Nasional

Menghitung Plus Minus "Lockdown" Corona di Indonesia

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 16/03/2020 10:01 WIB

Presiden Joko Widodo (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Beberapa negara telah menerapkan lockdown atau mengunci alias membatasi akses keluar masuk di wilayah tertentu untuk mencegah sebaran virus corona menyusul pengumuman Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan status COVID-19 sebagai pandemi.

Sebelumnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan status pandemi bagi virus yang [[ertama kali ditemukan di Wuhan China itu. Status pandemi diputuskan karena dampak dan penyebaran virus asal China itu telah berdampak ke seluruh dunia.

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla sepakat Pemerintah Indonesia melakukan "lockdown` karena dinilai cukup efektif. Namun dengan beberapa catatan atau syarat yang harus dipenuhi pemerintah di negeri ini.

Dalam jumpa pers terpisah, pada Jumat petang, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menegaskan pihaknya hanya mempersiapkan protokol, juga mengimbau kepada para pemangku kepentingan--termasuk dunia usaha untuk bersiap atas situasi terburuk.

"Jakarta tidak melakukan lockdown," tegas Anies dalam jumpa pers di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Selatan.

DKI Jakarta telah memutuskan untuk meliburkan sekolah hingga dua pekan ke depan, perguruan-perguruan tinggi yang menerapkan kuliah jarak jauh, hingga Kementerian Pertahanan yang memberlakukan sistem kerja dari rumah.

Jokowi Merasa Tidak Perlu

"Bola liar` terkait perlu dan tidaknya dilakukan lockdown di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah belum akan memutuskan lockdown.

"Belum berpikir ke arah sana," ujar Jokowi dalam jumpa pers di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang, Jumat (13/3) siang.

Jokowi sendiri, pada jumat lalu menyatakan dirinya adalah komandan taskforce penanganan corona. Ia telah menginstruksikan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk terlibat dalam menangani Covid-19.

Dalam jumpa pers Sabtu (14/3) lalu, Kepala BNPB, Doni Monardo, mengimbau kepala daerah agar membentuk gugus tugas untuk percepatan penanganan penyakit akibat virus corona atau Covid-19.

Sebagai ketua gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 yang ditunjuk Presiden Jokowi, Doni mengatakan upaya ini harus segera dilakukan karena virus corona kini berstatus pandemik global sehingga sudah menjadi bencana nonalam.

Proteksi Cincin

Senada dengan Jokowi, Pakar Kesehatan Masyarakat Hasbullah Thabrany pun mengakui kebijakan lockdown terkait corona masih belum perlu dilakukan di Indonesia.

Menurutnya, Jokowi hanya perlu memerintahkan anak buahnya untuk bergerak cepat agar proses penularan virus tersebut tidak menjadi semakin mewabah.

"Jadi tidak perlu gara-gara puluhan orang yang berisiko, kemudian jutaan orang harus menjadi korban [lockdown]," ujar Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu saat dihubungi seperti dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (12/3).

Untuk mencegah corona menjadi wabah di Indonesia, dia mengatakan pemerintah dapat melakukan proteksi cicin atau pemantauan terhadap pihak-pihak di lingkungan sekitar kasus positif Covid-19.

"Jadi yang betul-betul penting adalah pemerintah memantau dan melacak orang-orang yang pernah kontak untuk segera diperiksa atau diisolasi lokal. "Jadi tak perlu reaksi besar sekali," ujar Hasbullah.

Selain itu, ia pun mendorong upaya preventif yang mengedukasi masyarakat sebagai langkah ampuh mencegah penyebaran virus corona.

"Isolasi diri sendiri, `bersedekahlah` untuk mengatakan jangan dekat saya [apabila sedang mengisolasi diri]," katanya.

Kaji Wilayah Terpapar Secara Mendalam

Pakar Kebijakan Publik Zuliansyah, menilai pertimbangan penutupan akses dari wilayah-wilayah terpapar perlu dikaji secara mendalam dan menjadi opsi terakhir.

Tapi, ia mendesak pemerintah Indonesia harus bergerak lebih kencang lagi untuk memastikan mitigasi dan penanggulangan corona di negeri ini efektif.

Menurutnya, selama ini anak buah Jokowi kurang laik dalam memberikan skenario-skenario yang akan dilakukan dalam menangani Covid-19 tersebut.

"Kalau saya lihat, konpers (konferensi pers) dari pak Yuri (Juru Bicara Pemerintan untuk kasus Corona Achmad Yurianto) masih sebatas menjelaskan apa yang sedang ditangani dan diobati," kata Zuliansyah saat dihubungi, Jumat (13/3).

"Menambah kasus sekian, penyakitnya nambah sekian," imbuh pengajar di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia itu.

Zuliansyah menilai pemerintah tidak menjabarkan secara rinci mengenai langkah mitigasi kongkret yang maksimal. Hal itu pun membuat masyarakat bertanya-tanya dan mempercayai informasi dari sumber kedua, seperti media sosial yang belum terkonfirmasi.

"Saya berbicara sebenarnya tentang desain kebijakan pemerintah untuk membawa Indonesia keluar dari sini (Covid-19)," kata Zuliansyah.

"Jadi enggak cuma pemerintah bilang kalau mereka responsif, iya responsifnya bagaimana?" tambahnya.

Ia mengingatkan terkait virus corona itu tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan saja. Banyak aspek yang harus pemerintah siapkan dalam menyikapi penyebaran virus corona seperti pada aspek sosial dan juga ekonomi.

Oleh sebab itu, gambaran petunjuk jelas mengenai arah kebijakan pemerintah perlu segera dibentuk oleh pemerintah, sehingga tidak ada kebijakan yang diambil hanya sekedar `reaksioner` terhadap suatu peristiwa.

Tak Melulu soal Kesehatan

Di satu sisi, peneliti keamanan Bambang Rukminto menyatakan salah satu yang perlu diwaspadai adalah dampak terkait sektor sosial dan ekonomi masyarakat.

Peneliti ISeSS itu mengatakan polisi harus bersiaga mengantisipasi efek domino yang dapat timbul dapat berupa peningkatan angka kriminalitas di kalangan masyarakat.

"Ini yang harus diantisipasi oleh kepolisian. Kewaspadaan akan kejahatan jalanan harus lebih ditingkatkan," katanya saat dihubungi kemarin.

Saat Jokowi mengumumkan pasien positif corona pertama di Indonesia terjadi fenomena pembelian masif atau panic buying--terutama pada masker dan cairan desinfektan.

Sebelumnya, ketika wabah itu mulai merebak dari Wuhan, China, pada Desember tahun lalu pun terjadi kelangkaan dan kenaikan harga masker di pasar.

Walhasil, Jokowi memerintahkan Kapolri untuk menindak tegas para penimbun masker. Selain itu, pemerintah sejauh ini telah menerbitkan lima protokol penanganan Covid-19 terkait dengan penanganan kesehatan, proses komunikasi, kontrol perbatasan, kegiatan belajar mengajar, dan juga tentang transportasi umum dan kemaritiman.

Bambang Rukminto mengaku melihat sejauh ini penggunaan protokol tersebut masih belum menyentuh aspek lain yang turut terdampak. Menurutnya, sejumlah antisipasi tersebut belum menyentuh pada aspek kerawanan sosial yang dapat timbul akibat penyebaran covid-19.

"Kepolisian sebagai penanggung jawab keamanan dalam negeri juga harus mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terkait dengan kerawanan sosial," katanya.

Kini, setelah Jumat lalu, sejumlah wilayah dan institusi pun mulai memberlakukan kebijakannya sendiri terkait antisipasi risiko virus corona.

Solo misalnya yang telah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) setelah dinyatakan ada satu pasien positif Covid-19 yang meninggal di RS Dr Moewardi.*(Rikardo).

Artikel Terkait