, mengingat kewenangan yang disematkan kepada Pempus terkesan seperti ‘mengambil alih’ kewenangan Pemda sebagaimana prinsip otonomi daerah yang dianut di NKRI.

Akibatnya, timbul dualisme kewenangan-- di mana kewenangan-kewenangan tersebut dapat memicu ketidakharmonisan antara suatu kebijakan dengan kebijakan lainnya yang dikeluarkan baik oleh Pempus maupun Pemda setempat, sehingga berdampak pada sektor pelayanan publik.

Pada akhirnya, persoalan ini memungkinkan untuk bermuara ke Mahkamah Konstitusi (MK), apakah akan banyak perkara yang masuk ke MK terkait Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN)? Ataukah ketentuan Pasal 170 RUU Cipta Lapangan Kerja (ketika disahkan menjadi UU) terlebih dahulu diuji dengan alasan bertentangan dengan Pasal 18 UUD 1945? Sekian.

*) Ricky Martin Sidauruk mahasiswa Universita Esa Unggul Jakarta

 

Artikel Terkait
Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"
Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap
Persahabatan yang Tak Lekang oleh Waktu, Perbedaan Profesi, dan Pilihan Politik
Artikel Terkini
Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting
Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Pemerintahan Baru Harus Lebih Tegas Menangani Kelompok Anti Pancasila
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas