Nasional

Mahfud MD: Tidak Upaya Hukum Lain Bagi Prabowo-Sandi Usai Putusan di Mahkamah Konstitusi

Oleh : Mancik - Jum'at, 28/06/2019 09:40 WIB

Pakar Hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD.(Foto: Merdeka.com)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menyebutkan, Prabowo-Sandi tidak mempunyai upaya hukum lain usai putusan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi. Keputusan MK menjadi babak akhir dari sengketa pilpres 2019.

Sebagaimana diketahui,keputusan MK sifat final dan mengikat. Karena itu, menurut Mahfud MD,lembaga lain baik di luar MK tidak memiliki wewenang untuk menangani sengketa pilpres.

"Ya. Tak ada upaya hukum lagi," kata Mahfud MD kepada awak media di Jakarta, Jumat,(28/06)

Hal senada disampaikan oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva. Ia menegaskan bahwa keputusan MK yang sudah dibacakan menjadi babak akhir dari proses pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia.

Setelah putusan MK, jelas Hamdan, KPU biasa menggelar rapat pleno untuk mengatur jadwal penetapan presiden dan wakil presiden terpilih. Hal ini sesuai dengan tahapan proses pemilu yang ada.

"Sudah tidak ada upaya hukum lagi. Putusan MK final dan mengikat, mengakhiri seluruh proses pilpres, dan hari ini kemungkinan KPU akan melaksanakan pleno penetapan pasangan calon terpilih," jelasnya.

Selain itu, Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Muchtar, memberikan penjelasan yang sama. Ia mengatakan, sengketa pilpres di Indonesia tidak bisa diteruskan ke tingkat ke Mahkamah Internasional (IJC) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) karena kewenangan yang berbeda.

"Yang selama ini dibicarakan adalah konsep hukum internasional, padalah konsep hukum internasional itu agak spesifik ranah kewenangannya. Sebenarnya ICJ dan ICC yang ada, ICJ itu biasanya ranahnya itu pada negara, negara yang melakukan, apa yang disidangkan di sana. Subjeknya adalah negera," jelas Zainal.

Zainal memberikan contoh kasus yang dapat diselesaikan di lembaga internasional seperti Mahkamah Internasional (IJC) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Kasus tersebut dapat berupa sengketa antara kedua negara.

"(CCI) misalnya sengketa antara Sipadan-Ligitan, itu diselesaikan di sana. Berbeda dengan ICC yang lebih pada kejahatan internasional, lebih pada kejahatan HAM internasional yang sangat berat seperti genosida, crime against humanity kemudian ada beberapa hal,"ujarnya.

Ia menambahkan, seharusnya semua pihak legowo menerima putusan sengketa pemilu yang dikeluarkan oleh MK. Dengan demikian, negara dan seluruh masyarakat Indonesia dapat lebih fokus menghadapi tantangan bangsa ke depan.

"Memang seharusnya diterima, seharusnya drama ini diakhiri. Seharusnya tidak dilanjutkan. Karena banyak agenda publik lain, agenda negara selain soal pemilihan presiden saja. Presiden bukan berarti tidak penting, tapi itu satu di antara banyak agenda ketatanegaraan, ada soal pileg, ada soal pelantikan, ada soal tugas dan janji presiden. Hal-hal lain yang paling dekat juga soal pemilihan komisioner KPK. Ada banyak agenda lain dan energi ini jangan dihabiskan di satu tempat,"pungkasnya.*(Marsi Edon)

 

 

 

 

Artikel Terkait