Politik

Golkar Terancam Masuk Pusaran Kasus Suap PLTU Riau 1

Oleh : luska - Selasa, 04/09/2018 10:28 WIB

Ilustrasi gedung KPK (istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1 memasuki babak baru.

Seusai menetapkan mantan Menteri Sosial, Idrus Marham, sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan menjerat Partai Golkar menjadi tersangka korupsi korporasi.

Penetapan Golkar yang merupakan sebuah organisasi berbadan hukum bisa dilakukan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

"Kalau itu bisa kita buktikan itu bisa, tapi sampai sekarang belum," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2018) petang.

Dalam kasus ini diduga ada uang suap yang diterima mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Uang itu mengalir ke Golkar saat menggelar acara Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada pertengahan Desember 2017 lalu.

Eni mengaku sebagian uang Rp2 miliar yang diterima dirinya dari pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo, digunakan untuk keperluan Munaslub Golkar pada Desember 2017 lalu.

Menurut Basaria, pihaknya masih terus mengumpulkan sejumlah bukti terkait pengakuan politisi partai berlambang pohon beringin itu soal aliran uang ke Munaslub Golkar.

"Sampe sekarang belum ada pembuktian itu dipakai atau tidak. Itu masih dalam pengembangan," tandasnya.

Sebelumnya, Eni mengakui sebagian uang yang dirinya terima dari Kotjo digunakan untuk keperluan Munaslub Golkar. Namun, Eni tak menyebut secara pasti jumlah uang suap yang masuk ke kegiatan partai berlambang pohon beringin itu.

"Yang pasti tadi memang ada yang mungkin saya terima Rp2 miliar itu sebagian memang saya inikan, gunakan untuk munaslub," kata Eni usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/8) lalu.

Eni juga mengaku diperintahkan oleh ketua umum Golkar untuk mengawal proyek pembangkit listrik milik PT PLN itu. Namun, Eni tak menyebut siapa ketua umum Golkar yang memerintahkan untuk mengawal proyek PLTU Riau-1 itu. Ia mengaku hanya menjalankan tugas partai.

Dalam kasus ini, Eni diduga bersama-sama Idrus menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap.

Uang itu adalah jatah Eni untuk memuluskan perusahaan Kotjo menggarap proyek senilai US$900juta. Namun, proyek tersebut dihentikan sementara setelah mencuatnya kasus dugaan suap ini.(Lka)

Artikel Terkait