Nasional

Polemik Plt Gubernur Sumut dan Jabar

Oleh : luska - Sabtu, 27/01/2018 02:05 WIB

Mendagri Tjahjo Kumolo. (Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut usulan perwira TNI/Polri menjadi pelaksana tugas (Plt) gubernur tetap dilanjutkan dan tinggal menunggu jawaban Presiden. Tjahjo berkukuh keputusan menempatkan perwira penegak hukum menjadi Plt gubernur di daerah rawan Pilkada sudah tepat.

Penunjukkan dua perwira tinggi polisi ini kemudian menjadi pelaksana tugas (Plt) gubernur di Jawa Barat dan Sumatra Utara terus menuai polemik.

Tjahjo mengatakan penunjukkan kedua perwira Polri tersebut hanya untuk mengisi kekosongan jabatan saat pilkada berlangsung. Menurut Mendagri ia juga sudah berkonsultasi dengan Kapolri dan Menko Polhukam. Hal serupa juga sudah dilakukan pada pilkada 2017 saat dua jenderal polisi mengisi jabatan Gubernur Sulawesi Barat dan Aceh.

Menanggapi hal tersebut, kader Partai Gerindra, Sodik Mudjahit mengatakan bahwa hanya di Era Presiden Joko Widodo, polisi aktif bisa menjadi Plt Gubernur. Sebab, biasanya yang menjadi Plt Gubernur adalah orang-orang yang berasal dari Kemendagri.

"Hanya dalam era Jokowi pejabat polisi aktif menjadi plt gubernur yang biasanya berasal dari Kemendagri atau provinsi tersebut," sindir Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu kepada wartawan di Jakarta, Jumat (26/1/2018).

Lebih jauh, dia mengungkapkan bahwa penunjukan itu berdampak pada netralitas fungsi gubernur. Sebab, ada beberapa daerah yang cagubnya berasal dari institusi polri.

"Untuk daerah dimana ada cagub berasal dari Polri maka hal ini akan membangun opini bagian dari design perselingkuhan dan persekongkolan yang mengancam netralitas fungsi Gubernur," tukasnya.

Berbeda dengan Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno‎ yang mempertanyakan penunjukan dua Perwira Tinggi Polri, yaitu Irjen Mochamad Iriawan dan Irjen Martuani Sormin sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Ia menganggap keputusan tersebut sebagai hal yang aneh. Sebab, Polri dan TNI perlu menjaga netralitas dari kepentingan-kepentingan politik yang ada.

"Ini usulan pengangkatan dua Pati Polri adalah tidak lazim dilakukan," ujar Eddy usai diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2018).

Menurutnya, penunjukan dua jenderal ini akan menimbulkan persepsi buruk dari masyarakat tentang netralitas kepolisian. Utamanya dalam Pilkada Jawa Barat mengingat salah satu calon yang bertarung, yakni Anton Charliyan berasal dari Korps Bhayangkara.

"Apalagi ada sesama polisi yang akan bertarung di Pilkada Jawa Barat," katanya.

Selain itu, apabila alasan penunjukan kedua jenderal itu untuk menjaga keamanan selama perhelatan Pilkada juga sangat tidak tepat.

Ia pun membandingkan dengan Pilkada Jakarta tahun lalu yang sangat panas. Pasalnya, meskipun saat Pilkada Jakarta banyak terjadi huru-hara, namun pejabat yang ditunjuk sebagai Plt ‎diambil dari eselon di Kementerian Dalam Negeri.

"Di DKI yang juga masyarakatnya terbelah saja tidak ada konflik. Jadi menurut saya justifikasinya enggak ada untuk menunjuk dua pati tersebut," katanya.

Eddy menambahkan, apabila memang alasannya kehabisan stok eselon di Kemendagri, maka ‎sejatinya ada jalan lain, seperti diangkatnya Sekretaris Daerah (Sekda) di wilayah itu untuk menjadi Plt Gubernur.

"Nah dijabat Sekda ini kan bisa dibenarkan," pungkasnya.

M Iriawan rencananya akan ditunjuk sebagai pelaksana tugas Gubernur Jawa Barat menggantikan Ahmad Heryawan. Sementara Martuani bakal ditunjuk sebagai pelaksana tugas Gubernur Sumatera Utara menggantikan Tengku Erry Nuradi.(Lka)

Artikel Terkait