Nasional

Terdakwa Investasi Bodong Henry Surya Bebas, Sikap Putus Asa Pemerintah Dinilai Berbahaya

Oleh : very - Jum'at, 03/02/2023 10:31 WIB

Petrus Selestinus adalah Koordinator TPDI & Advokat Peradi. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Perjalanan Mafia peradilan Indonesia semakin tidak bisa dibendung. Semakin hari mafia semakin menantang dan menembus sekat-sekat pengaman yang sudah dibuat, termasuk setiap ada upaya negara untuk memberantas dan mengamputasinya dari dunia peradilan.

“Mafia peradilan selalu punya celah bahkan menciptakan celah di setiap lorong pengadilan mulai di Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung, sehingga telah merusak asas-asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana digariskan oleh UUD 1945 dan UU Kekuasaan Kehakiman,” ujar Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (3/2).

Petrus mengatakan, semua orang tahu bahwa pasal 24 UUD 1945 "menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan”. Artinya tidak boleh hanya hukum yang ditegakan melainkan keadilan juga harus ditegakan, tidak boleh hanya salah satu.

Frasa "kekuasaan yang merdeka", kata Petrus, bermakna bahwa Hakim dalam bekerja yaitu menegakan hukum dan keadilan tidak hanya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan manapun tetapi juga tidak boleh dipengaruhi oleh keadaan-keadaan tertentu dalam diri hakim.

“Keadaan-keadaan tertentu dalam diri hakim itu sendiri ketika dalam menjalankan tugas menegakan hukum dan keadilan, ia harus mampu melepaskan dan melupakan segala pengaruh yang senantiasa datang dari luar dan dari dalam dirinya sendiri yang merusak asas-asas kebebasan hakim,” kata Petrus. 

Keadaan dalam diri hakim dimaksud adalah keadaan tentang kebutuhan hidupnya yang belum cukup terpenuhi, atau oleh hal-hal lain atas dasar sara yang menyebabkan hakim berada dalam konflik kepentingan yang membuat hakim melacurkan profesinya dalam jaringan mafia peradilan.

 

Negara Hanya Beretorika

Menghadapi kerusakan peradilan yang akut, Negara tidak boleh hanya sebatas beretorika dengan berkata geram dan tidak perlu dihormati putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Barat atas Henry Surya, terdawka investasi bodong. 

Pernyataan Menko Polhukam meskipun enak didengar sesaat, namun menurut Petrus, pernyataan itu sangat berbahaya. Pasalnya, bisa menimbulkan resistensi dan krisis kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan kita bahkan bisa mengarah kepada tindakan main hakim sendiri di kalangan masyarakat.

Sikap pemerintah, Cq. Menko Polhukam Mahfud MD, soal vonis bebas Henry Surya terdakwa investasi bodong pada KSP Indosurya, tidak boleh hanya sebatas retorika dengan menyatakan pemerintah "geram" dan tidak perlu dihormati putusan itu, melainkan pemerintah wajib segera membangun sistem yang lebih baik, yang mampu menghentikan praktek mafia peradilan.

Selama ini putusan hakim, tambah Petrus, sudah terlalu banyak yang merugikan tidak hanya bagi rakyat kecil pencari keadilan, tetapi juga bagi negara, ketika negara berada dalam posisi sebagai para pihak dalam perkara-perkara perdata, tata usaha negara dan perkara pidana, contoh kasus Henry Surya.

Karena itu, menurut Petrus, kita tidak boleh membiarkan Menko Polhukam Mahfud MD jalan sendiri menghadapi Mafia Peradilan.

“Berhentilah mencari keadilan melalui jaringan Mafia Peradilan. Mari kita dukung Mahfud MD sikat Mafia Peradilan  dan pemerintah Cq. Menko Polhukam tidak boleh menunjukan sikap ‘keputusasaan’ terhadap kondisi dimana kekuasaan kehakiman tidak lagi dapat atau mampu menegakan hukum dan keadilan, karena apapun yang terjadi, pemerintah harus bertanggung jawab,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait