INDONEWS.ID

  • Selasa, 30/05/2023 11:25 WIB
  • "Demokrasi sebagai Tanggungjawab", Mahfud MD: Penting ada Kata Tanggungjawab

  • Oleh :
    • rio apricianditho
 "Demokrasi sebagai Tanggungjawab", Mahfud MD: Penting ada Kata Tanggungjawab

Jakarta, INDONEWS.ID - Mantan Menteri era Gus Dur, Mohammad A.S. Hikam mengingatkan kita pentingnya demokrasi dalam penyelenggaraan negara, lewat bukunya "Demokrasi sebagai Tanggungjawab". Buku tersebut mendapat tanggapan dari Menkopolhukam Prof. Mahfud MD, terutama di halaman 130-131 terkait negara demokrasi.

Mahfud mengatakan, buku tersebut merupakan kumpulan dari catatan penulis yang beredar di dunia maya. Buku ini komplit, pembaca ingin tahu soal Pilkada, di buku ini ada. Soal Pilpres, buku ini juga ada. "Itu semua pernah didiskusi di medsos oleh penulisnya, dan diangkat menjadi sebuah buku", tambahnya.

Baca juga : Membaca Kerja Sama Trilateral Antara AS, Jepang dan Filipina dalam Konteks Geopolitik Asia Pasifik

Lalu ia menyoroti halaman 130-131, tentang Indonesia sebagai negara demokrasi merupakan pilhan yang sadar oleh para pendahulu kita. Ketika negara ini didirikan para anggota BPUPKI melakukan voting demi menentukan bentuk negara. "Jadi bila ada yang mengatakan kita tidak ada voting, nyatanya saat mendirikan negara ini, para pemimpin melakukan voting antara kerajaan atau republik", kilahnya.

Dikatakan, demokrasi ini adalah pilihan pendiri negara kita, ini yang dibahas oleh penulis dengan asumsi demokrasi yang bertanggungjawab. Penulis menyoroti di halaman 130-131, kekuasaan itu menarik syahwat untuk memiliki. 

Baca juga : Lonjakan Suara PSI Tak Masuk Akal, Koalisi Masyarakat Sipil: Masifkan Tenanan Publik untuk Hentikan Despotisme dan Dinasti Politik

"Oleh pak Hikam, kekuasaan itu seperti api yang bisa membakar, agar tidak membakar maka harus ada mekanisme politik. Ya politik itulah demokrasi untuk kemaselatan bersama, itulah inti dari perdebatan para pendiri", pungkasnya.

Ia mengatakan, kenapa harus diatur, karena kekuasaan itu cenderung korup, orang yang berkuasa betapapun baiknya cenderung korup karena didorong oleh lingkungannya. "Saat pak Harto berkuasa dia baik, oleh para begundalnya dikatakan kalau bapak turun negara ini hancur. Akhirnya diturunkan orang", tambahnya mencontohkan.

Baca juga : Siti Zuhro: Lembagakan Hak Angket Agar Ada Pertanggungjawaban Pemilu, Bukan dengan Kerusuhan

Karena itu kekuasaan harus dikontrol melalui demokrasi, tapi demokrasi tidak berjalan mulus. Awalnya bagus tapi lama-kelamaan nyerong, itulah perlu kontrol yang reguler. "Mula-mula era order baru pak Harto bagus, tapi masuk 1969 mulailah kekuasaan itu dipusatkan. Negara itu tergantung pada pemimpinya, karena itu para pembuat konstitusi pikirannya baik, tidak tergantung konstitusi tapi tergantung orangnya".

Karena itu penulis membuat ukuran, pertama kekuasaan itu harus dibatasi waktu dan ruang lingkupnya. Kedua demokrasi itu harus berasal dari rakyat dan untuk rakyat bukan untuk elit.

Menurutnya, penting ada kata tanggungjawab karena kalau tidak maka demokrasi akan sesat. Tanggungjawab itu bagaimana nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.

Artikel Terkait
Membaca Kerja Sama Trilateral Antara AS, Jepang dan Filipina dalam Konteks Geopolitik Asia Pasifik
Lonjakan Suara PSI Tak Masuk Akal, Koalisi Masyarakat Sipil: Masifkan Tenanan Publik untuk Hentikan Despotisme dan Dinasti Politik
Siti Zuhro: Lembagakan Hak Angket Agar Ada Pertanggungjawaban Pemilu, Bukan dengan Kerusuhan
Artikel Terkini
PNM Excellence Award Bukti Nyata Apresiasi PNM Untuk Karyawan dan Unit Kerja Terbaik
Karya Sastra Puisi Indonesia dan Kazakhstan
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas