Opini

Reaktor Nuklir Reaksi Fusi vs Reaktor Nuklir Reaksi Fissi: Tinjauan atas Manfaat dan Risikonya

Oleh : very - Senin, 19/06/2023 20:39 WIB

Reaktor nuklir. (Foto: Ist)

 

Oleh: Atmonobudi Soebagio*)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pemanfaatan energi nuklir mulai dikenal sejak ditemukannya Uranium, Zirconium, Serium, dan Tellurium oleh seorang ahli kimia Jerman bernama Martin Heinrich Klaproth (1 Desemeber 1743 – 1 Januari 1817).  Dia berpendidikan dan bekerja sebagai apoteker, lalu pindah ke universitas.  Tokonya merupakan apotek terbesar kedua di Berlin, dan menjadi pusat penelitian kimia artisanal (buatan tangan) paling produktif di Eropa. Ditemukannya mineral Uranium pada tahun 1789 merupakan langkah awal dari riset dan pengembangan energi nuklir.

Berdasarkan penelusuran sejarah bom nuklir, J. Robert Oppenheimer merupakan penemunya, dan yang kemudian dinobatkan sebagai “Bapak bom atom”.  Dari temuannya lahirlah bom pemusnah massal dengan daya ledak yang sangat tinggi. Dia seorang fisikawan teoritis Amerika.  Selama berlangsungnya Proyek Manhattan, Opperheimer menjabat sebagai Direktur Laboratorium Los Alamos, dan bertanggung jawab atas penelitian dan desain bom atom. Bom hasil eksperimen laboratorium tersebut mampu menghancurkan sebuah kota; tergantung dari jenis dan kekuatannya.  Bom tersebut terbukti mampu melenyapkan dua kota di Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki (3 hari kemudian sesudah Hiroshima).  Pemboman di Hiroshima menewaskan 140.000 orang, dan di Nagasaki sebanyak 70.000 orang.  Kejadian yang menimbulkan kematian dalam jumlah sangat besar di dua kota tersebut, membuat Oppenheimer sangat terpukul dan menyesali atas hasil eksperimennya.

Krisis minyak dunia yang terjadi pada awal tahun 1970-an, telah menginspirasi sejumlah negara maju dalam memanfaatkan energi termal nuklir untuk menggerakkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang sebelumnya menggunakan batubara, gas alam, atau minyak bumi lainnya.  Kita mengenalnya sebagai pemanfaatan “energi nuklir untuk tujuan damai”.  Pada awalnya PLTN masih menggunakan teknologi reaksi fisi terkendali, dengan cara mengatur atau mengendalikan reaksi pembelahan atom Uranium.

 

Reaktor Fisi dan Problem Besar dalam Penyimpanan Limbahnya.

Reaksi fisi nuklir adalah reaksi pembelahan inti atom akibat tubrukan dengan inti atom lainnya, dan menghasilkan energi dan atom baru yang massanya lebih kecil, serta radiasi elektromagnetik, yaitu radiasi sinar alfa, beta dan gamma yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.  Pemanfaatan reaksi fisi dalam pembangkitan daya listrik adalah dengan memanfaatkan suhu hasil reaksi fisi untuk merebus air dan mengubahnya menjadi uap dengan tekanan yang tinggi.  Uap bertekanan tinggi inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai penggerak turbin uap yang poros putarnya terhubung dengan generator listrik.

Dalam pemanfaatannya sebagai sumber energi termal bagi PLTU, ternyata prosesnya menyisakan limbah yang bersifat radioaktif, di samping sudah tidak ekonomis.  Ada empat kasus yang sebagian besar dari kita belum mengenal karakteristik limbahnya, antara lain adalah bahwa (a) limbah nuklir butuh waktu ratusan tahun untuk membusuk, dan sedikit yang berasal dari luar angkasa, dan dengan jenis yang paling berbahaya dan bisa mematikan. Ada sejumlah sifat radioaktifnya yang tidak tampak oleh mata karena tidak bersinar.  Limbah ini (b) tidak dapat disimpan dalam tong yang mirip dengan tong penyimpan minyak.   Limbah dari industri nuklir memiliki banyak bentuk dan hanya sedikit yang terlihat seperti minyak.  Beberapa di antaranya tergolong limbah radioaktif karena mereka dilapisi oleh partikel radioaktif yang berbahaya dan sulit dihilangkan.  Sebagai konsekuensinya, (c) limbah tersebut harus dikemas dengan standar yang sangat tinggi.  Ada beberapa yang dapat ditangani dengan aman.  Radiasi nuklir bisa datang dari batu di tanah, partikel dari luar angkasa, serta dari beberapa proses scanning tertentu seperti pada peralatan rontgen.  Dari penjelasan di atas tampak jelas, bahwa (d) penyimpanan limbah radioaktif selama puluhan hingga ratusan tahun akan membebani pelanggan listrik, karena biaya perawatan tempat penyimpanan limbahnya dibebankan ke dalam tarif listrik.

Bencana yang menimpa tiga reaktor di PLTN Fukushima Daiichi, pada 11 Maret 2011, bukan terjadi karena kelalaian pengoperasiannya, melainkan karena diterjang gelombang tsunami yang menghancurkan sistem pendinginnya.  Ada ratusan tong raksasa dipasang di lokasi untuk menampung air bekas  membersihkan reaktor yang terkena gelombang tersebut.  Jerman telah menghentikan 3 PLTN terakhirnya pada hari Sabtu, 15 April 2023, dan beralih ke pemanfaatan energi-energi terbarukan dalam memproduksi energi listrik.

 

Reaksi Fusi dan Prospeknya ke Depan.

Dalam fisika nuklir, fusi nuklir adalah sebuah reaksi di mana dua inti atom bergabung membentuk satu atau lebih inti atom yang lebih besar dan partikel subatom.  Perbedaan dalam massa antara reaktan dan produk dimanifestasikan sebagai pelepasan energi dalam jumlah besar.  Contoh reaksi fusi adalah bagaimana matahari menghasilkan energinya.  Dilansir dari NASA, matahari melakukan reaksi fusi dengan menggabungkan atom hidrogen dan melepaskan sejumlah besar energi ketika bergabung menjadi atom helium.  Atom helium kemudian akan saling bergabung dan membentuk proton.  Proses fusi dapat menghasilkan energi empat kali lebih banyak per kilogram bahan bakar daripada proses fisi (sebagai pembangkit listrik), dan hampir empat juta kali kali lebih banyak energi daripada pembakaran minyak atau batubara.

Saat ini sedang berlangsung riset sambil membangun pembangkit listrik tenaga nuklir fusi di Cardache, Perancis Selatan.  Proyek tersebut bernama ITER, yang merupakan singkatan International Thermonuclear Experimental Reactor.  ITER adalah sebuah proposal eksperimen tokamak yang dirancang untuk menunjukkan kemungkinan dari penggunaan reaktor tenaga fusi skala-penuh secara saintifik dan teknologi.  ITER dibangun berdasarkan hasil riset yang dilakukan pada alat-alat seperti TFTR, JET, JT-60. Dan kapasitas ITER lebih besar dari kesemuanya.  Tiga puluh lima negara telah berkolaborasi untuk membangun dan mengoperasikan ITER Tokamak; mesin paling rumit.  Proses reaksi fusi di dalam reaktor ITER berupa plasma yang berada dalam lorong berbentuk toroidal dan suhunya dapat mencapai 150 juta derajat Celsius.  Karena itu hanya dinyalakan untuk beberapa menit saja.  Teknologi ini tidak meninggalkan limbah radioaktif, karena deuterium dan tritium yang merupakan isotop-isotop, tetap tinggal di dalam ruang toroidal.  Deuterium dan tritium adalah isotop hidrogen; unsur paling melimpah di alam semesta.  Sekitar 1 dari setiap 5.000 atom hidrogen dalam air laut berbentuk deuterium.  Ini berarti lautan kita mengandung berton-ton deuterium.   Energi fusi yang dilepaskan dari 1gram bahan bakar deuterium-tritium adalah setara dengan energi dari sekitar 2.400 gallon bbm..

Adanya pemikiran untuk tetap membangun PLTN sebagai pembangkit listrik reaksi fisi di Indonesia sebaiknya ditinggalkan saja, karena biaya perawatan tempat menyimpan limbah selama puluhan hingga ratusan tahun akan membebani pelanggan listrik.  Reaktor fisi yang telah berhenti beroperasi, wajib menjalani proses decommisioning, waste management dan environmental site remediation yang sangat mahal.  Tidak tertutup kemungkinan, bahwa limbah nuklir dari negara lain secara diam-diam akan dititipkan untuk ditenggelamkan di dasar laut wilayah Indonesia, jika negara kita juga menggunakan PLTN Fisi. 

 

Perlunya segera Beralih ke Energi Terbarukan.

Indonesia sangat kaya akan sumber energi terbarukan dan energi termal yang berasal dari gunung berapi (geothermal). Sebagai pengganti bbm fossil untuk kendaraan bermotor, kita masih dapat memodifikasi bbm kendaraan tersebut dengan hidrogen (yang dicairkan) sehingga  tidak menjadi barang rongsokan, hanya karena masuknya mobil dan motor listrik. Modifikasinyapun sangat sederhana dan relatif murah.  Asap buangan dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar hidrogen tidak meninggalkan limbah berbahaya, karena berupa uap air.  Jadi, mobil atau sepeda motor yang Anda gunakan saat ini bisa tetap dimanfaatkan, terlebih jika Pemerintah segera menyediakan hidrogen di SPBU. Untuk itu, Pemerintah perlu segera memproduksi bahan bakar hidrogen cair sebagai ganti bbm fossil, sehingga masyarakat masih bisa memanfaatkan mobil dan motornya tanpa membuangnya sebagai rongsokan.   Penggunaan mobil dan motor listrik, yang sumber listrik bagi baterainya berasal dari listrik PLN, juga dapat dikatagorikan tidak ramah lingkungan, jika pembangkit listrik PLN yang digunakan untuk mengisi baterai tersebut masih menggunakan batubara atau gas alam.  PT Pertamina perlu segera mendiversifikasi bisnisnya dengan memproduksi hidrogen cair; di samping biodiesel yang sudah berlangsung  Semoga.

*) Prof. Atmonobudi Soebagio MSEE, Ph.D. adalah Guru Besar Energi Listrik dan Terbarukan pada Universitas Kristen Indonesia.

 

Artikel Terkait