Nasional

Poros Ketiga Capres Bisa Saja Terbentuk, Ini Syaratnya

Oleh : very - Jum'at, 09/03/2018 17:01 WIB

Sekretaris Jenderal Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI), yang juga Wasekjend KIPP Indonesia, Girindra Sandino. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Sejauh ini baru muncul dua poros dalam pertarungan pemilihan presiden 2019, yaitu poros Joko Widodo, dan poros Prabowo Subianto. Keduanya diprediksi kembali head to head.

Namun, kemungkinan munculnya poros ketiga masih terbuka lebar. Apa saja syarat munculnya calon presiden ketiga tersebut?

Pengamat pemilu Girindra Sandino mengatakan, wacana Partai Demokrat untuk membentuk poros ketiga pada Pemilu Presiden 2019 mungkin bisa terjadi. Hal itu bisa terealisasi bila Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkomitmen membentuk koalisi.

"Saya kira poros ketiga yang digawangi Partai Demokrat merupakan hal yang wajar dalam kontestasi demokrasi kita. Walau sebagian kalangan menilai koalisi di luar kubu Jokowi dan Prabowo sulit terwujud. Namun demikian, politik itu dinamis," kata Wakil Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia ini, di Jakarta, Jumat (9/2/2018).

Menurut dia, parpol-parpol yang ingin membangun poros ketiga pasti sudah membaca peta politik dan dinamika perilaku pemilih Indonesia. Salah satunya, pemilih selalu euforia terhadap hal-hal baru yang mengedepankan harapan baru.

"Ini sebuah alternatif, pemusnah kejenuhan politik. PKB dan PAN sudah menuju ke arah situ. Saya kira sudah betul arah politik PKB dan PAN membangun poros ketiga alternatif politik untuk rakyat," ujarnya seperti dikutip Antara.

Namun, lanjut Girindra, yang menjadi kendala adalah figur yang menjadi capres dan cawapres, karena harus ada tokoh yang menjadi magnet politik.

"Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) belum memenuhi kriteria sebagai capres, lebih baik sebagai cawapres," kata Girindra.

Namun, katanya, capres bisa saja muncul dari luar ketiga partai tersebut. Girindra menyebutkan mantan panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bisa menjadi alternatif.

"Proyeksi konfigurasi politik tersebut harus dicermati dan diantisipasi oleh kubu-kubu yang mengklaim kubunya paling kuat dalam Pilpres 2019. Pembentukkan `koalisi politik tandingan` yang bukan sekadar `pakta politik kosong` adalah pilihan strategis yang dapat dipertimbangkan," pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait