INDONEWS.ID

  • Selasa, 12/07/2022 21:46 WIB
  • Yapena Sukses Gelar Seminar dan FGD Soal Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Ini Rekomendasinya!

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Yapena Sukses Gelar Seminar dan FGD Soal Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Ini Rekomendasinya!
Ketua Yayasan Pengawal Etika Nusantara (Yapena), Ahmed Kurnia Soeriawidjaja bersama Pemimpin Redaksi Media Indonews.id, Drs. Asri Hadi, MA.

Jakarta, INDONEWS.ID - Yayasan Pengawal Etika Nusantara atau Yapena sukses menggelar "kick off" seminar berseri dan focus group discussion (FGD) yang berlangsung secara hybrid pada Selasa (12/7/22).

Kegiatan yang merupakan pertama dari setidaknya delapan seminar dan FGD itu berlangsung secara offline dari Hotel Ratu, Kota Serang, Ibukota Provinsi Banten dan secara online via aplikasi meeting zoom.

Baca juga : Ketua Teladan Pro Ganjar-Mahfud MD, Ica Risanggeni: Kami Optimistis Ganjar-Mahfud Akan Memenangkan Pilpres

Kegiatan bertema “Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Luar Pengadilan” ini dibuka langsung oleh Ketua Yayasan Pengawal Etika Nusantara (Yapena), Ahmed Kurnia Soeriawidjaja.

Sementara tampil sebagai moderator adalah dosen senior Institut Pemerintahaan Dalam Negeri (IPDN) selaku Pemimpin Redaksi Media Indonews.id, Drs. Asri Hadi, MA.

Baca juga : Pemred Indonews.id Dampingi Founder Sambas Sinergy Cicipi Menu Jepang di Resto Atsumaru Izakaya

Kehadiran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN), Marsekal TNI (Purn) Dr. (H.C) Hadi Tjahjanto sebagai keynote speaker diwakili oleh Sunraizal, S.E.,M., CFrA. selaku Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Kemudian, Brigjen TNI (Purn) Junior Tumilar selaku pemerhati pertanahan, Rudi Rubijaya, S.P., M.Sc. selaku Kakanwil BPN Banten dan Dr. Bahrul Ilmi Yakup, SH., M.H selaku Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi.

Baca juga : Kemendagri Gelar Inovative Government Award (IGA) 2023 Apresiasi Inovasi Pemerintahan Daerah

Pantauan media ini, kegiatan berjalan lancar dan terasa hidup. Terutama dalam sesi tanya jawab ketika sang moderator membeuka kesempatan bertanya bagi peserta yang hadir secara offline.

Asri Hadi -- dosen tamu di sejumlah sekolah tinggi ini, membuka sesi tanya jawab dalam beberapa sesi. Setiap sesi diberikan bagi tiga penanya. Di antara mereka, ada yang merupakan korban langsung, adapula kuasa hukum para korban dan lain-lain.

Sementara itu, Ahmed Kurnia dalam keterangannya, berharap acara webinar dan FGD ini tidak “berlalu” begitu saja, tapi dapat lebih membekas dan membawa manfaat nyata bagi upaya-upaya penyelesaian sengketa pertanahan di Tanah Air.

"Maka dari itu, dalam kegiatan ini, panitia menampilkan testimoni sejumlah warga masyarakat yang menjadi korban kerakusan mafia tanah, yang telah masuk ke ranah pengadilan atau setidaknya telah ditangani pihak kepolisian," kata sosok yang merupakan dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi - The London School of Publik Relation Jakarta ini.

"Selain itu, pasca sesi seminar dan diskusi, dilanjutkan dengan sesi “Konsultasi dan Advokasi” masalah-masalah pertanahan. Hal ini bertujuan agar acara ini dapat lebih membekas, lebih terasa manfaatnya secara nyata," kata pria yang juga menjadi Pengajar Sekolah Jurnalistik Indonesia di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat ini.

Ahmed Kurnia menambahkan, seminar dan FGD pertanahan ini juga akan digelar di kota lain seperti Semarang, Surabaya dan Palembang. Dalam waktu dekat, akan bergerak ke Medan, Balikpapan, Makassar, dan Manado. Tidak tertutup kemungkinan pula akan merambah kota-kota besar lainnya.

"Hal ini melihat animo masyarakat yang terbaca dari jumlah pendaftar terkonfirmasi hadir, serta respon sangat positif dari segenap pemangku kepentingan terkait, terutama jajaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN)," kata Ahmed.

Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sunraizal, S.E.,M., CFrA. mengatakan persengketaan tanah yang terjadi di berbagai daerah di tanah air lebih baik diproses di luar pengadilan melalui mediasi dan musyawarah untuk mencari kemupakatan agar kedua belah pihak yang bersengketa tidak dirugikan.

"Konsep kemupakatan dan musyawarah adalah prinsip Pancasila yang tertuang dalam sila ke empat," kata Sunraizal di sela-sela pemaparannya.

Menurut Sunraizal, saat ini, kasus sengketa tanah yang terjadi di masyarakat, karena adanya para mafia dan oknum sehingga ada sertifikat kepemilikan ganda.

Penyelesaian persengketaan tanah dinilai lebih efektif diproses di luar pengadilan dibandingkan melalui pengadilan. Persengketaan tanah melalui pengadilan itu memakan waktu cukup panjang juga mengeluarkan biaya sangat besar.

Bahkan, proses persengketaan tanah di pengadilan salah satu di antaranya ada yang dirugikan. Selain itu, kasus persengketaan tanah melalui jalur pengadilan belum tuntas hingga kini mencapai 9.000 perkara belum diselesaikan.

Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini ATR/BPN mengajak masyarakat yang bersengketa tanah lebih baik diselesaikan di luar pengadilan.

"Kami meyakini kasus sengketa tanah dengan mediasi, musyawarah dapat menyelesaikan masalah dan bermanfaat serta menguntungkan kedua belah pihak," katanya.

Pembicara lainya dalam seminar itu, Bahrul Ilmu Yakup mengatakan untuk menyelesaikan sengketa tanah bisa diproses secara hukum melalui pengadilan dengan pidana maupun perdata.

Namun, proses hukum melalui pengadilan tentu memakan waktu panjang dan jika kalah dalam sengketa tanah tersebut bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Persoalan itu dipastikan memakan waktu yang panjang dan jika kalah dalam sengketa itu bisa dipidana dan gugatan kerugian.

Sebetulnya, kata dia, penyelesaian sengketa tanah bisa dilakukan oleh ATR/BPN, karena menjadi kewenangannya.

"Kami mendukung penyelesaian tanah itu di luar pengadilan, namun beresiko terhadap pejabat BPN sendiri yang menerbitkan sertifikat," katanya.

Sementara itu,, Brigjen (Purn) Junior Tumilaar mengatakan pada prinsipnya penyelesaian tanah di masyarakat baiknya diproses di luar pengadilan sehingga tidak merugikan pihak yang bersengketa.

Permasalahan saat ini juga persengketaan tanah kerapkali terjadi antara masyarakat dan pengembang hingga berujung melalui pengadilan.

Penyelesaian tanah, kata dia, sebetulnya bisa diselesaikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Apalagi, di tingkat pemerintah daerah terdapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopinda), sehingga bisa menyelesaikan sengketa tanah dengan musyawarah dan mufakat.

Selama ini, kata dia, Forkopinda belum mampu menyelesaikan masalah jika terdapat sengketa tanah, sehingga menimbulkan konflik sosial.

Padahal, penyelesaian masalah sengketa tanah lebih efektif diproses di luar pengadilan dengan mediasi untuk musyawarah dan mufakat sesuai Pancasila.

"Kita masyarakat yang memiliki agama tentu penyelesaian sengketa tanah dengan akhlak dan nilai-nilai Pancasila dipastikan bisa selesai," katanya.*

 

Artikel Terkait
Ketua Teladan Pro Ganjar-Mahfud MD, Ica Risanggeni: Kami Optimistis Ganjar-Mahfud Akan Memenangkan Pilpres
Pemred Indonews.id Dampingi Founder Sambas Sinergy Cicipi Menu Jepang di Resto Atsumaru Izakaya
Kemendagri Gelar Inovative Government Award (IGA) 2023 Apresiasi Inovasi Pemerintahan Daerah
Artikel Terkini
Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting
Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Pemerintahan Baru Harus Lebih Tegas Menangani Kelompok Anti Pancasila
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas