Penyebaran HTI Makin Masif, Deradikalisasi Harus Jadi Gerakan Nasional

Oleh : very - Rabu, 11/03/2020 11:30 WIB

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). (Foto: Tirto.id)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pasca pencabutan legalitas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai organisasi pada tahun 2017, pergerakan HTI diduga malah kian masif. Bahkan, pembubaran tersebut justru menguntungkan HTI.

Seperti dikutip Gatra.com, HTI justru mendapat keuntungan, dapat publikasi gratis pasca pembubaran. “Apalagi pembubaran hanya legalitas organisasi saja, sementara tokoh dan ideologinya makin eksis," kata Analis Intelijen dan Keamanan, Ridlwan Habib, di Jakarta.

Setelah dibubarkan, Ridlwan menyebut wacana Khilafah yang merupakan misi HTI makin mengemuka bahkan mendapatkan banyak pendukung.

“Mereka bisa mengambil floating mass yakni orang Islam yang tidak suka Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Lalu melihat seolah ada pendzaliman, mereka jadi simpatik pada HTI. Walau mereka tidak mengaji di HTI. Hal tersebut dapat dilihat dari wacana dalam Ijtimak Ulama IV yang menegaskan secara tertulis bahwa Khilafah adalah ajaran Islam,” ujar Ridlwan.

Salah satu penyebaran HTI yang kian masif itu misalnya terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Perwakilan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) NTT, Radito membeberkan fakta-fakta penyebaran paham khilafah di daerah tersebut.

Seperti dilansir Liputan6.com, meski sudah dibubarkan, organisasi itu ditengarai tetap menyebarkan paham radikalnya di tengah masyarakat Kota Kupang, termasuk kepada mahasiswa.

Mayoritas pengurus HTI merupakan lulusan sebuah universitas di Kupang dan saat ini diduga sedang merekrut anggota dari kalangan mahasiswa, UMK, Politeknik bahkan tingkat SMA dengan berbagai cara, melalui dakwah dan liqo di media sosial.

Menurut Radito, dibutuhkan peran seluruh eleman masyarakat guna menangkal penyebaran paham khilafah dengan cara tetap menumbuhkan sikap nasionalis berwawasan kebangsaan dan mengajak mahasiswa yang diindikasi terpapar radikalisme menjadi nasionalis dan cinta tanah air.

Pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam mengatakan, pembubaran organisasi HTI mestinya berarti termasuk melarang penyebaran ideologi khilafahisme-nya.

“Organisasi bisa saja ganti rupa dan warna. Ideologi tidak. HTI dalam bentuk ormas, bisa ditiadakan dan akan bermimikri menjadi ormas-ormas dengan nama, bentuk, dan kegiatan-kegiatan lain, tetapi penyebaran ideologi Khilafahisme akan tetap menjadi pesan utama,” ujarnya di Jakarta, Rabu (11/3).

Karena itu, kata Hikam, deradikalisasi bukan hanya ditujukan kepada mereka yang sudah terpapar idelogi radikal belaka, tetapi juga kepada seluruh warganegara dan penyelenggara negara yang belum terpapar. “Ia lebih merupakan sebuah gerakan nasional ketimbang hanya program atau, apalagi, sekedar proyek,” ujarnya.

Salah satu manifestasi deradikalisasi, yakni wacana dan praksis kontra ideologi, yang bisa diibaratkan seperti “imunisasi” agar bangsa Indonesia tak rentan terhadap virus Khilafahisme dan mempunyai kapasitas mendeteksi keberadaannya. Melalui imunisasi, diharapkan bisa menjaga dan membersihkan lingkungan agar virus tersebut tak mudah menyebar dan berjangkit.

Hikam mengatakan, tujuan dari Gerakan Deradikalisasi Nasional (GDN) adalah warganegara dan  penyelenggara negara memiliki pemahaman bahwa ideologi Khilafahisme ala HTI menolak keberadaan NKRI. “Ideologi Khilafahisme ala HTI adalah ancaman eksistensial NKRI. Selanjutnya, dengan pemahaman tersebut, mereka mampu mendeteksi, menolak, dan menanggulangi penyebaran Khilafahisme sedini dan seluas mungkin,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait