Opini

Perihal Pelanggaran Administratif Pemilu

Oleh : indonews - Selasa, 19/09/2023 22:04 WIB

Benny Sabdo, anggota Bawaslu DKI Jakarta. (Foto: Ist)

Oleh Benny Sabdo*)

INDONEWS.ID - Apa itu pelanggaran administratif pemilu? Pelanggaran administratif pemilu meliputi pelanggaran tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaran pemilu. Merujuk Pasal 460 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bahwa subjek atau pelaku pelanggaran admistratif pemilu tidak disebutkan secara jelas. Hanya disebutkan pelanggarannya saja.

Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan tata cara, prosedur atau mekanisme setiap tahapan penyelenggaraan pemilu? Tentu definisi ini sangat luas dan banyak di dalam Undang-Undang Pemilu ini. Menimbang definisi tersebut, maka subjek pelanggaran administratif pemilu bisa mengarah ke seluruh penjuru mata angin. Karena itu tidak heran, subjeknya tidak hanya peserta pemilu, tetapi dapat menjerat pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD, bahkan termasuk penyelenggara pemilu. Dalam beberapa perkara anggota KPU menjadi subjek pelaku pelanggaran administratif pemilu. 

Berikutnya, lembaga mana yang berwenang menangani perkara pelanggaran administratif pemilu? Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menerima, memeriksa, mengkaji dan memutus pelanggaran administratif pemilu. Pemeriksaan dilakukan secara terbuka. Bawaslu wajib memutus penyelesaian pelanggaran administratif pemilu paling lama 14 hari kerja, sejak temuan dan/atau laporan diregistrasi. Kemudian, Panwaslu Kecamatan menerima, memeriksa, mengkaji dan membuat rekomendasi atas hasil kajian mengenai pelanggaran administratif pemilu kepada pengawas pemilu secara berjenjang.

Lalu, apa sanksi atas pelanggaran administratif pemilu? Ada empat kategori putusan Bawaslu dalam penyelesaian pelanggaran administratif pemilu, yaitu: Pertama, perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Kedua, teguran tertulis; Ketiga, tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaran pemilu; Keempat, sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu.   

Kemudian, hal penting terkait penyelesaian pelanggaran administratif pemilu ini adalah terkait sanksi pembatalan calon dan/atau pasangan calon. Merujuk Pasal 463 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan, dalam hal terjadi pelanggaran administratif pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), Bawaslu menerima, memeriksa dan merekomendasikan pelanggaran administratif pemilu dalam waktu 14 hari kerja. Selanjutnya, KPU wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu dengan menerbitkan keputusan KPU dalam waktu paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusan Bawaslu. Produk keputusan KPU tersebut berupa sanksi administratif pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Langkah selanjutnya, apakah sanksi pembatalan ini dapat dilakukan upaya hukum? Mereka yang dikenai sanksi pembatalan dapat melakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak keputusan KPU ditetapkan. Putusan Mahkamah Agung ini bersifat final dan mengikat. Berkaitan dengan penyelesaian pelanggaran administratif pemilu, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum di Mahkamah Agung.

Sebaliknya, pelanggaran administratif pemilu TSM memiliki syarat yang berbeda dengan pelanggaran administratif pemilu biasa. Catatan Bawaslu pada pemilu 2019 kemarin belum ada perkara yang terbukti sebagai pelanggaran administratif pemilu TSM. Pelanggaran administratif pemilu TSM dibagi menjadi dua objek.

Pertama, perbuatan yang melanggar tata cara, prosedur atau mekanisme berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif. Kedua, adanya unsur perbuatan atau tindakan yang menjanjikan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu atau pemilih secara terstruktur, sistematis dan masif.

Makna terstruktur adalah pelanggaran yang dilakukan melibatkan aparat struktural seperti penyelenggara pemilu, struktur pemerintahan, atau struktur aparatur sipil negara (ASN). Kemudian, sistematis adalah pelanggaran yang dilakukan dengan perencanaan yang matang, tersusun dan rapi. Misalnya, berhubungan dengan politik uang, ada pelbagai rapat yang dapat dibuktikan dengan dokumen yang membuktikan pasangan calon untuk merencanakan melakukan politik uang. Terakhir, yang dimaksud pelanggaran masif, yaitu dampak pelanggaran bersifat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilu dan paling sedikit terjadi di separuh daerah pemilihan. Misalnya, pelanggaran secara masif, yaitu pelanggaran itu terjadi lebih 50 persen dari jumlah total provinsi untuk pemilu presiden dan wakil presiden.

*) Benny Sabdo, Anggota Bawaslu DKI Jakarta

Artikel Terkait