Opini

Mobilisasi Dukungan Model Rezim Otoriter & Prospek Kesinambungan Demokrasi Pasca-Pilpres 2024

Oleh : luska - Senin, 13/11/2023 11:01 WIB

Oleh: Muhammad AS Hikam

Timses PS-Gibran dan PJ dkk mungkin sangat percaya dengan pengalaman dan sukses para penguasa dan rezim diktator sepenjang sejarah, terutama di era global saat ini. Semua penguasa/ rezim diktator sangat menyukai psy-op alias operasi psikologi, intelijen, dan propaganda yg bertujuan untuk memobilisasi dukungan massa. Di era teknologi informasi dan AI, pemanfaatan maksimum teknologi informasi dalam rangka memanukaktur kesepakatan publik yg luas (manufacturing public consent) adalah target utamanya.

Maka menjadi terang bila mereka menggelar operasi semisal pemasangan baliho, flyer dan billboards di seluruh sudt negeri, ditambah pasukan buzzerRP, medsos, media mainstream (MSM) dsb dalam rangka melakukan optimalisasi operasi ini. Belum lagi penggunaan ops intelijen, baik milik negara maupun non-negara, yg sangat efektif sebagai mesin propaganda dan psy war melawan mereka yg dianggap lawan, baik dari parpol, Tim sukses pesaing2nya, para simpatisan dsb.

Konsekuensinya adalah sebuah pagelaran pertempuran psikologi (psychological battles) yg umumnya bersifat senyap, tetapi kadang juga bisa berbentuk terbuka! Karena baik kubu PS-Gibran maupun lawan-lawannya juga memiliki akses (kendati tidak seimbang) kepada sektor-2 negara, maka pertemburan psikologis ini pun akan melibatkan berbagai sumberdaya milik negara dan, tentu saja, non negara. Sebuah prospek perang "brubuh" yg berdampak multidimensional bagi kehidupan bangsa, yang jika tak terkelola dengan efektif, akan bisa berdampak sangat merusak (destructive)!.

Yang saat ini sedang marak dilaporkan di media (MSM maupun medsos) adalah praktik-2 tak elok dari sebagian alat negara dalam rangka penggelaran propaganda dan penghalangan terhadap usaha yg sama yg dilakukan lawan-lawan mrk. Laku ini seolah merupakan kelanjutan dari praktik pelanggaran hukum dan etika yang digelar di tingkat elit, misalnya, skandal manipulasi MK demi kepantingan menggolkan pencawapresan pihak yg terkait dg pemilik kekuasaan negara! Walhasil, model pengerahan sumberdaya negara (state resources) demi kepentingan salah satu pemangku politik strategis sudah dan sedang dijalankan tak bedanya dengan apa yg dilakukan oleh rezim-2 aotoriter di seluruh dunia dan sepanjang sejarahnya.

Jika demikian, bagaimana prospek pesta demokrasi 2024 yg kita upayakan dengan biaya tinggi dan energi bangsa yg besar ini? Bagaimana Indonesia setelah gawe tsb usai? Sayangnya harus dijawab dengan nada pesimis: Tidak merubah kondisi Indonesia saat ini yg sedang tidak sedang baik-baik saja. Jadi alih-alih akan membawa prospek konsolidasi demokrasi konstitusional, Pilpres 2024 bisa jadi akan meretas jalan kian lebar bagi kembalinya otoritarianisme di era sesudahnya (pasca Pilpres).

Sebuah prospek yg akan menyedihkan semua pejuang dan pekerja demokrasi di negeri ini. Wallahu a'lam.

Simak tautan ini:

1. https://www.youtube.com/watch?v=z2WMenX0afQ
2. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231112221415-617-1023282/megawati-bahas-kecurangan-pemilu-pdip-ungkit-penurunan-baliho-di-bali
3. https://www.tvonenews.com/berita/nasional/166123-tim-pemenangan-nasional-ganjar-mahfud-sangat-marah-soal-penurunan-baliho
4. https://nasional.tempo.co/read/1795882/dasco-bantah-elektabilitas-prabowo-gibran-naik-karena-ada-gerakan-pengerahan-polisi-pasang-baliho
5. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/11/11/polisi-bantah-terlibat-dalam-pemasangan-baliho-prabowo-gibran

Artikel Terkait