Nasional

Sidang Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A, Penggugat Hadirkan Dua Ahli

Oleh : very - Jum'at, 19/08/2022 16:19 WIB

Sidang Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A 2 x 660 MW yang menghadirkan Faisal Basri. (Foto: Ist)

Bandung, INDONEWS.ID - Sidang Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A 2 x 660 MW yang diajukan oleh Wahana Lingkungan Hidup melawan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dilanjutkan pada hari ini, Jumat (19/8).

Dalam agenda sidang ini, Penggugat menghadirkan dua ahli yaitu ekonom senior Faisal Basri, dan ahli hukum lingkungan dari Universitas Indonesia, Profesor Andri Gunawan Wibisana. Keduanya memberi keterangan dalam persidangan.

Faisal mengatakan, rencana pembangunan dan operasional PLTU Tanjung Jati A berpotensi merugikan PLN. “Dengan adanya kelebihan pasokan listrik, lemahnya penyerapan listrik oleh konsumen, ditambah kewajiban pembelian listrik oleh PLN yang dihasilkan pembangkit, kerugian PLN merupakan suatu hal yang mustahil dihindari bila negara tetap ingin melanjutkan pembangunan dan operasional pembangkit-pembangkit,” ujar Faisal melalui siaran pers yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat (19/8).

“Bahkan untuk pembangkit yang belum dibangun, adalah suatu hal yang tepat untuk membatalkan pembangkit tersebut,” sambungnya.

Faisal menambahkan bahwa target pembangunan 35 ribu MW ditetapkan sesuai perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen. Namun kenyataannya target tersebut meleset oleh karena pertumbuhan hanya di kisaran 4-5% bahkan minus saat pandemi. Hal ini kemudian yang menyebabkan penyerapan tenaga listrik menjadi lemah.

“Kerugian PLN sebagai BUMN juga merupakan kerugian negara. Pemegang saham BUMN adalah negara, maka BUMN akan memberikan dividen kepada negara, jika potensi kerugian terjadi maka jumlah dividen akan berkurang atau bahkan akan hilang,” ujar Faisal.

Karena itu, jika PLN mengalami kerugian, maka sebagai BUMN, negara akan melakukan langkah-langkah penyelamatan dengan memberikan penanaman modal dalam negeri (PMN).

Lebih lanjut Faisal Basri menjelaskan bahwa kerugian pembangunan PLTU Batubara ini bermula dari APBN. Dampak pengoprasian PLTU selain menghasilkan emisi dan menggunakan energi kotor yakni batubara, terdapat juga ongkos kerugian lingkungan yang ditanggung oleh masyarakat, bukan hanya menjadi tanggung jawab PLTU.

Sementara itu Prof. Andri Gunawan Wibisana dalam keterangannya mengatakan bahwa saat ini sudah terdapat urgensi bagi Pemerintah untuk mencegah semakin buruknya perubahan iklim. Pembatalan terhadap proyek pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan bakar batubara menjadi salah satu langkah nyata yang dapat diambil oleh Negara.

Melalui pemeriksaan secara online, saksi ahli Prof Andri Gunawan Wibisana menekankan bahwa adanya hubungan sangat erat antara tanggung jawab negara pada konteks Hak Asasi Manusia dengan tindakan pencemaran lingkungan terutama yang berdampak kepada perubahan iklim.

“Sesuai dengan doktrin public trust, ada amanat dari konstitusi untuk menjamin lingkungan yang baik, sesuai dengan Pasal 2 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilaksanakan berdasarkan asas tanggung jawab negara jika dihubungkan pada konteks HAM tanggung jawab negara untuk dapat melindungi, menghormati dan melakukan pemenuhan HAM,” ujarnya.

Prof Andri menggarisbawahi tanggung jawab negara tidak bisa lepas dari adanya komitmen negara yang terjalin dari beberapa perjanjian internasional untuk dapat mewujudkan langkah menurunkan emisi sebagai antisipasi dampak buruk perubahan iklim. Namun komitmen tersebut berbanding terbalik dengan tindakan negara yang terus membangun PLTU yang memproduksi emisi dengan jumlah besar.

“Dampak perubahan iklim ini sudah terasa dan dibuktikan melalui beberapa penelitian yang menyebutkan akan terjadinya gagal panen yang meluas, kekeringan dalam jangka waktu yang panjang hingga kenaikan air laut,” ujarnya.

Prof Andri juga menjelaskan pembangunan berkelanjutan bisa diterapkan dalam koordinasi yang netral dimana ekonomi dan lingkungan sama-sama baik. Namun apabila lingkungan dalam kondisi rusak maka yang harus diperhatikan adalah kondisi lingkungannya - bagaimana mencegah dan pemulihannya – karena lingkungan harus diutamakan. Kondisi saat ini dengan atmosfer semakin rusak oleh karena emisi gas rumah kaca, maka pembangunan harus dengan mempertimbangkan perbaikan atmosfer dengan mencegah kegiatan-kegiatan yang menghasilkan Emisi Gas Rumah Kaca.

Prof Andri mengatakan, amdal terkait rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap batubara juga sudah seharusnya menilai dampak emisi karbon dari kegiatan tersebut, karena amdal bersifat holistik yaitu menyeluruh menilai dampak.

“Amdal juga merupakan instrumen pencegahan, dengan demikian haruslah Amdal dampak mencegah atau meminimalisir dampak kegiatan tersebut,” jelas Prof Andri.

Kuasa Hukum Muit Pelu mengatakan, jika Amdal pembangunan PLTU tidak melingkupi dampak emisi karbon, maka jelas Amdal tersebut tidak bersifat holistik. “Maka dengan demikian Amdal dan Izin Lingkungan tersebut dapat dibatalkan,” ujar Muit.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Meiki Pandong mengatakan, rencana pembangunan PLTU Tanjung Jati A jelas akan merugikan lingkungan dari pembuktian para Ahli yang didengarkan dalam persidangan tersebut.

“Dengan mendengar kedua keterangan ahli tersebut, besar harapan kami, Majelis Hakim dapat membatalkan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A 2 x 660 MW. Urgensi pembatalan ini sangat mendesak melihat potensi dampak yang akan ditimbulkan di masa depan,” ujar Meiki.

Persidangan Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A 2 x 660 MW selanjutnya akan dilaksanakan pada 1 September dengan agenda mendengar keterangan saksi fakta dan saksi ahli yang diajukan oleh pihak Tergugat yakni Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jawa Barat. ***

Artikel Terkait