Opini

Mengenal HIV dan AIDS (Sebuah Percobaan)

Oleh : indonews - Rabu, 22/09/2021 15:20 WIB

Warga Labuan Bajo, Manggarai Barat, Sil Joni.(Foto:Istimewa)

Oleh: Sil Joni*

INDONEWS.ID - Boleh jadi, kita sering mendengar, membaca atau menyebut HIV dan AIDS dalam pelbagai kesempatan. Kendati dua singkatan itu kerap dibicarakan, tidak berarti bahwa kita `memahami` kandungan maknanya secara baik. Ada kesan, seolah-olah antara HIV dan AIDS itu, memiliki arti yang sama.

Selain itu, masih ada semacam `kesalahpahaman` soal cara penularan HIV yang berdampak pada timbulnya stigma dan perlakuan diskriminatif terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA). lalu, yang tidak kalah penting adalah pengetahuan cara mengobati HIV dan bagaimana cara mencegah penularannya.

Tulisan ini coba menyajikan semacam `perkenalan sekilas` terkait definisi HIV/AIDS, cara penularan, pengobatan, dan langkah preventifnya. Dengan itu, kita mendapat gambaran yang relatif utuh terhadap `penyakit` yang belum ditemukan obat penyembuhannya itu.

HIV dan AIDS: Apa Itu?

HIV adalah singkatan dari "Human Immunodeficiency Virus". Terjemahan bebasnya adalah virus yang bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia.

Virus itu biasanya menyerang `sel darah putih` sebagai benteng utama pertahanan kesehatan fisik manusia. Ketika `benteng itu roboh atau jebol", maka cepat atau lambat, manusia pasti `terkulai alias mati`.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang kalau diterjemahkan berarti `kumpulan beberapa gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh. Ketika sistem imunitas runtuh, maka pelbagai penyakit begitu mudah menyerang tubuh seseorang.

Dari definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa ada relasi kausalitas antara HIV dan AIDS. HIV merupakan virus penyebab munculnya AIDS. HIV sejatinya berujung pada kasus AIDS. Kendati demikian, orang yang terinfeksi HIV tidak serta merta divonis sudah mengidap AIDS. Mengapa? AIDS adalah `efek`.

Karena itu, dalam pendataan, baik yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, maupun Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA), kolom kasus HIV selalu terpisah dengan kasus AIDS. Intinya HIV merupakan virus penyebab jebolnya pertahanan imunitas manusia yang mengakibatkan seseorang mudah terserang aneka penyakit. Itu berati AIDS itu bukan `sejenis penyakit`, tetapi kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Pertanyaannya adalah siapa yang bisa `tertular HIV`? Harus diakui bahwa kondisi fisik yang atletis dan berotot tidak menjadi garansi kebal terhadap Infeksi HIV. Dengan perkataan lain, penampilan luar bukan jaminan kita `bebas dari HIV`. Siapa pun bisa tertular HIV jika perilakunya berisiko atau tak terkontrol.

Tidak ada gejala yang spesifik untuk memastikan bahwa seseorang sudah terinfeksi HIV. Orang yang HIV sering terlihat sehat dan bugar. Tentu, kondisi semacam ini bisa `mengecoh` pribadi yang bersangkutan. Karena itu, untuk memastikan apakah seseorang terpapar HIV adalah mengikuti tes secara medis-klinis. Jika belum melakukan tes HIV, orang yang positif HIV tidak tahu bahwa dirinya sudah tertular HIV dan dapat menularkan HIV itu kepada orang lain.

Cara/Instrumen Penularan
Saya berpikir, informasi atau pengetahuan tentang cara atau metode penularan HIV itu sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman yang berimplikasi pada stigma dan perilaku negatif bagi ODHA. Dalam kenyataannya, masih ada informasi keliru yang sudah terlanjur diyakini oleh sebagian orang tentang cara penularan HIV tersebut.

Pihak otoritas kesehatan menjelaskan, setidaknya tiga medium yang bisa menularkan HIV kepada orang lain. Pertama, HIV dapat ditularkan melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian, bekas pakai, dan tidak steril. Tentu, pengandaian dasarnya adalah pengguna sebelumnya sudah terpapar HIV.

Kedua, HIV, terutama disebabkan oleh hubungan seks berganti-ganti pasangan. Ketika pasangan seks kita terinfeksi HIV, maka secara otomatis kita yang menjadi partner seksnya, terular HIV jika tidak menggunakan `alat pengaman` seperti kondom dalam menjalankan aktivitas senggama.

Ketiga, HIV bisa ditularkan melalui ibu ke bayi melalui proses hamil, melahirkan, dan menyusui. Jika seorang ibu hamil positif HIV, maka secara otomatis sang bayi pun pasti tertular HIV.

Pada sisi yang lain, HIV tidak ditularkan melalui gigitan nyamuk, keringat, sentuhan, pelukan, dan ciuman. Saya pikir informasi semacam ini sangat vital agar tidak terjadi semacam `pembedaan perlakuan` terhadap para penderita HIV dan AIDS. Berjabat tangan, berpelukan, dan bahkan berciuman dengan ODHA, sama sekali bukan sebuah problem yang serius dan ditakuti.

HIV juga tidak terpapar melalui batuk atau bersin. Tidak perlu `menghindar` ketika bersua dengan ODHA. Bahkan, kita boleh berenang bersama, berbagai makanan atau menggunakan alat makan secara bersama dan memakai toilet secara bergantian. Hal-hal semacam ini, sama sekali tidak dilarang.

Pengobatan
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa status HIV hanya dapat diketahui melalui tes HIV secara sukarela. Tes HIV merupakan pengambilan darah dan pemeriksaan laboratorium disertai konseling pre dan pasca tes. Tentu saja, tes dan konseling itu dilakukan dengan mengedepankan prinsip tanpa paksaan, rahasia, tidak membeda-bedakan dan terjamin kualitasnya.

Sampai detik ini, dunia medis belum menemukan `obat` untuk mematikan daya aktif dari HIV itu sendiri. Dengan kata lain, belum ada obat yang efektif untuk mengatasi problem HIV secara tuntas.

Kendati demikian, dunia kedokteran merekomendasikan penggunaan obat Anti Retro Viral (ARV) bagi para ODHA. Tujuan utama pengobatan dengan ARV ini, bukan untuk menyembuhkan ODHA, tetapi mengendalikan pertumbuhan jumlah HIV dan meningkatkan daya tahan tubuh untuk memperpanjang usia hidup ODHA. HIV tidak bisa hilang dari tubuh dengan obat ARV.

Sangat dianjurkan agar ODHA secara rutin (pada jam tertentu) mengonsumsi obat ARV ini setiap hari. Artinya, ODHA mesti minum obat ARV seumur hidup. Pemerintah Provinsi NTT sudah menyediakan Rumah Sakit dan Puskesmas rujukan untuk mendapatkan pengobatan ARV secara gratis bagi para ODHA.

Tindak Pencegahan
Setelah kita mengetahui bagaimana HIV itu menyebar, maka mungkin prinsip `mencegah lebih baik dari pada mengobati`, diterapkan secara konsisten. HIV itu sangat berkaitan dengan perilaku. Untuk itu, sebenarnya HIV dan AIDS itu bisa dicegah dan dihindari.

Beberapa langkah pencegahan berikut sangat baik untuk kita perhatikan dengan serius. Pertama, tidak boleh melakukan hubungan seks yang berisiko. Itu berarti kita dituntut untuk tetap setia pada pasangan seumur hidup.

Kedua, tidak boleh menggunakan jarum suntik secara bergantian, bekas pakai, dan tidak steril. Pastikan bahwa jarum yang digunakan untuk menginjeksi pasien atau untuk kepentingan tato, harus benar-benar steril.

Ketiga, berkaitan dengan poin dua di atas, sebaiknya kita tidak boleh menggunakan narkoba suntik. Penggunaan narkoba melalui suntikan, selain membawa efek yang buruk bagi tubuh, juga sangat riskan `terkena HIV`.

Keempat, jika memang hasrat untuk `berhubungan seks` dengan pasangan yang berisiko tidak bisa dibendung, maka sebaiknya selalu menggunakan kondom. Seruan untuk menggunakan kondom ini tidak bisa ditafsir sebagai semacam upaya `membenarkan` berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, tetapi semata-mata demi `menyelematkan kehidupan` par excellence.

Tentu masih banyak hal yang perlu digali dan didiseminasikan dalam ruang publik terkait dengan isu HIV dan AIDS ini. Saya hanya menyuguhkan beberapa informasi vital yang dikemas secara ringkas.

Tujuannya adalah kita mendapat pasokan informasi yang benar dalam menjaga diri agar `tidak terinfeksi HIV dan AIDS`, sekaligus memiliki persepsi yang benar terkait ODHA sehingga segala bentuk stigma dan perilaku negatif terhadap ODHA, bisa diminimalisasi bahkan dihilangkan.

*Penulis adalah warga Labuan Bajo.

Artikel Terkait