Gaya Hidup

Ketika Komunitas "Kebaya, Kopi dan Buku" Bicara Kanker Payudara

Oleh : very - Sabtu, 14/10/2017 12:59 WIB

Diskusi memperingati Bulan Kanker Payudara yang diselenggarakan oleh komunitas “Kebaya, Kopi dan Buku”, di Joglo Kemang, Jalan Madrasah Nomor 14, Jeruk Purut, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2017). (Foto: Indonews.id)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kanker payudara menjadi pembunuh tertinggi di antara sejumlah penyakit kanker selama ini. Posisi kedua baru ditempati oleh kanker serviks atau kanker leher rahim.

Spesialis Onkologi/Kanker dari Rumah Sakit Dharmais Dokter Bob Andinata mengatakan, sebelum tahun 1990, kanker serviks menduduki posisi tinggi penyebab kematian. Namun, sejak 1990 hingga saat ini, posisi ini telah digeser oleh kanker payudara.

Dia menyebutkan, kematian yang disebabkan kanker panyudara mencapai 40/100.000 orang. Hal ini terpaut jauh dengan kanker serviks yang mencapai 18/100.000 orang.

“Di Rumah Sakit Dharmais, penderita kanker payudara sendiri mencapai 40 persen, sedangkan penderita kanker lainnya mencapai 60 persen,” ujarnya dalam diskusi memperingati Bulan Kanker Payudara yang diselenggarakan oleh komunitas “Kebaya, Kopi dan Buku”, di Joglo Kemang, Jalan Madrasah Nomor 14, Jeruk Purut, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2017).

Selain Dokter Bob, dialog hangat yang dihadiri oleh puluhan wanita berkebaya ini juga menghadirkan Psikolog dari Unika Atma Jaya, Prof. Dr. Phil. Hana G.G. Panggabean.

Bob mengatakan, kanker payudara menjadi kanker yang paling menakutkan di dunia saat ini.

Klaim biaya penderita kanker ini di Rumah Sakit Dharmain, katanya, juga paling tinggi. Dari Rp 100 miliar klaim pengobatan, sekitar 80 persen merupakan klaim untuk penderita kanker payudara. Karena itu, katanya, pemerintah juga memiliki perhatian besar terhadap penyakit ini. “Oleh karena itu, tiap Oktober kita peringati sebagai Bulan Kanker Payudara,” katanya.

Bob mengatakan, kanker payudara menyedot sebagian besar anggaran negara. Pasalnya, obat untuk penyakit ini tergolong mahal. Untuk operasi saja, biaya yang harus dikeluarkan mencapai Rp 50 juta. Selain itu, biaya penyinaran mencapai Rp40-50 juta dan biaya setiap kali kemoterapi mencapai Rp5-30 juta.

Karena itu, Dokter Bob menekankan pentingnya deteksi dini terhadap gejala kanker, termasuk kanker payudara.

Dia mengatakan, deteksi dini penting karena terkait dengan proses penyembuhan dan harapan hidup. Angka harapan hidup untuk stadium awal juga masih sangat tinggi yaitu mencapai 90 persen. Namun, jika sudah mencapai stadium empat (4), angka harapan hidup hanya 20 persen saja.

“Maksudnya, dari 10 pasien yang datang merawat, 5 tahun kemudian yang datang hanya sekitar 2 orang saja,” ujarnya.

 

Dukungan Sosial

Profesor Hana, yang juga seorang survivor kanker payudara mengatakan, dukungan sosial sangat penting bagi seorang penderita kanker, seperti payudara. “Ketika terdiagnosa mengidap kanker payudara, yang pertama-tama saya lakukan adalah kembali ke rumah keluarga. Saya merasakan dukungan keluarga itu sangat penting,” ujarnya.

Yang tak kalah penting, katanya, penderita kanker juga harus memiliki daya juang dan selalu mengirim pesan positif dan optimistis terhadap sekelilingnya. “Seorang penderita harus mengirim pesan positif kepada orang di sekelilingnya. Satu pesan positif yang dikirim ke sekitar, akan berbalik berkali-kali lipat ke diri penderita,” ujarnya.

Dialog yang didahului pemaparan Gerakan Kopi Persabatan (GKP21) oleh Lukas Christian itu berlangsung hangat dan penuh haru. Beberapa di antara survivor kanker payudara melakukan sharing (testimoni) bagaimana mereka mengatasi tantangan tersebut.

Salah satu survivor mengatakan, dukungan keluarga, dan semangat untuk terus melanjutkan kehidupan sangat penting. Dukungan sosial membuatnya terus bertahan hidup, walaupun harus kehilangan anggota tubuh yang sangat dicintai.

Ketika memenangkan perjuangan, dia merasa bahwa derita di hari kemarin - termasuk ketika harus kehilangan payudara - tidak sebanding dengan keberuntungan yang dialaminya saat ini. Karena “Kemarin dan esok adalah hari ini/Bencana dan keberuntungan sama saja/Langit di luar, langit di badan, bersatu dalam jiwa”. (Very Herdiman)

Artikel Terkait