Nasional

Analis Intelijen dan Terorisme: Waspada Aksi Teror Menjelang Akhir Tahun

Oleh : very - Rabu, 02/12/2020 15:06 WIB

Stanislaus Riyanta,analis intelijen dan terorisme. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Salah satu momentum favorit bagi kelompok teroris di Indonesia untuk melakukan aksinya adalah saat di akhir tahun, terutama pada saat natal dan tahun baru.

Demikian diungkapkan analis intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta, melalui siaran pers, di Jakarta, Rabu (2/12).

Alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia itu mengatakan, kelompok teroris di Indonesia saat ini yang eksis adalah kelompok yang berafiliasi dengan ISIS seperti JAD dan MIT, dan kelompok yang berafiliasi dengan AL Qaeda seperti Al-Jamaah Al-Islamiyyah (JI) yang sebelumnya sempat surut dan sekarang mulai bangkit lagi.

“Aksi teror oleh kelompok Mujahidi Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora di Sigi Sulteng (27/11/2020) terhadap 4 orang masyarakat sekaligus terhadap rumah yang dijadikan tempat ibadah jemaah Bala Kesalamatan menunjukkan kelompok teror menggeliat dan beraksi,” ujarnya.

Dia mengatakan, kelompok MIT berafiliasi terhadap ISIS. Jumlah anggota kombatannya sekitar 11 orang dengan 2-3 senjata laras panjang. Namun dengan penguasaan medan di hutan Poso, Sigi dan Parigi Moutong yang sangat luas dan lebat, serta adanya dukungan dari simpatisan maka kelompok ini masih terus eksis, meskipun anggotanya terus menyusut karena tekanan dari Satgas Tinombala.

Dalam beberapa bulan terakhir, kata Stanislaus yang sedang menempuh pendidikan S3 di UI ini, menggeliatnya kelompok teroris JI terbukti dengan tertangkapnya para aktivisnya hingga tokoh penting yang ahli dalam pembuatan bom Upik Lawanga. Dedengkot JI yang telah buron selama 14 tahun tersebut berhasil di tangkap oleh Densus-88 pada 23 November 2020 di Lampung Tengah. Barang bukti yang diperoleh dalam penangkapan tersebut termasuk senjata api dan barang-barang lain yang berbahaya. Penerus Dr Azhari karena mempunyai keahlian membuat bom ini termasuk tokoh sangat penting dalam gerakan JI.

Catatan lain terkait dengan aktifitas kelompok JI dalam beberapa bulan terakhir antara lain, katanya, yaitu penangkapan empat anggota jaringan teroris JI di Bekasi pada Minggu (4/10/2020) dengan inisial MN, MTA, NMMK, dan IG. Pada Jumat-Sabtu (6-7/11/2020) empat terduga teroris jaringan JI ditangkap Densus 88 di Lampung. Mereka yang ditangkap merupakan jaringan kelompok Imarrudin asal Banten di bawah Para Wijayanto yang sudah tertangkap. Kelompok ini sudah siap melakukan aksi di beberapa kota di Jawa.

Di Banten, Densus 88 membekuk petinggi JI bernama AZ alias Ahyar yang merupakan ketua Qoid Qodimah (pimpinan tingkat kabupaten) JI pada Minggu (8/11/2020) di Rangkasbitung Lebak Banten. Selanjutnya pada Rabu (18/11/2020) Densus 88 menangkap jaringan JI berinisial AYR. di Bogor. Di Klaten (13/11/2020), terduga teroris dengan inisial S alias AS ditangkap Densus 88. S alias AS adalah kandidat amir JI pasca Para Wijayanto tertangkap pada 2019. Pada Senin (30/11/2020) Densus 88 juga menangkap seorang yang terlibat jaringan JI di Palembang.

Rangkaian penangkapan jaringan teror JI yang berafiliasi dengan AL Qaeda dan aksi teror di Sigi oleh kelompok MIT yang berafiliasi dengan ISIS itu, katanya,  menunjukkan bahwa potensi terorisme saat ini menguat.

“Berbagai rangkaian penangkapan akan memicu aksi balasan dan kebutuhan eksistensi. Kelompok teroris tidak mau dianggap lemah atau kalah, sehingga mereka akan melakukan aksi pasca kelompoknya mendapat tekanan. Eksistensi ini biasanya diwujudkan dengan aksi-aksi teror yang tentu akan menjadi pemberitaan sehingga terfasilitasi kebutuhan untuk propagandanya,” ujarnya.

Aksi kelompok MIT di Sigi, menurut Stanislaus, juga dimungkinkan sebagai kebutuhan eksistensi pasca dua anggotanya ditembak oleh Satgas Tinombala di Kabupaten Parigi Moutong pertengahan November 2020. Selain memang kebutuhan untuk memperoleh logistik dari masyarakat dengan cara kekerasan, maka aksi di Sigi dapat dinilai sebagai aksi untuk memenuhi kebutuhan eksistensi, balas dendam dan operasi logistik dari kelompok MIT Ali Kalora.

Stanislaus mengatakan, daftar aksi teror yang terjadi menjelang natal hingga tahun baru sudah cukup panjang, begitu juga jumlah korbannya. Hal ini menunjukkan bahwa momentum natal dan tahun baru merupakan salah satu waktu favorit bagi kelompok teroris di Indonesia untuk beraksi.

Diperkuat dengan fenomena akhir-akhir ini yang terjadi seperti rangkaian penangkapan kelompok teroris JI yang mulai bangkit kembali setelah surut beberapa lama pasca kematian Osama Bin Laden, dan aksi teror yang dilakukan oleh kelompok MIT di Sulteng menunjukkan bahwa perlu kewaspadaan terkait ancaman terorisme pada akhir tahun ini.

Dikatakannya, berbagai motif yang bisa muncul dari kelompok radikal terorisme untuk melakukan aksi pada akhir tahun antara lain motif eksistensi dan balas dendam atas rangkaian penangkapan, selain itu didorong dengan kuat oleh ideologi yang mereka anut dengan cara kekerasan sebagai salah satu jalan untuk mencapai tujuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ancaman teror pada akhir tahun ini tidak bisa disepelekan lagi.

Untuk mencegah terjadinya aksi teror di akhir tahun ini maka kerja keras dari aparat keamanan terutama dari Densus 88 dan intelijen mutlak diperlukan.

“Selain itu peran serta masyarakat untuk pro aktif melakukan deteksi dini lingkungan masing-masing terutama jika terdapat orang atau kelompok yang patut dicurigai sangat dibutuhkan,” katanya.

Terorisme dapat dideteksi dan dicegah jika terjadi kekompakan aparat keamanan, pemerintah, dan masyarakat. “Jika muncul ketidakpedulian bahkan pembiaran maka hal tersebut justru menjadi celah bagi kelompok teror untuk dimanfaatkan sebagai pintu masuk ancaman menjadi nyata,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait