Nasional

ELSAM Minta Partisipasi dan Keterbukaan Proses Pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi

Oleh : very - Rabu, 29/01/2020 10:15 WIB

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan semua kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang rusak dan tidak sah bakal dimusnahkan selambatnya pada 20 Desember 2018.

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pada tanggal 28 Januari 2020, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengumumkan update terkini proses perancangan RUU Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP). Terhitung pada tanggal 24 Januari 2020, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) RUU PDP, yang menjadi titik awal dimulainya proses pembahasan bersama antara pemerintah dengan DPR.

“Mengingat pentingnya substansi RUU ini, DPR dan pemerintah perlu memastikan adanya transparansi proses, dan membuka ruang yang seluas-luasnya bagi partisipasi publik, guna menjamin terimplementasinya pendekatan multistakeholder dalam pembahasannya. Pendekatan ini penting diaplikasikan dalam setiap pengambilan kebijakan yang terkait dengan pemanfaatan teknologi internet, untuk meminimalisir risiko dari kebijakan tersebut, khususnya bagi pengguna,” ujar Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar, melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (28/1). 

Mencermati perkembangan dan langkah tersebut, ELSAM mengapresiasi langkah Pemerintah dalam merampungkan perumusan RUU Pelindungan Data Pribadi di tingkat kementerian dan lembaga, untuk ditindaklanjuti ke proses pembahasan berikutnya bersama dengan DPR.

Karena itu, ELSAM meminta DPR untuk segera menindaklanjuti Surpres perihal usul inisiatif pembahasan RUU PDP, dengan memastikan adanya keterbukaan proses dan menjamin partisipasi publik yang seluas-luasnya.

“Menekankan kepada DPR dan Pemerintah, untuk memastikan keselerasan substansi RUU PDP dengan prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, agar dapat digunakan secara optimal sebagai instrument perlindungan hak-hak dari subjek data,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, RUU PDP telah masuk ke dalam prioritas Prolegnas 2020. Dalam berbagai kesempatan pula, baik Menteri Kemkominfo, Johnny Plate, maupun Meutya Hafid, Ketua Komisi 1 DPR, telah menyampaikan komitmen untuk segera mengesahkan RUU ini. Hal ini mengingat salah satunya karena adanya ketidakpastian hukum dalam perlindungan data pribadi, yang berakibat kerentanan dalam perlindungan data pribadi dalam semua sektor. 

Wahyudi mengatakan, studi ELSAM (2017) mengidentifikasi setidaknya terdapat 32 undang-undang yang memiliki konten terkait data pribadi, namun sayangnya saling berkontradiksi satu sama lain.

“Perlindungan data pribadi di Indonesia diatur secara sektoral, yang acapkali definisi, ruang lingkup, dan mekanisme perlindungan antara satu sektor dengan sektor lainnya saling berbenturan, yang justru berdampak pada ketidakpastian hukum dalam perlindungan data,” ujarnya.

Wahyudi mengatakan, kehadiran UU Pelindungan Data Pribadi setidaknya akan menjawab sejumlah kebutuhan aktual perlindungan data, mulai dari: kejelasan definisi dan jenis data pribadi; dasar hukum dalam pemrosesan data pribadi; jaminan perlindungan hak-hak dari subjek data; kewajiban dari pengendali dan prosesor data—termasuk pemerintah dan swasta; arus transfer data internasional; otoritas yang berwenang dalam penegakan hukum perlindungan data; hingga mekanisme penyelesaian sengketa jika terjadi kegagalan dalam perlindungan data pribadi.

“Kerangka hukum itulah yang akan menjadi acuan dalam memastikan kedaulatan individu atas data-data mereka, sebagaimana ditegaskan oleh Presiden Jokowi. Sebab, membicarakan kedaulatan tentang data dan ruang siber yang sifatnya nirbatas (cross border), tentu fokus perdebatannya bukan lagi pada diskursus kedaulatan yang sifatnya tradisional (berbasis teritorial dan yurisdiksi), tetapi lebih pada kedaulatan individu sebagai subjek data, melalui penyediaan seperangkat instrumen dan mekanisme hukum untuk memenuhi dan melindungi hak-hak subjek data tersebut,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait