Nasional

Mahfud MD Beri Penjelasan Usai Pernyataannya Tuai Reaksi Negatif di SosMed

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 03/05/2021 17:45 WIB

Menkopulkam Mahfud MD (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang meminta masyarakat tidak sepenuhnya kecewa kepada pemerintahan yang dinilainya koruptif dan oligarki mendapat tanggapan negatif di media sosial.

Merespon hal tersebut, Mahfud menjelaskan bahwa dalam pernyataan ia berbicara dua hal yang berbeda yang tak punya hubungan kausalitas.

"Saya berbicara itu didengar oleh Saiful Mujani, Faisal Basri, dan Halim Alamsyah sebagai narsum webinar "Demokrasi dan Ekonomi". Juga didengar oleh ratusan peserta webinar. Saya yang membuka webinar itu. Terlalu amat bodohlah kalau saya bilang begitu," kata Mahfud MD dalam keterangan tertulis kepada Indonews.id, Senin (3/5/21).

Ia merenangkan bahwa inti pembicaraannya itu adalah terkait demokrasi di Indonesia yang dianggap sudah kebablasen, sehingga melahirkan banyak korupsi. Ini harus diperbaiki sebagai bagian dari upaya melawan korupsi.

Di Indonesia, tambah Mahfud, korupsi sudah meluas ke berbagai lini bahkan sampai ada yang mengatakan bahwa itu disebabkan oleh demokrasi kita yang kebablasan. Korupsi dibangun melalui jalan demokrasi alias menggunakan mekanisme demokrasi.

"Mari kita sehatkan demokrasi agar bisa mempercepat kemajuan ekonomi. Jangan seperti sekarang, demokrasinya membuat korupsi terjadi di berbagai lini. Korupsi sekarang dapat dikatakan dibangun melalui proses dan cara yang demokratis. ltu rasanya membuat kita sesak dan hampir putus asa," terang Mahfud MD.

Kedua, Mahfud mengatakan bahwa kita tak perlu terlalu kecewa dan putus asa, kita harus terus berjuang melawan korupsi.

"Tapi kita tak perlu terlalu kecewa. Jangan putus asa, kita harus terus berjuang, melawan korupsi dan menyehatkan demokrasi," pungkasnya.

Alasannya, karena negara kita merdeka, maka negara kita mengalami kemajuan dalam jumlah turunnya angka kemiskinan secara konsisten dari waktu ke waktu.

Ia mencontohkan, tahun 1966 saat Bung Karno turun, angka kemiskinan tersisa 54% dari sebelum merdeka yang mungkin lebih dari 99%. Saat Soeharto jatuh tahun 1998, angka kemiskinan tersisa 18%.

Kemudian pada era reformasi setelah melalui Presiden Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY (1998-2014) jumlah orang miskin turun lagi tinggal 11,9%.

Pada akhir pemerintahan Jokowi I (2019) turun lagi tinggal 9.1% dan tahun 2020 naik karena ada pandemi covid-19 menjadi 9,7°/o, seperti yang terjadi di seluruh dunia.

"Jadi karena kita punya negara merdeka, maka kita bisa menurunkan jumlah orang miskin dari waktu ke waktu, meskipun banyak korupsinya; apalagi kalau tidak ada korupsi. ITUm," tegas Mahfud MD.

Dengan tegas Mahfud menggarisbawahi bahwa inti pernytaannya itu berbicara dua hal yang berbeda yang tak punya hubungan kausalitas.

"Pertama, demokrasi kita dianggap sudah kebablasen sehingga melahirkan banyak korupsi. lni harus diperbaiki sebagai bagian dari upaya melawan korupsi. TITIK" tukasnya.

Kedua, karena negara kita merdeka maka angka kemiskinan turun secara konsisten dari waktu ke waktu.

Meski banyak korupsi, berkah kemerdekaan itu telah menurunkan angka kemiskinan secara konsisten dari waktu ke waktu, apalagi jika tidak ada korupsi. Banyaknya korupsi itu fakta, turunnya angka kemiskinan itu fakta lain yang tak ada hubungan kausalitas. Dimana salenconya," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Menko Polhukam, Mahfud MD, melontarkan pernyataan yang meminta masyarakat untuk tidak terlalu kecewa dengan pemerintahan yang koruptif.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan bahwa di balik tindakan koruptif tersebut, ada sejumlah kemajuan yang telah dicapai oleh negara dan tidak bisa dipungkiri.

Salah satunya adalah tingkat kemiskinan yang menuturnya semakin menurun di setiap pergantian era pemerintahan.

Mahfud MD mengatakan, tingkat kemiskinan pada era pemerintahan SBY sempat mencapai angka yang tinggi yakni mencapai 11,9 persen.

Akan tetapi, angka ini berhasil ditekan di era Presiden Jokowi , sehingga tingkat kemiskinan menurun hingga 9,1 persen.

Kendati memang, lanjut Mahfud MD, tingkat kemiskinan kembali naik di periode kedua pemerintahan Jokowi, lantaran Indonesia dilanda oleh pandemi Covid-19.

"Artinya ada kemajuan meski banyak korupsinya. Indonesia ini kaya raya. Meski jika dikelola secara koruptif, itu manfaatnya tetap banyak oleh rakyat. Apalagi jika dikelolanya nanti secara bersih dari korupsi," ujar Mahfud MD.*

Artikel Terkait