Opini

PLTN: Solusi Bauran Energi Bersih Non Intermittent

Oleh : very - Jum'at, 16/04/2021 12:59 WIB

Agus Puji Prasetyono. (Foto: Ist)

PLTN: Solusi Bauran Energi Bersih Non Intermittent

Dr. Ir. Agus Puji Prasetyono, M.Eng.,IPU. *)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Transisi energi merupakan tahap yang tidak dapat dielakkan dalam perkembangan dan pemanfaatan energy di Indonesia saat ini, dan telah menjadi bagian dari upaya mencapai pertumbuhan ekonomi, berkelanjutan, sekaligus mendukung upaya percepatan pencapaian target bauran energy. Berkenaan dengan itu, pemanfaatan Energi baru dan Terbarukan (EBT) dan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca secara maksimal perlu segera dilaksanakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing pasca pandemi Covid-19. Sehingga keberadaan EBT dan energi ramah lingkungan sebagai “factor penentu” tercapainya bauran energy, tingkat rasio elektrifikasi,

pertumbuhan ekonomi serta pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia perlu ditingkatkan. Karena itu percepatan pengembangan EBT dan energy ramah lingkungan untuk mencapai target ambisius bauran energi tahun 2025 dan 2050 terus diupayakan melalui berbagai kebijakan.  

Pemerintah berupaya keras merealisasi penciptaan pasar EBT yang kompetitif, antara lain mencgembangkan Flores Geothermal Island sebagai upaya melakukan sinergi BUMN untuk percepatan pengembangan panas bumi, dan pengembangan klaster ekonomi berbasis sumber daya setempat dengan pembangkit listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dikembangkan melalui pemanfaatan bendungan sebagai penggerak turbin untuk pembangkit. Sesuai besarnya telah dikembangkan berbagai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di berbagai lokasi. Sementara itu, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dilakukan dilakukan untuk mengembangkan klaster PLTS/PLT Hybrid untuk ekonomi berbasis sumber daya local. Selain itu PLTS dimanfaatkan juga untuk pengembangan green dan smart building, pemenuhan energy di lahan-lahan pertanian dan perikanan, serta pengembangan ecotourism. Pemerintah juga berupaya meningkatkan akses energi kepada masyarakat langsung melalui pemanfaatan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), Peneran6gan jalan umum Tenaga Surya (PJU TS), Biogas Komunal, dan PLTS atap. 

Sedangkan bahan bakar nabati dilaksanakan untuk mencapai target mandatori B20 dan B30 serta pengembangan Green Biofuel oleh beberapa BUMN energy. Peningkatan pemanfaatan Bioenergi dilakukan melalui berbagai upaya antara lain: (a) konversi PLTD (Diesel) eksisting menjadi PLTBn CPO (Bahan Bakar Nabati Crude Palm Oil); (b) Pembangkit Captive Power menjual kelebihan listrik kepada PLN dengan skema Excess Power; (c) Co-firing dengan Biomassa pada exsisting PLTU; (d) Pengembangan PLT Biomassa skala kecil di wilayah

Indonesia Timur secara masif; (e) Pengembangan hutan tanaman energi dan pemanfaatan lahan-lahan sub optimal untuk biomassa melalui kerjasama dengan instansi terkait seperti KLHK, K/L dan Pemda; (f) Pemanfaatan limbah agro industri untuk pembangkit listrik; (g) Pengembangan PLTSa (sampah)

Tak bisa dipungkiri bahwa upaya pemerintah tersebut telah menghasilkan capaian bauran energy yang signifikan meskipun belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan energy bagi industry yang memerlukan energy dengan karakteristik stabil, kapasitas besar, handal, dan murah. Energi yang dihasilkan dari EBT selama ini memang memiliki sifat fluktuatif dan intermittent, disamping kapasitas yang dapat dihasilkan dari EBT masih jauh dari target sebesar 23% pada tahun 2025 dan 25% pada tahun 2050. Sementara itu industry memerlukan energi yang bersifat non intermittent dan tidak fluktuatif,  sangat diperlukan dalam memenuhi target EBT dalam bauran energy Nasional.

PLTN: sebagai Pemenuhan Kebutuhan Energi non-Intermittent.

Begitu banyak negara-negara berkembang saat ini “tidak” lagi melihat “ledakan” yang terjadi pada reaktor Chernobyl atau Fukushima sebagai “ilusi” atas “ketidak-amanan” dalam memanfaatkan energi nuklir, namun sebagai fakta ilmiah (knowledge of truth) yang di adopsi ke dalam kebijakan ketenaganukliran yang signifikan, penting, dan akurat. Sistem keamanan yang sangat tinggi telah mengubah image PLTN menjadi pembangkit yang bersifat long lifetime of power generation (mampu beroperasi dalam jangka waktu yang sangat lama).

Let say clearly bahwa saat ini “mungkin” adalah waktu yang tepat bagi Indonesia untuk memanfaatkan energi nuklir dalam mendukung seluruh aktivitas ekonomi terhadap laju peningkatan masif produktivitas pada sektor industri pertambangan, pertanian, ekonomi kreatif dan kelautan, agar dapat menciptakan standar hidup rata-rata yang lebih tinggi bagi rakyat. Kebutuhan pasokan listrik yang stabil tersebut hanya dapat dihasilkan hanya melalui pasokan energi nuklir yang berasal dari fissile (serpihan) uranium, yang berpotensi sebagai pengganti sebagian besar (jika tidak semua) bahan bakar fosil. Bayangkan satu gram uranium setara dengan dua ton batubara.

Long Life-time of Power Generation dapat di-anologikan sebagai pembangkit untuk "pemenuhan kebutuhan energy saat ini tanpa mengorbankan potensi energi generasi mendatang".  Ini menegaskan bahwa energy nuklir memiliki peluang tertinggi dalam memenuhi bauran energy 2050, bahkan karakterisitiknya yang ramah lingkungan, ekonomis, aman dan dapat terdistribusi dengan handal dan konstan “mengalahkan” EBT yang “tidak-kontinyu” terhadap waktu. Sehingga ketika hanya energi terbarukan yang ada saat ini di Indonesia di-aplikasikan untuk memenuhi kebutuhan industry, masyarakat dan komersial, maka EBT tidak akan bisa memenuhi semua kriteria sebagai Energi non intermittent.

Beberapa Negara berkembang saat ini “sedang-berlangsung” usaha meningkatkan pemanfaatan EBT sebagai supply utama energi listrik mereka. Hal ini dipicu adanya perjanjian Paris yang membatasi pemanfaatan energy fosil akibat emisi gas rumah kaca yang ditimbulkannya. Namun demikian formula kebijakan tersebut tidak berjalan dengan baik, karena terdapat “kelemahan” yang sampai saat ini belum ada solusinya, yaitu antara lain sifatnya yang “fluktuatif-intermittent”. Karena sifatnya yang fluktuatif ini maka biasanya beberapa pembangkit EBT dioperasikan secara hybrid, yaitu: jika (1) PLTS akan mencapai puncaknya di siang hari, sehingga (2) PLTD (Diesel/Gas) dipergunakan untuk membantu lonjakan permintaan listrik pada malam hari, namun offset (tidak cukup), sehingga (3) listrik dari PLTB (Angin) dipergunakan, namun biasanya juga tidak cukup untuk dapat mengimbangi PLTG. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa diperlukan sumber energi baru “besar” dan stabil untuk mendekarbonisasi dan dapat dipergunakan untuk menjaga “stabilitas pasokan” pada pembangkit intermittent, opsi pemanfaatan PLTN kemudian dipergunakan sebagai kombinasi untuk mengisi “gap” intermittent tersebut dikarenakan sifatnya nuklir lebih stabil dan berkelanjutan.  

Di Indonesia, biaya mengatasi fluktuasi energy yang bersifat intermittent masih menjadi “kendala” dalam pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan. Meskipun PLTS dapat men-supply sebagian besar permintaan listrik di siang hari, namun energi dari PLTS “tidak” dapat mengimbangi penggunaan energi pada malam hari. Ketika produksi listrik dari PLTS menurun, PLN harus menyediakan cadangan listrik yang dapat dipasok dengan cepat. Saat ini, pembangkit yang dapat memasok listrik dengan cepat masih berasal dari pembangkit listrik tenaga Uap/gas (PLTGU). Oleh karena itu hingga saat ini PLN masih mengupayakan solusi lain yang dapat diaplikasikan untuk menghadapi sifat intermittent pembangkit EBT ini. Bahkan sifat intermittent ini mempengaruhi umur pakai pembangkit, yaitu ketika PLTGU dipergunakan untuk menutup sifat intermittent ini, maka PLTGU harus hidup dan mati secara berkala, sehingga mengakibatkan kemungkinan tingkat kerusakan yang tinggi.

Fakta empiris mendemonstrasikan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklirlah yang dapat menjadi solusi kebutuhan energi non intermittent, karena sensitivitasnya terhadap kenaikan biaya bahan bakar sangatlah kecil dan stabil, selain itu pemanfaatan energi nuklir tidak terbatas pada pembangkitan listrik, tetapi juga dapat digunakan untuk tugas-tugas penting lainnya seperti desalinasi, memproduksi hidrogen, menghasilkan panas yang dapat dialirkan untuk mendukung proses pemanasan ruang pada aplikasi pemanas di sektor industri serta sebagai ekstraksi karbon dari CO2 untuk digabungkan dengan hidrogen. Banyak dari aplikasi energi nuklir alternatif ini dapat berpadu dengan sangat baik dengan pembangkitan energi listrik di mana reaktor dapat dioperasikan secara kontinyu dengan daya penuh, melalui pengalokasian jumlah panas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan beban listrik dan sisanya kemudian dapat dipergunakan untuk memproduksi air tawar, hidrogen atau menghasilkan uap untuk mendukung proses industri.

Oleh karena itu, banyak Negara berkembang di dunia kini beralih menggunakan PLTN untuk mengatasi kekurangan air bersih, sehingga kebutuhan akan air bersih dapat ditingkatkan dengan cara desalinasi berbasis energi nuklir di wilayah pesisir untuk dapat memenuhi kebutuhan air melalui pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai pemasok utama energi yang kemudian dipergunakan untuk memompa air bersih dari daerah-daerah yang berlebih ke daerah-daerah yang kekurangan.

Strategi Pemanfataan PLTN sebagai Energi non Intermittent

  1. Merevisi KEN dan RUEN dari yang tercantum bahwa PLTN sebagai pilihan terakhir menjadi PLTN sebagai pilihan potensial atau pilihan yang dapat diperhitungkan. Hal ini karena semakin langkanya bahan bakar Fosil untuk pembangkit listrik serta emisi Gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses pembakaran pembangkit fosil. Sementara itu banyak keuntungan jika menggunakan PLTN antara lain: (a) selama operasi normal, PLTN tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca, emisi CO2 hanya keluar ketika generator diesel darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas; (b) PLTN tidak mencemari udara , artinya tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon monoksida, sulfur-dioxide, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate atau asap berbahaya; (c) PLTN sedikit menghasilkan limbah padat selama operasi berjalan normal; (d) Biaya bahan bakar PLTN rendah - hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan (3%); (e) Ketersedian bahan bakar untuk PLTN melimpah, karena sangat sedikit bahan bakar yang diperlukan.
  2. Mendorong terbentuknya Kelembagaan Khusus penyiapan Pembangunan PLTN yang bertugas untuk melaksanakan implementasi pembangunan PLTN. Lembaga ini bersifat lintas sektor yang anggotanya terdiri dari  kalangan Pemerintah, Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang serta Masyarakat, dibentuk melalui keputusan  Presiden dan  diperkuat dengan Undang-Undang.
  3. Memasukkan PLTN sebagai bagian dari Bauran Energi 2025 dan 2050. Hingga saat ini bauran energy yang tersurat dalam KEN dan RUEN belum memasukkan PLTN sebagai salah satu jenis Energi untuk mendukung tercapainya target bauran energy rahun 2025 dan 2050. Jika scenario ini dilakukan maka mengejar energy bersih 4bebas emisi gas rumah kaca yang disyaratkan dalam Paris Agreement dapat dicapai dengan mudah.
  4. Penyiapan SDM Nuklir yang memiliki jumlahyang cukup dan Kapasitas tinggi perlu dilakukan melalui pengkaderan, training, termasuk pendidikan gelar baik dalam maupun luar negeri. Hal ini dilakukan sebagai persiapan agar PLTN yang akan dibangun secara bertahap nantinya dapat dirancang, diinovasi dan dibangun secara mandiri oleh para innovator Indonesia.
  5. Menghimpun kekuatan Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang dibidang Riset ketenaganukliran, akuisisi Teknologi dan peningkatan TKDN perlu dilakukan agar sebesar-besarnya bahan baku untuk pembangunan PLTN, teknologi, dan system dapat disiapkan secara mandiri di dalam negeri.
  6. Meningkatkan partisipasi Pemangku kepentingan, Demand Energy dan Kesiapan infrastruktur, melalui kolaborasi sinergis. Membangun Pembangkit pada akhirnya harus bisa menjual energy listrik yang dihasilkan. Karena itu komitmen untuk mensupply dan memanfaatkan energy harus dapat dilakukan secara seimbang.
  7. Sosialisasi terstruktur PLTN kepada berbagai kalangan Masyarakat. Bahwa sebagian masyarakat sampai saat ini belum memahami ketenaga nukliran secara lengkap. Melainkan hanya mengetahui bahwa tenaga nuklir merupakan jenis energi yang berbahaya karena dapat meledak dan menghancurkan seperti Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki. Hal itu perlu diluruskan dengan memberi pemahaman yang benar tentang PLTN.

Implikasi

Jika PLTN dapat menjadi solusi dalam bauran energy non intermittent, maka implikasi yang akan terjadi adalah: (a) Meningkatnya ketersediaan, akses dan harga energi yang murah memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian nasional, daya saing, dan bertumbuhnya industri efisien; (b) Tercapainya rasio elektrifikasi, yang secara langsung meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat dan pendidikan, pada akhirnya berdampak pada tingkat kesejahteraan dan kehidupan social; (c) Tercapainya bauran energy bersih yang memenuhi ketentuan Paris Agreement sehingga memungkinkan meningkatnya aktivitas pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan; (d) Terwujudnya ketahanan dan kemandirian energi yang mampu memaksimalkan akses masyarakat terhadap ketersediaan dan pemanfaatan energy untuk kebutuhan ekonomi; (e) Meningkatnya kemitraan strategis antara perusahaan energy dan industri domestik dan internasional secara bilateral atau multilateral yang saling menguntungkan  di sektor energy dan industry; Dengan ketahanan energy yang tinggi maka perusahaan energy atau perusahaan yang memanfaatkan energi domestik dapat "go intemationaf` bersaing dalam pasar global.

*) Penulis adalah anggota Dewan Energi Nasional Periode 2020-2025, dan Sebagai Dosen Senior pada Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta.

 

Artikel Terkait