Opini

Organisasi Itu Namanya G20 (3): KTT G20 di Bali Sukses Besar!

Oleh : luska - Jum'at, 18/11/2022 06:29 WIB

Penulis : Prayono Atiyanto (Pengamat dan Praktisi Hubungan Internasional)

Ini adalah bagian ke tiga tulisan saya soal G20. Saya tidak mulai dengan soal turbulensi karena seperti sudah saya sampaikan sebelumnya turbulensi sebagai dampak perang di Ukraina masih akan menerpa G20 bahkan setelah KTT di Bali.

Topik saya kali ini adalah soal kesuksesan penyelenggaraan KTT G20 di Bali.

Keep Calm and Drink Coffee. Ini kata saya untuk menggambarkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampil tenang dan percaya diri. Pendampingan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani selama persidangan sangat strategis. 

G20 memang dimaksudkan sebagai forum kerja sama ekonomi walaupun sulit untuk bisa mengesampingkan elemen-elemen politik yang terkandung di dalamnya. Tetapi jangan sampai G20 menjadi ajang perseteruan politik sehingga pecah atau bubar.

Saya percaya bahwa pada saat G20 Bali Leaders’ Declaration diadopsi dan KTT G20 tahun 2022 ditutup secara resmi oleh Presiden Jokowi, sangat banyak orang yang menghela napas lega. Kelegaan yang dengan cepat berkembang menjadi senyum kegembiraan dan kebanggaan. 

Saya memang tidak ikut ke Bali tetapi bisa ikut merasakan kebanggaan ini. Indonesia berhasil menyelesaikan tugas sebagai Presiden G20 dalam situasi saat ini yang sangat sulit dengan berbagai tantangannya.

Saya sepakat bahwa KTT G20 kali ini menjadi KTT yang tersulit dan dibayangi oleh pesimisme. Spekulasi berkembang apakah KTT G20 akan bisa menghasilkan kesepakatan akhir? Atau bahkan apakah G20 akan bubar. 

Alhamdulillah. Indonesia berhasil mempertahankan jati diri G20 sebagai forum kerja sama ekonomi. G20 tidak bubar. G20 memilih terus bersatu walaupun dalam perbedaan.

Kita juga tahu bahwa selain Deklarasi Pemimpin G20, juga banyak sekali keputusan penting dan strategis yang diambil dan disepakati pada tingkat Menteri dan Kelompok Kerja.

Ga ada matinya!

Seperti kata orang ga ada matinya! Indonesia memang jagoan soal penyelenggaraan pertemuan tingkat dunia.

Persiapan yang dilakukan bukan main-main. Detil dan zero tolerance (ga boleh ada kesalahan sekecil apapun). Walaupun begitu saya percaya pasti terjadi kekurangan atau kesalahpahaman. Hal yang lumrah karena memang KTT G20 kali ini rumit dan super sensitif. 

Oleh karena itu semua pihak yang terlibat patut diapresiasi mulai dari tingkatan terendah sampai yang tertinggi!  Semua orang yang terlibat dan mendukung kegiatan di berbagai 
sektor patut diapresiasi! Mereka yang bergerak di balik layar (yang kepanasan atau yang kedinginan, kecapekan, pontang panting) patut diapresiasi! Media massa yang melakukan peliputan patut diapresiasi! Semua elemen masyarakat di Bali patut diapresiasi!

Trust!

Trust atau kepercayaan menjadi salah satu kata kunci. Saya mendukung pandangan bahwa kesuksesan KTT G20 didasari oleh kepercayaan terhadap kepemimpinan Indonesia. Tanpa kepercayaan yang besar ini cenderung sulit untuk menghadirkan para pemimpin dunia dan organisasi internasional dalam sebuah pertemuan tatap muka di Bali. 

Artinya politik luar negeri bebas aktif yang dijalankan Indonesia dipercaya oleh banyak pihak. Artinya negara-negara anggota G20 yakin bahwa keamanan Kepala Negara/Kepala Pemerintahannya akan dijamin selama KTT. 

Bahkan Presiden Rusia, Vladimir Putin pun, walaupun tidak hadir langsung, menurut saya juga memberikan kepercayaan yang sangat besar kepada Indonesia sebagai tuan rumah. Kehadiran Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, diplomat senior Rusia yang sangat berpengalaman dan tangguh merepresentasikan kepercayaan Rusia terhadap Indonesia. 

Kepercayaan terhadap Indonesia juga tercermin dari keputusan Presiden Joe Biden dan Presiden Xi Jin Ping untuk melakukan pertemuan di Bali. Sebagaimana diberitakan media massa, ini pertemuan tatap muka pertama bagi keduanya sejak Biden menjabat sebagai Presiden AS. 

Bagi para pengamat, pertemuan ini tentu sangat penting untuk mengukur mengenai kemungkinan pecahnya perang dingin yang baru. Kita tahu bahwa dari pertemuan ini persaingan dan kompetisi di antara keduanya akan berlanjut.

Win-win solution

Deklarasi Pemimpin G20 yang terdiri dari 52 butir adalah sebuah solusi win-win. Semua sama puas dan sama kecewanya. Cara terbaik untuk mengatasi kebuntuan.

Kita sudah mendengar dari Presiden Jokowi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa proses negosiasi dokumen Deklarasi ini sangat alot.

Ini situasi yang sering terjadi dalam proses negosiasi apalagi kalau perbedaan kepentingan dan posisi di antara para perunding sangat tajam. Bagi para negosiator formulanya sangat jelas nothing is agreed until everything is agreed. Kesepakatannya masih bersifat ad referendum sebelum disahkan secara resmi dalam sidang pleno.

Magic formula

Saya menyebutnya magic formula sebagai jembatan kesepakatan yang menghasilkan G20 Bali Leaders’ Declaration sebagaimana tertera pada butir 3 berbunyi sebagai berikut: “This year, we have also witnessed the war in Ukraine further adversely impact the global economy. There was a discussion on the issue. We reiterated our national positions as expressed in other fora, including the UN Security Council and the UN General Assembly, which, in Resolution No. ES-11/1 dated 2 March 2022, as adopted by majority vote (141 votes for, 5 against, 35 abstentions, 12 absent) deplores in the strongest terms the aggression by the Russian Federation against Ukraine and demands its complete and unconditional withdrawal from the territory of Ukraine. Most members strongly condemned the war in Ukaine and stressed it is causing immense human suffering and exacerbating existing fragilities in the global economy-constraining growth, increasing inflation, disrupting supply chains, heightening energy and food insecurity, and elevating financial stability risks. There were other views and different assessments of the situation and sanctions. Recognizing that the G20 is not the forum to resolve security issues, we acknowledge that security issues can have significant consequences for the global economy.”.

Tidak mudah untuk memastikan apa yang sebenarnya dipertaruhkan dan konsesi apa yang dipertukarkan dalam rumusan butir 3 ini karena tidak terlibat langsung dalam proses perundingannya. Namun demikian formulasi paragraf semacam ini bisa ditafsirkan sebagai upaya untuk memotret secara faktual berbagai pendapat yang berkembang dalam pertemuan dan proses negosiasi. Pada akhir butir 3 ini juga menegaskan bahwa G20 adalah bukan forum untuk menyelesaikan isu-isu keamanan.

Stop the War!

Kita semua tahu bahwa Presiden Jokowi secara konsisten dan lantang menyuarakan dan mendesak agar perang di Ukraina dihentikan. Desakan Presiden Jokowi juga telah direfleksikan dalam butir 4 Deklarasi Pemimpin G20. Sebagaimana tertera di akhir butir 4 “Today’s era must not be of war”. 

Saya tidak ingin berspekulasi. Tetapi mungkin saja banyak pihak yang menginginkan rumusan yang lebih tegas yaitu agar perang segera dihentikan. 

Keberpihakan

Banyak aspek penting yang dimuat dalam 52 butir kesepakatan G20 Bali Leaders’ Declaration. Salah satunya menurut saya adalah soal keberpihakan sebagaimana direfleksikan dalam butir 5 berupa dukungan kerja sama internasional dan kolaborasi nyata dengan negara-negara berkembang terutama least developed dan small island developing states dalam menghadapi tantangan global dan pencapaian SDGs. Hal ini sejalan dengan tema besar yang diusung Presidensi Indonesia di G20 “Recover Together, Recover Stronger”.

Akhirnya 

Pada akhirnya yang penting adalah implementasi dan tindak lanjut dari 52 butir kesepakatan yang tertera dalam G20 Bali Leaders’ Declaration.

Sekali lagi selamat untuk kesuksesan Presidensi Indonesia di G20. Semoga kesuksesan KTT G20 di Bali menjadi bahan pembelajaran penting bagi generasi muda Indonesia.

Indonesia setelah KTT G20 di Bali semakin mantap melangkah sebagai kekuatan besar dunia.

                    --------

*Opini ini adalah pendapat pribadi. Penulis pernah bertugas sebagai Duta Besar LBBP RI untuk Republik Azerbaijan (2012-2016) dan saat ini masih aktif sebagai Diplomat Ahli Utama Kementerian Luar Negeri. Sebelumnya pernah menjadi Direktur Amerika Selatan dan Karibia Kementerian Luar Negeri (2007- awal 2012) dan bertugas di KBRI London (1988-1992) dan Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York (1995-1999, 2003-2007). Beberapa tahun terakhir menjadi Duta Besar Pembina/Mentor pada Sekolah Dinas Luar Negeri Kementerian Luar Negeri.


 

Artikel Terkait