Nasional

Picu Ketegangan di Dalam Negeri, Pemerintah Diminta Intervensi Kasus Rohingya

Oleh : very - Sabtu, 02/09/2017 18:04 WIB

Pengungsi etnis Rohingya bertahan di perbatasan Bangladesh. (Foto: Reuters)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemerintah Indonesia diminta segera mengintervensi tragedi kemanusiaan yang terjadi terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar.

Jika tidak dilakukan, maka bukan tidak mungkin muncul kelompok tertentu yang menggunakan isu tersebut untuk kepentingan politik mereka sendiri.

"Jika pemerintah tidak mengambil langkah politik, potensi ketegangan di dalam negeri juga cukup tinggi," ujar Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi melalui pernyataan pers di Jakarta, Sabtu (2/9/2017).

Hendardi mengatakan, populisme agama akan mendapat tempat kokoh di tengah krisis kemanusiaan semacam ini. Karena itu, masalah tersebut sangat mungkin digunakan untuk menghimpun solidaritas dan dukungan publik.

Hendardi menegaskan bahwa krisis Rohingya merupakan masalah yang lebih banyak didorong oleh dinamika politik dalam negeri Myanmar. Karena itu, potensi gangguan keamanan terhadap kawasan tidak akan menyebar seperti penyebaran ideologi kelompok teror ISIS.

Dia mengatakan, gangguan keamanan dalam negeri dan kawasan yang mungkin terjadi, lebih berupa peningkatan pencari suaka ke Indonesia dan negara-negara kawasan. “Itu adalah masalah kemanusiaan dan merupakan kewajiban negara-negara untuk mencari resolusi terbaik bagi Rohingya," katanya.

Hendardi mengatakan, krisis Rohingya merupakan tragedi kemanusiaan yang secara etis dan politik menuntut dunia internasional untuk melakukan intervensi kemanusiaan. Karena itu, penyelesaian kasus tersebut dapat dilakukan dalam kerangka universal.

Apalagi, indikasi keterlibatan tentara Myanmar juga merupakan bukti bahwa kekerasan atas etnis tersebut dipelopori oleh negara.

"Karena genosida merupakan salah satu kejahatan internasional yang termasuk kompetensi absolut International Criminal Court (ICC) dengan yurisdiksi internasional, maka atas nama kemanusiaan, pemerintah Indonesia harus menjadi pelopor penanganan Rohingya," ujarnya.

Hendardi mengatakan negara-negara ASEAN tidak bisa berlindung di balik prinsip menghormati kedaulatan Myanmar atas tragedi yang disebutnya sebagai "ancaman genosida" ini. 

"Pembiaran dunia internasional atas Rohingya diduga kuat memiliki motivasi politik ekonomi kawasan, sehingga Aung San Su Kyi terus memperoleh proteksi politik karena belum ada rezim pengganti yang bisa mendukung kepentingan negara-negara kuat di ASEAN,” kata Hendardi.

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan hampir 50 ribu warga Rohingya telah mengungsi untuk menghindari kekerasan yang kembali meningkat sejak akhir pekan lalu.

Seperti dikutip dari Reuters, para pengungsi mengatakan tentara Myanmar menyerang mereka, sementara pemerintah menyalahkan "teroris Rohingya" yang memicu kekerasan.

Sekitar 27 ribu pengungsi telah melintasi perbatasan Bangladesh sejak Jumat, sementara 20 ribu lainnya terjebak di daerah “tak bertuan” yang memisahkan kedua negara tersebut.

Pemerintah menyatakan setidaknya 400 orang tewas dalam bentrokan sejak saat itu, di antaranya, kata pemerintah, adalah 370 "teroris".

Namun, sejumlah pegiat hak asasi manusia menyebut militer juga membunuh perempuan, anak-anak dan orang tak bersalah. (Very)

Artikel Terkait