INDONEWS.ID

  • Sabtu, 18/04/2020 08:01 WIB
  • Evolusi Manusia Pasca Pandemik

  • Oleh :
    • hendro
Evolusi Manusia Pasca Pandemik
Dr Muhadam Labolo Dosen Senior IPDN

Jakarta, INDONEWS.ID - Manusia adalah satu dari empat anggota _homo sapiens_ yang paling sukses mempertahankan genetiknya di alam ini. Simpanse, Gorila dan Orang Utan adalah anggota _family_ yang masih tersisa dan terancam punah. Itupun, tak lebih karena belas-kasih saudara sepupunya (manusia). Tanpa suaka, kemungkinan ketiga spesis itu benar-benar hanya dapat ditemukan di museum. Dinosaurus adalah buktinya. Sementara Kucing dan Anjing adalah contoh dua spesis yang paling mampu merayu manusia untuk hidup berdampingan dalam jangka panjang lewat proses domestikasi (Noah, 2019). Sejauh ini manusia adalah spesis teratas dalam susunan ekosistem. Sejumlah spesis yang gagal bersimbiosis dengannya menjadi sejarah. Boleh dikatakan seluruh kendali populasi praktis berada ditangan spesis paling bijaksana, _homo sapiens._

Kini kendali terhadap populasi paling rasional di planet ini mulai diragukan, kalau tidak dipertanyakan. Akankah manusia tetap bertahan ditengah ancaman _micro-pandemic_ penuh lemak dalam jutaan sel yang menyerang _masif, latent_ dan _softly._ Manusia, sebagai spesis yang pernah membuktikan dirinya paling berjaya selama jutaan tahun itu seakan tak sanggup melakukan apa-apa kecuali berdiam dirumah. Ditengah keputus-asaan itu kaum agamis yakin ini tak lebih dari ujian Tuhan, sementara kaum evolusionis menyebut satu fase dalam siklus seleksi alam _(survival of the fittest)._ Jika benar, spesis manusia seperti apakah yang akan tersisa pasca pandemik?

Baca juga : Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"

Kata Darwin dalam teori evolusinya (1859), sejak awal telah ada spesis Jerapah berleher panjang dan pendek. Hasilnya, Jerapah berleher panjang paling sukses bertahan hidup sekalipun Jerapah berleher pendek tetap eksis dilingkungan tertentu. Keduanya mengalami evolusi disebabkan pengaruh lingkungan. Bila evolusi manusia ibarat Jerapah itu, sekurangnya ada dua probabilitas spesis manusia yang akan tersisa, yaitu spesis manusia alami yang tak pernah tersentuh virus, dan spesis manusia yang memiliki imunitas pasca sembuh dari serangan virus. Kemampuan _survive_ boleh jadi menciptakan spesis baru yang unggul dari resapan virus sejenis. Gen mereka yang sembuh kemungkinan diturunkan hingga membentuk spesis yang lebih kebal menurut Lamarck (1809). Mereka yang negatif kemungkinan memiliki daya tangkal tinggi, atau memang belum tersentuh sama sekali. Dimasa datang, bukan mustahil kemampuan virus meningkatkan diri semakin canggih. Dan untuk semua itu manusia perlu mempersiapkan diri agar kemampuan beradaptasinya melampaui kemampuan virus beradaptasi.

Evolusi manusia setidaknya menuju pada tiga perubahan mendasar, yakni cara berpikir, cara bertindak, dan mentalitas bertahan hidup. Evolusi berpikir manusia kini mengalami revolusi sebagai respon atas penemuan teknologi informasi (Revolusi 1.0-5.0). Dari bahasa isyarat, lisan, tulisan, kini mengandalkan kecerdasan buatan _(artificial intellegence)._ Evolusi berpikir kita butuhkan untuk menjaga keseimbangan agar ritme hidup ini tetap terjaga hingga anak cucu. Alam memiliki cara untuk mengoreksi ketamakan _sapiens_ dalam mengeruk isi perut bumi. Evolusi berpikir telah menurunkan kecakapan manusia dalam berbagai pekerjaan dan peluang baru yang lebih menantang, efisien, dan efektif. Lewat evolusi itu keterampilan hidup _sapiens_ diharap semakin ramah pada lingkungan. Konsep _paper less_ dan _green life_ adalah contoh keterampilan hidup _sapiens_ yang mengalami evolusi. Sayangnya, evolusi kedua hal itu tak cukup diimbangi oleh evolusi mental manusia untuk menghadapi perubahan. Kemalasan, ketidak-pedulian, hingga sikap _apatis_ terhadap perubahan lingkungan menjadikan kaum milenial bergenitas Y & Z menggeser cepat posisi strategis generasi X. Semua dilucuti tanpa demonstrasi, tanpa spanduk, bahkan tanpa pemberontakan. Mereka tercampak begitu saja menjadi penonton setelah sekian lama menjadi pemain utama. Sementara kaum energik tumbuh dan berubah cepat seperti evolusi morfologi _Pokemon._ Respon milineal dalam membangun kesadaran masyarakat untuk peduli pada mereka yang terdampak covid tampak jauh lebih cepat sebagai _filantropi_ dalam mengatasi kelemahan suprastruktur. Jangankan menolak jenazah, sikap milenial jauh lebih terbuka untuk turun ke jalan memberikan bantuan semampunya. Itu produk evolusi mental. 

Baca juga : Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap

Akhirnya, manusia paling unggul kedepan adalah mereka yang tidak saja memiliki _antibody_ super imun, juga memiliki kemampuan berevolusi dalam aspek kognisi, psikomotorik, dan afeksinya. Semakin sering ketiganya digunakan, semakin tinggi pula peluang mereka berada di rantai teratas dari kelompok _homo sapiens._ Inilah produk evolusi manusia yang mengalami revolusi oleh  tekanan lingkungan, gen, dan satu lain hal. (Penulis Dr Muhadam Labolo Dosen Senior IPDN)

Baca juga : Persahabatan yang Tak Lekang oleh Waktu, Perbedaan Profesi, dan Pilihan Politik
Artikel Terkait
Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"
Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap
Persahabatan yang Tak Lekang oleh Waktu, Perbedaan Profesi, dan Pilihan Politik
Artikel Terkini
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Akses Jalan Darat Terbuka, Pemerintah Kerahkan Distribusi Logistik ke Desa Kadundung
Elit Demokrat Ardy Mbalembout Mengutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Presiden Jokowi Masih Kaji Calon Pansel KPK yang Sesuai Harapan Masyarakat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas