Nasional

Beredar Isu Dewan Kudeta Konstitusi, RR: Kembali Putuskan Tambah 3 Tahun

Oleh : very - Sabtu, 24/12/2022 17:27 WIB

Rizal Ramli adalah mantan Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia (2000-2001) dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (2015-2016). (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Beredar isu terbentuknya Dewan Kudeta Konstitusi untuk memperjuangkan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga (3) tahun lagi.

Tokoh Nasional Rizal Ramli mengungkapkan ada tiga skenario untuk mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo.

Pertama yaitu dengan menggunakan “Big Data” dan “PollingRp” agar rakyat memiliki kepercayaan terhadap pemerintahan.

Namun rencana itu, kata Bang RR – sapaan Rizal Ramli – gagal. “Kompak dilawan kawan-kawan pro-demokrasi,” ujar Rizal Ramli dalam akun Twitter pribadinya, @RamliRizal yang diunggah di Jakarta, Jumat (23/12).

Kedua, yaitu dengan menaikkan “calon boneka”. Namun, hal ini juga gagal. “Berikutnya, naikkan ‘calon boneka”, ‘pangeran tiktok’ tapi ndak ngangkat,” katanya.

Sebulan kemudian dilakukan dengan membentuk Dewan Kudeta Konstituti untuk memutuskan menambah jabatan tiga tahun lagi.

“Kudeta Konstitusi dilaunch 9 bulan yll pakai hoax ‘Big Data’ & PollingRp ‘Rakyat Super-Puas’. Kompak dilawan kawan2 pro-demokrasi. Gagal! Berikutnya, naikkan Calon Boneka, Pangeran Tiktok — ndak ngangkat! Sebulan lalu, pertemuan Dewan Kudeta Konstitusi putuskan putar lagi +3 thn!,” ujarnya.

Ekonom senior menengarai telah mencium ada “Pertemuan Dewan Kudeta Konstitusi”. “Pertemuan Dewan Kudeta Konstitusi itu dihadiri tokoh-tokoh pejabat dan taipan-taipan di Pulau G putuskan akan buldozer ulang rencana perpanjangan jabatan 3 atau 5 tahun, dengan cara mendompleng gelombang ‘Kembali ke UUD45’,” ujarnya.

Dia mengatakan, orkestra sudah disiapkan lengkap dengan partitur-partiturnya. Demikian pun para bandar yang membayarnya sudah siap dan tinggal menggesek.

“Orkestra sudah siap, partitur-partitur sudah dibagikan dan bandar siap bayar,” ujarnya.

 

 

Pakar ekonomi-politik sekaligus Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengungkapkan rencana  penundaan pemilu dan mempertahankan masa jabatan Jokowi terus bergulir. Hal itu dilakukan baik dengan cara memperpanjang masa jabatan presiden maupun mengubah periode jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode.

Semua ini, katanya, melanggar konstitusi, dan masuk kategori kudeta konstitusi.

“Artinya, Indonesia sedang meniru beberapa negara di Africa, mengancam demokrasi melalui kudeta konstitusi, untuk mempertahankan kekuasaan, menuju negara otoritarian dan tirani,” kata Anthony.

Padahal, katanya, Presiden Jokowi sudah tidak mendapat kepercayaan dari rakyat. Pasalnya, pemerintahan Jokowi telah mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat seperti Omnibus Law Cipta Kerja, kenaikan harga BBM, KUHP yang baru, adanya pelemahan KPK dan lain sebagainya.

Karena itu, dia mengatakan, agar alasan penundaan pemilu maupun perpanjangan jabatan presiden untuk ditinjau kembali.

“Hal itu merupakan termasuk skenario brutal. Seperti kompensasi masa jabatan karena pandemi Covid-19, atau menciptakan keadaan darurat, kegentingan memaksa, agar presiden dapat menerbitkan PERPPU atau dekrit menunda pemilu. Yang semuanya ilegal karena melanggar konstitusi,” pungkasnya.  

Dalam keterangannya pada Jumat (16/12), Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Abdul Mu’ti meminta para elite politik untuk tidak menggulirkan kembali skenario penambahan masa jabatan presiden tiga periode atau penundaan pemilu.

Pasalnya, hal tersebut jelas melanggar dan mengkhianati konstitusi atau UUD 1945 tentang pembatasan masa jabatan presiden. ***

Artikel Terkait