INDONEWS.ID

  • Rabu, 02/10/2019 12:02 WIB
  • Pengamat Sebut Aksi Demonstrasi Akhir-akhir ini Ingin Mengulang Sejarah 1966 dan 1998

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Pengamat Sebut Aksi Demonstrasi Akhir-akhir ini Ingin Mengulang Sejarah 1966 dan 1998
Pengamat Politik Pendiri Lembaga Pusat Data Bisnis Indonesia, Christianto Wibisono (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Gelombang aksi massa para mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat yang terjadi di berbagai daerah di seluruh Indonesia hari-hari ini menolak revisi UU KPK dan RUU lainnya, tentunya bisa diacungi jempol.

Namun, ada yang yang perlu ditelisik lebih dalam dari fenomena demonstrasi para mahasiswa dari sebagian kampus yang terjadi secara massif dan serentak di berbagai daerah di Indonesia itu.

Baca juga : Christianto Wibisono: Aksi Demonstrasi Mengarah pada Karma Politik Masa Lalu

Menurut pengamat Politik selaku wartawan lintas zaman Christiànto Wibisono menyebutkan ada persengkokolan para elit, politisi men-design aksi-aksi ini untuk mengulang kembali sejarah kelam masa lalu bangsa ini, rincinya sejarah 1966 dan 1968. 

Christiànto, begitu ia akrab disapa, mangatakan elite Indonesia merasa dirinya malaikat sehingga tega mengorbankan martir seperti kasus yang terjadi pada 1966 dan 1998.

"Menurut saya, kesalahan terbesar elite Indonesia adalah merasa dirinya jadi malaikat dan oposisi adalah  setan terkorup dan itu berlaku timbal balik," tegas Christianto dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi INDONEWS.ID, Senin (30/9/19).

Sementara itu, Christianto berdalil, MPR yang dikuasai elite yang loyalitasnya dipertanyakan, bisa saja memaksakan opsi “Habibie kedua. Menurutnya, skenario ini persis adalah daur ulang mirip penolakan laporan pertanggung jawaban Habibie yang berdampak pengunduran diri Habibie.

"Bila elite tega seperti riwayat MPRS 1966 dan MPR 1998 serta MPR 1999, bukan mustahil bisa terjadi skenario penolakan Perppu berbuntut pemakzulan dan pergantian presiden. Elite Indonesia mempunyai sejarah “tega” menjadi Ken Arok satu sama lain," beber Christianto.

Christianto mengaku sebagai pengamat yang mengenal pribadi ketujuh presiden Indonesia dan ikut mengalami sebagai peliput (wartawan 1966) dan pengamat 1998 serta terus memelihara hobby pengamatan dalam buku Kencan dengan Karma dirinya sangat waswas. Sedang terjadi karma yang mungkin diluar dugaan masyarakat.

"Seperti penolakan BEM atas gesture Presiden menerima di Istana, itu suatu perebutan wangsit. Persis seperti ketika May Jen Soeharto menolak dipanggil Presiden Panglima Tertinggi Sukarno ke Halim 1 Oktober 1965," tutup Christianto.

Mari Simak dan selami pemikiran serta analisis pengamat politik, wartawan lintas zaman selaku Lembaga Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christianto Wibisono pada Seminar Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Media Online INDONEWS.ID: Bahas Politik Dengan Simpatik, bertempat di Balai Sarwono, Kemang, Jakarta Selatan, Kamis, 3 Oktober 2019.

Seminar yang  bertajuk: Bincang Anak Negeri: Kegaduhan Ini Muaranya Kemana" akan mengupas kondisi dan situasi terkini bangsa ini dan akan mengahdirkan sejumlah pakar di antaranya Watimpres RI H. Sidarta Danusubroto, Pengamat Politik Christianto Wibisono, Pengamat Sosial dan Tokoh Muda NU Ahmad Syauqi, Pengamat Militer Connie Rahakundini, Pengamat Politik Rudi S. Kamri, Pengamat Intelijen Suhendra Hadikuntono dan Asri Hadi selaku Moderator dan Pemred INDONEWS.ID *(Rikardo)

 

Artikel Terkait
Christianto Wibisono: Aksi Demonstrasi Mengarah pada Karma Politik Masa Lalu
Artikel Terkini
BNPP Bersama K/L Susun Bahan Masukan Renaksi Tahun 2025 Terkait Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Laut
Raih Juara Dua "SPM Awards 2024", Pj Bupati Karanganyar: Tujuan Kami Bukan Penghargaan, Ini Hanya Bonus
Ini 5 Fitur Unggulan iPhone 15 Pro Max yang Perlu Anda Ketahui
Pj Bupati Maybrat hadiri Gala Dinner Peringatan Hari Otonomi Daerah XXVIII Tahun 2024
Menteri ATR/Kepala BPN Lakukan Peninjauan ke STPN untuk Menyapa Langsung Seluruh Taruna dan Taruni
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas