Nasional

Usai Setop UN, Nadiem Makarim Keluarkan Kebijakan Kampus Merdeka, Ini Penjelasannya!

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 25/01/2020 08:01 WIB

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Setelah umumkan setop Ujian Nasional, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim kembali membuat kejutan bagi perguruan tinggi.

Pendiri aplikasi transportasi online itu, kembali meluncurkan kebijakan baru untuk pendidikan tinggi di tanah air yang dinamakannya, "Kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka".

Menteri berusia 34 tahun itu menjelaskan, perguruan tinggi di Indonesia harus menjadi ujung tombak yang bergerak cepat karena dekat dengan dunia pekejaan.

"Dia (perguruan tinggi) harus berinovasi karena harus adaptif dan berubah dengan lincah. Tapi saat ini situasinya tidak seperti itu," jelas Nadiem di Gedung D Kemendikbud, Jakarta Pusat, Jumat, 24 Januari 2020.

Nadien menyebutkan, untuk mengubah situasi tersebut, ada empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi. Pertama, otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) dalam pembukaan atau pendirian program studi baru.

Saat ini, membuka prodi baru dianggap tak mudah karena harus mendapatkan izin dari kementerian, tapi PTN dan PTS ditantang untuk menjawab kebutuhan industri yang berubah.

Nadiem menuturkan, banyak kurikulum yang sifatnya teoritis dan tidak sejalan dengan kebutuhan dan belum bisa bersaing di panggung dunia.

"Solusinya, kami ingin melajukan kolaborasi atau pernikahan massal antar universitas dan berbagai pihak untuk menciptakan prodi baru."

Perguruan tinggi yang punya akreditasi A dan B, lanjutnya, akan langsung diberikan izin membuka prodi baru dengan beberapa syarat saja. Perguruan tinggi, di antaranya, harus bekerja sama dengan pihak ketiga.

"Tidak perlu lagi melalui izin kementerian asal bisa membuktikan kerja sama dengan perusahaan kelas dunia, organisasi nirlaba seperti PBB, Bank Dunia, BUMN atau BUMD dan dengan QS top 100 world universities," kata Nadiem menuturkan.

Kebijakan kedua adalah program re-akreditasi yang berdifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodik yang sudah siap naik peringkat.

Akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama lima tahun, tapi akan diperbarui secara otomatis.

Menurut pria kelahiran Singapura itu, pengajuan re-akreditasi perguruan tinggi dan prodik dibatasi paling cepat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kalinya. Untuk perguruan tinggi berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun.

"Nanti, akreditasi A akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri," kata Nadiem menambahkan.

Adapun saat ini, melakukan proses akreditasi memiliki persyaratan yang bisa menjadi beban bagi dosen dan rektor karena masih dilakukan secara manual.*(Rikardo). 

Artikel Terkait