Oleh: Atmonobudi Soebagio*)
INDONEWS.ID -- Pandem virus Covid-19 yang telah mendunia ini bermula dari Wuhan, sebuah kota di negara Republik Rakyat Tiongkok. Namun baru di awal Maret 2020 mulai diberitakan masuknya virus tersebut di Indonesia secara meluas.
Satgas di bawah BNPB pun segera dibentuk dan puluhan rumah sakit (RS) disiagakan sebagai tempat pertolongan pertama bagi korban-korban pandemi tersebut.
Lonjakan jumlah korban yang begitu besar di tanah air, telah menyulap klinik-klinik kesehatan dan Puskemas difasilitasi dengan sejumlah besar peralatan medik khusus utk pertolongan sebagai pertolongan pertama bagi korban pandemi.
Sudah cukupkah segala persiapan sebagai upaya untuk mengobati para korban tersebut?
Lonjakan tersebut ternyata tidak tertampung oleh ratusan RS dan “RS darurat” yang telah disiapkan.
Sejumlah hotel, asrama atlet, lapangan terbuka, dan gedung-gedung di sejumlah daerah disulap menjadi RS darurat.
Dari begitu besar upaya yang dilakukan Pemerintah lewat Satgas tersebut, muncul pula tuntutan agar pasien korban Pandemi tidak boleh ditampung dan berada satu gedung dengan pasien penyakit lain yang sedang dirawat.
Tentu saja tuntutan tersebut sulit dipenuhi karena butuh dana besar untuk membangun dalam waktu singkat, serta puluhan ribu tambahan tenaga medik.
Reaksi yang munculpun bebeda-beda. Ada yang terkejut dan panik. Dan ada yang menyikapinya dengan tanggap. Tetapi masih lebih banyak yang merasa biasa-biasa saja, karena merasa Wuhan jauh dari nagara ini, sehingga tidak akan mengenai mereka.
Penulis teringat pada sebuah ayat dalam Injil Johanes 20 ayat 25 yang tertulis:
Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!” Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “*Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku itu ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya”.
Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali di sebuah rumah dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Yesus mendadak muncul dan berkata kepada Tomas sambil mengulurkan tangan-Nya agar dia mencucukkan jarinya ke lubang di telapak tangan-Nya, serta ke dalam lubang di lambung-Nya.
Tomas menjawab Dia: ”Ya Tuhanku dan Allahku!. (Yoh.20:28),
Kompas, Senin 22/6/2020 hal.1 memberitakan tentang semakin meluasnya penularan dan membesarnya kasus Pandemi Covid-19 dengan judul ”Penularan Meluas, Kasus Membesar.”
Seberapa besar masyarakat di Jakarta yang mengabaikan protokol kesehatan yang meliputi cuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker menjadi prasyarat mutlak untuk kembali menjadi aman?
Atau, seberapa banyak di antara kita yang menyikapinya seperti Tomas?
Apakah kita baru percaya dan patuh setelah saudara dekat atau sahabat kita meninggal dunia? Apakah kita baru percaya dan patuh, seperti yang terjadi pada diri Tomas?
Hanya dengan PSBB yang dipatuhi secara disiplin oleh seluruh rakyat, maka:
Penulis percaya, bahwa lewat tulisan ini akan semakin sedikit Tomas-Tomas si Peragu di tengah bangsa tercinta ini.
*) Penulis adalah Guru Besar Universitas Kristen Indonesia (UKI)