Nasional

Pejabat yang Teledor dalam Penyusunan Joint Statement Presiden Prabowo Diminta Mundur

Oleh : very - Selasa, 12/11/2024 21:12 WIB


Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China pada tanggal 11 Novemeber menyatakan China siap untuk menindaklanjuti Joint Statement Presiden Indonesia dan Presiden China terkait kerja sama di area tumpang tindih.

Pernyataan diatas seolah merujuk pada Sembilan Garis Putus yang diklaim oleh China yang tidak memiliki basis berdasarkan UNCLOS yang beririsan dengan Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen Indonesia di Natuna Utara.

Hal itu disampaikan oleh Kemenlu China meski Kemenlu Indonesia telah membuat klarifikasi pada tanggal 11 November.

Kemenlu RI mengatakan bahwa yang dimaksud dalam Joint Statement tidak terkait dengan pengakuan Sembilan Garis Putus sehingga tidak ada klaim tumpang tindih (overlapping claims) di Natuna Utara.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa klarifikasi yang disampaikan pemerintah RI tersebut mungkin memadai bagi publik dan masyarakat di Indonesia, namun tidak memadai bagi masyarakat internasional.

“Negara-negara yang selama ini mengapresiasi posisi Indonesia yang tidak mengakui Sembilan Garis Putus dan dikuatkan dengan putusan PCA pada tahun 2016 terus mempertanyakan posisi Indonesia,” ujar Hikmahanto melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (12/11).

Pemerintah Indonesia, kata Hikmahanto, harus mengakui bahwa kerusakan telah terjadi (damage has been done) dan tidak harus mengelak dengan berputar-putar melalui penafsiran kata atau kalimat.

Karena itu, katanya pula, harus dilakukan mitigasi atas kerusakan (damage control) yang terjadi tersebut.

“Salah satu bentuk mitigasi kerusakan adalah Indonesia melalui pejabat yang berwenang secara jelas dan tegas menyatakan kesalahannya dalam pembuatan Joint Statement,” ucapnya.

Namun pernyataan salah ini, katanya, tentu tidak cukup. Pernyataan ini harus ditindaklanjuti dengan keberanian pejabat tertinggi yang memiliki kewenangan untuk berani mengundurkan diri dalam jabatannya.

“Pengunduran diri pejabat yang paling bertanggung jawab ini untuk menunjukkan bahwa Indonesia tetap dalam komitmen kebijakan yang tidak mengakui klaim China atas Sembilan Garis Putus dan memberi assurance kepada negara-negara yang selama ini mengapresiasi posisi Indonesia. Terpenting agar China berhenti mengeksploitasi kesalahan dalam Joint Statement untuk kepentingannya semata,” katanya.

“Disamping itu, pengundiran diri merupakan bentuk tanggung jawab kepada Presiden Prabowo atas keteledoran yang telah dilakukan oleh pejabat tertinggi dalam penyusunan Joint Statement,” ujarnya. *

Artikel Lainnya