Opini

Wakil Kepala Pemerintahan

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 07/03/2022 08:19 WIB

Djohermansyah Djohan (Guru Besar IPDN, Dirjen Otda 2010-2014, Pendiri Institut Otda)

Djohermansyah Djohan (Guru Besar IPDN, Dirjen Otda 2010-2014, Pendiri Institut Otda)

Jakarta, INDONEWS.ID - Sistem rekrutmen wakil kepala pemerintahan kita sudah salah kaprah. Khususnya di tingkat pemerintahan daerah. Sehingga pecah kongsi kepala daerah dan wakilnya terjadi di mana-mana.

Malahan, ada yang sejak pelantikan sudah "marahan". Jumlahnya pecah kongsi menurut data Dagri mencapai 94 %. Jadi, 6 % saja pasangan yang awet hingga maju kembali ke periode kedua.

Model pemilihan berpasangan pangkal balanya. Pasangan dijodohkan last minute waktu mau pendaftaran di KPU. Mereka tidak saling tahu. Mereka bahkan berbeda aliran ideologi, politik dan pemikiran.

Jelas sekali model berpasangan ini menyalahi pakem dasar pemerintahan. Wakil itu adalah pembantu kepala pemerintahan.
"Disuruh dia pergi. Distop dia berhenti".

Dia teman yang loyal dalam menjalankan urusan pemerintahan.
Memudahkan kepala pemerintahan dalam menjalankan tugas. Bukan bikin susah. Kehadirannya akan menguatkan kepemimpinan kepala pemerintahan. Bukan malah melemahkan.

Karena itu, sebelum pilkada serentak nasional digelar 27 Nopember 2024, mumpung masih ada waktu cukup lama, hendaknya pembuat kebijakan mengganti model berpasangan itu dengan model pemilihan tunggal (mono eksekutif) melalui revisi terbatas UU Pilkada No 10 Tahun 2016.

Gubernur, Bupati, dan Wali Kota saja yang dipilih. Wakilnya diangkat oleh kepala daerah terpilih dengan jumlah sesuai kebutuhan daerah.
Daerah kecil, tidak perlu wakil.
Daerah sedang, satu wakil. Daerah besar boleh punya lebih dari satu wakil. Dari mana mereka diambil? Bisa dari ASN dan atau non-ASN.

Model itu paling cocok dengan local wisdom kita. Tidak boleh ada "matahari kembar", dan di dalam satu kapal hanya boleh ada satu nakhoda.*

Artikel Terkait