Nasional

Rektor IPB University: Konsep Agromaritim 4.0 Mendukung Pengelolaan Agromaritim Inklusif

Oleh : very - Sabtu, 25/03/2023 21:23 WIB

Rektor IPB University, Prof Arif Satria. (Foto: Ist)

Bogor, INDONEWS.ID - Rektor IPB University, Prof Arif Satria mengatakan bahwa Indonesia masih mengalami beberapa persoalan menuju kedaulatan maritim.

Arif mengatakan, transformasi menuju agromaritim 4.0 dinilai akan mendukung pemulihan ekosistem agromaritim, pengelolaan agromaritim inklusif, berdaya guna, menyejahterakan dan berkeadilan, serta dapat menghasilkan produksi pangan dan non pangan yang berkedaulatan.

“IPB University sudah mengembangkan dan mendorong konsep Agromaritim 4.0 melalui inovasi dan teknologi 4.0 berupa smart fisheries and coastal management,” ujarnya dalam pemaparan konsep Agromaritim 4.0 IPB University dalam Seminar Penjaringan Masukan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 ‘Negara Maritim yang Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan’ yang digelar oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI (20/03).

Prof Arif mengatakan, strategi pengembangan agromaritim untuk mendukung RPJPN 2025-2045 perlu didukung dengan pengembangan bioekonomi berbasis regenerative mindset. Selain penguatan one health, sistem pangan nasional dan optimalisasi teknologi dan penguatan kelembagaan juga diperlukan.

“Harapannya, langkah tersebut dapat mendorong transformasi digital yang berketahanan untuk agromaritim di berbagai skala usaha. Konsep ini juga dapat memperkuat konektivitas darat-laut melalui perencanaan dan pembangunan terintegrasi,” tambahnya.

Persoalan kedaulatan maritim, menurut Prof Arif, antara lain seperti masih rendahnya produktivitas dan kesejahteraan pelaku usaha di bidang agromaritim, belum kuatnya logistik berbasis kepulauan dan diskonektivitas pembangunan sektor agro dan maritim. Selain itu, mega disrupsi seperti perubahan iklim, revolusi industri 4.0, pandemi COVID-19 dan konflik perang membuat dunia mengalami krisis pangan dan energi.

“(Karena) Kerentanan ini, menurut saya perlu mengimplementasikan konsep resiliensi tidak hanya dalam bentuk sumber daya, tapi dalam bidang sosial ekonomi juga menjadi penting. Di sinilah kita harus mulai berpikir bahwa (sektor) kelautan akan menjadi rising star,” tuturnya.

Ia menyebut, kekayaan sumber daya laut Indonesia sudah diakui oleh dunia menjadi salah satu kekuatan bangsa. Bahkan, sektor kelautan telah menyumbang pendapatan per kapita sebesar 20 persen. Nilai ini lebih tinggi daripada China dan Amerika Serikat.

“Saat ini tren dunia sudah bisa melihat potensi ekonomi biru karena populasi semakin meningkat, sehingga konsumsi pangan juga semakin perlu bervariasi, teknologi semakin banyak untuk memanfaatkan sumber daya. Sektor-sektor juga semakin berkembang yang berkaitan dengan isu perubahan iklim,” paparnya.

Terkait komponen ekonomi biru, Prof Arif menjelaskan, saat ini bidang biomaterial belum banyak dikupas dan dimanfaatkan. Padahal, biomaterial dapat menjadi opsi dari berbagai persoalan material di Indonesia.

Ia mencontohkan, saat ini para peneliti IPB University telah menciptakan beras dari rumput laut, kulit udang sebagai bahan pelapis sayap pesawat. Ia menekankan, inovasi biomaterial berbasis sumber daya laut ini harus terus didorong.

“Saat ini tinggal bagaimana cara kita mengkontekstualisasi apa yang dimiliki oleh masyarakat masa lalu dalam rangka untuk menjamin bahwa integrasi laut dan darat, interkonektivitas antara laut dan darat ini bisa terwujud,” terang Prof Arif. ***

Artikel Terkait