INDONEWS.ID

  • Sabtu, 24/10/2020 15:01 WIB
  • Dampak Pilpres Amerika, Masyarakat dalam Ancaman Polarisasi

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Dampak Pilpres Amerika, Masyarakat dalam Ancaman Polarisasi
Lulusan doktoral Molecular Genetics Schools of Medicine, University of California Irvin, CA, USA Lily Widyastuty Hikam, PhD

Jakarta, INDONEWS.ID - Masyarakat Amerika Serikat (AS) sedang menghadapi polarisasi massa seiring panasnya persaingan kursi nomor satu dalam pesta demokrasi pemilihan umum presiden dan wakil presiden di negeri itu.

Demikian disampaikan Lily Widyastuty Hikam, seorang lulusan doktoral Molecular Genetics Schools of Medicine, University of California Irvin, CA, USA dalam diskusi online Presiden University, Sabtu (24/10/20).

Baca juga : Aktivitas Terorisme Menurun Jelang Nataru, Pengamat: Kewaspadaan Tinggi Harus Terus Dilakukan dalam Bentengi NKRI

Dalam webinar bertajuk "U.S Election Special: Tantangan Pesta Demokrasi Negeri Paman Sam", Lily menjelaskan sosial media memiliki pengaruh kuat terhadap terjadi polarisasi massa di negeri Paman Sam itu.

"Sosial media memiliki peran penting terhadap polarisasi massa di Amerika karena ia mampu menjaga pola informasi yang dibagikan sehingga memperkuat kepercayaan politik dan membatasi seseorang pada pandangan politik pihak lawan,"

Baca juga : Pj Bupati Maybrat Tandatangani NPHD Pemilu 2024 di Kabupaten Maybrat

Polarisasi politik di masyarakat adalah saat warga terbelah ke dalam dua kutub yang berseberangan atas sebuah isu, kebijakan, atau ideologi. Hal ini persis yang terjadi dan telah membentuk wajah politik Indonesia belakangan ini.

Politik Amerika Serikat telah menciptkan polarisasi dimana para elite dan warganya terbelah antara kaum liberal dan konservatif, Partai Republik dan Partai Demokrat serta pendukung Joe Biden vs Donuld Trump.

Baca juga : HUT ke-3 Taruna Akademia: Tiga Tahun Berkontribusi Positif bagi Masa Depan NTT

Selain media sosial, Liliy menyebut siklus berita kabel yang beroperasi 24 jam sehari juga turut memegang andil besar. Pada 2016, kata Lily, mengutip tulisan dalam buku yang ditulis Taibbi, para reporter dari berbagai media secara sadar mulai terbelah dan meradikalisasi para audience.

"Ketika Presiden Donul Trump menduduki Gedung Putih, media-media pendukung memperoleh bagiannya yakni keuntungan yang masif. Tapi yang rugi adalah masyarakat Amerika," kutip Lily.

Dalam kesimpulannya, Lily mengatakan meskipun ekperimen demokrasi Amerika terbilang sukses, namun juga terdapat kekurangan dan memiliki banyak catatan merah yang perlu diperbaiki.

Selain itu, sistem politik Amerika tak hanya melibatkan para pemilih berserta partai politiknya, namun juga institusi tambahan seperti media berita.

"Jadi sangat penting untuk menjadi pemilih terdidik terutama dalam sistem demokrasi yang sedang berjalan. Sehingga penting bagi generasi muda untuk memiliki pemahaman yang cukup mengenai bagaimana sistem bekerja dan bagaiman mereka bisa dimanipulasi demi kepentingan segelintir orang," tegas Lily.

Lily menutup dengan mengutip ungkapan klasik seorang filsuf terkenal yang namanyatak lekang oleh zaman dan massa, Aristoteles.

"A government which is composed of the middle class more nearly approximates to democracy than to oligarchy, and is the safest of the imperfect forms of government,” kutip Lily.*(Rikard Djegadut).

Artikel Terkait
Aktivitas Terorisme Menurun Jelang Nataru, Pengamat: Kewaspadaan Tinggi Harus Terus Dilakukan dalam Bentengi NKRI
Pj Bupati Maybrat Tandatangani NPHD Pemilu 2024 di Kabupaten Maybrat
HUT ke-3 Taruna Akademia: Tiga Tahun Berkontribusi Positif bagi Masa Depan NTT
Artikel Terkini
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Pemerintahan Baru Harus Lebih Tegas Menangani Kelompok Anti Pancasila
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Puspen Kemendagri Berharap Masyarakat Luas Paham Moderasi Beragama
KPKNL mulai Cium Aroma Busuk di Bank Indonesia
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas