Internasional

Peta China tahun 2023 dan Protes India Malaysia dan Filipina

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 05/09/2023 13:13 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Senin 28 Agustus, China baru saja merilis peta wilayah negaranya versi tahun 2023.  Kementrian Sumber Daya Alam China mengumumkan peta China tahun 2023 berkait dengan Hari Publisitas Survei dan Pemetaan.  

Respon seketika dalam bentuk protes muncul dari beberapa negara antara lain India, Malaysia dan Filipina.   Indonesia sendiri melalui Menteri Luar Negeri menyatakan sikap yang akan konsisten mengacu kepada kesepakatan UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea) tahun 1982.

South China Sea atau Laut China Selatan (LCS) adalah kawasan yang bersinggungan dengan wilayah perbatasan dari beberapa negara, antara lain  China , Taiwan, Filipina, Malaysia, Brunei, Indonesia dan Vietnam.   Sepanjang sejarah dunia, maka penyebab perang antar negara banyak yang terkait dengan sengketa perbatasan atau Border Dispute.   Itu sebabnya maka kawasan perbatasan antar negara kerap disebut sebagai kawasan kritis atau critical border.

Pada perspektif pertahanan keamanan negara atau National Security, maka hakikat dari potensi ancaman akan selalu diantisipasi datang dari atau melalui kawasan negara yang  berbatasan dengan negaranya.   Itu sebab, maka setiap pemerintahan dalam upaya menjaga keutuhan negara, pasti akan memberikan perhatian khusus pada wilayah perbatasan teritorialnya. 

Kawasan yang memiliki potensi terjadinya sengketa.   Kawasan yang dapat disebut sebagai sumber utama potensi ancaman terhadap keutuhan wilayah sebuah negara.  Setiap negara akan menjaga wilayah perbatasannya sebagai sebuah upaya dalam tingkat prioritas yang tinggi.  Hal itulah yang menjelaskan pada kita semua tentang banyak negara yang melengkapi tatanan birokrasinya dengan instansi pemerintahan jajaran terdepan bernama Department of Immigtration and Border Protection.  

Bahkan Amerika Serikat pasca tragedi 9/11 telah membentuk instansi baru Bernama Department of Homeland Security.  Kawasan perbatasan telah menjadi parameter tentang sejauh mana sebuah negara berdaulat dan terjaga martabatnya.   Hal inilah yang menjadi masalah penting, ketika China mengumumkan peta negara versi tahun 2023, dengan segera dan serta merta memunculkan protes keras dari India, Malaysia dan Filipina. 

Masalah keutuhan wilayah sebuah negara yang sangat tergantung pada keamanan dari wilayah di kawasan perbatasannya.   Lebih dari itu, setiap negara selain akan menjaga dengan ketat wilayah perbatasannya dengan negara lain, maka Angkatan Perangnya kerap berlatih di kawasan perbatasan yang memiliki potensi konflik.   Angkatan Perangnya dilatih untuk familiar dengan antisipasi medan perang yang setiap saat mungkin terjadi.

Dengan pengertian yang sangat mudah dicerna, maka kesemua itulah yang menyebabkan setiap negara akan mengawasi  keamanan dan keutuhan dari kawasan sepanjang garis batas negaranya.   Sebuah kawasan kritikal yang memerlukan pengawasan terus menerus tanpa jeda.   Kawasan perbatasan negara yang menuntut penjagaan yang cermat agar tidak terganggu dari ancaman negara lain. 

 Wilayah perbatasan negara yang harus senantiasa memperoleh prioritas utama sebagai salah satu upaya dalam menjaga kedaulatan dan martabat sebagai sebuah bangsa.   Pengawasan perbatasan yang luas dan tidak hanya berujud daratan, melainkan juga perairan menuntut penjagaan melalui udara.  

Cukup banyak contoh  dari bentuk pelanggaran wilayah udara perbatasan sebuah negara seperti penerbangan tanpa ijin dan bahkan penerbangan pengintaian oleh negara lain.   Peristiwa ditembak jatuhnya pesawat mata mata Amerika U-2 oleh Uni Soviet adalah salah satu contoh saja tentang ráwannya wilayah udara sebuah negara.   Tanggal 1 Mei 1960, pesawat mata mata U-2 Amerika ditembak jatuh oleh Pasukan Pertahanan Udara Uni Soviet saat melakukan operasi foto udara di kawasan teritori Uni Soviet. 

  Intinya adalah kawasan perbatasan negara dengan negara lain, terutama wilayah udaranya adalah sebuah kawasan yang rawan terhadap ancaman kedaulatan sebuah negara.    Contoh lainnya adalah ketika Australia melaksanakan latihan keamanan nasional dengan judul Kangaroo 89 pada tahun 1989, skenario yang diamainkan adalah tentang negara fiktif diberi nama “kamaria”  yang datang mengancam dari atau melalui perbatasan Utara Australia.  

Mereka menggelar OTH (Over The Horizon) Radar dalam mengamati potensi ancaman yang datang dari dan melalui wilayah udara perbatasan utara Australia.

Sejak Perang Dunia pertama dan perang Dunia ke 2, wilayah udara sudah menjadi masalah kerawanan akan ancaman serius bagi kedaulatan sebuah negara.   Itulah yang dengan mudah menjelaskan kepada kita semua tentang Konvensi Chicago tahun 1944 yang disepakati secara Universal. 

  Salah satu isi penting dari Konvensi Chicago 1944 menyebutkan bahwa kedaulatan negara di udara adalah Komplit dan Eksklusif.  Tidak ada ruang sedikitpun diwilayah udara kedaulatan sebuah negara yang dapat digunakan tanpa ijin.  Wilayah Udara terutama dikawasan perbatasan merupakan wilayah rawan bagi datangnya potensi ancaman.

Dari keseluruhan uraian diatas, maka kiranya kita perlu meninjau ulang perjanjian Indonesia Singapura pada tahun lalu yang antara lain mendelegasikan pengelolaan wilayah udara territorial NKRI di seputaran selat Malaka kepulauan Riau dan Natuna  kepada Singapura. 

  Sebuah kawasan perbatasan yang rawan atau critical border di dalam wilayah kedaulatan Indonesia dimana wewenang pengelolaannya di delegasikan kepada negara lain untuk waktu 25 tahun dan akan diperpanjang.  

Sebuah perjanjian yang memerlukan kaji ulang dalam perspektif keamanan nasional. Sebuah perjanjian yang mengandung risiko besar bagi keamanan nasional.  Terlebih masalah tersebut bertentangan dengan pasal 458 dari Undang Undang RI tentang penerbangan tahun 2009.  

Untuk sementara, bisa saja ada pertimbangan tertentu yang telah menjadi alasan dalam melatar belakanginya, namun untuk jangka waktu panjang kedepan dan strategi pertahanan keamanan negara, hal tersebut menjadi Pekerjaan Rumah bagi para pemikir militer (Military Thinkers) dan pencinta negeri ini untuk mencari solusinya.

   Bayangkan, China yang baru saja mendeklarasikan peta wilayah tahun 2023, telah memunculkan reaksi protes keras dari  3 negara yang sudah merasa terganggu keamanan wilayah perbatasannya.   Sementara kita, justru mendelegasikan pengelolaan wilayah udara perbatasannya kepada negara lain.

 Sebuah kebijakan yang sangat berbahaya dan berisiko tinggi terhadap National Security dan martabat sebagai bangsa.  Sebuah Ironi di penghujung tahun 2023, ditengah kesibukan yang luar biasa dari persiapan pilpres 2024.   Semoga hal ini dapat menjadi catatan penting bagi kita semua sebagai bangsa dari sebuah negara besar yang terletak dalam posisi strategis di Indo Pasifik.

Jakarta 5 September 2023

Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia.

         

Artikel Terkait