INDONEWS.ID

  • Senin, 25/01/2021 17:05 WIB
  • Utang Makin Meningkat, Kebijakan Ekonomi Pemerintah Makin Ngawur

  • Oleh :
    • very
Utang Makin Meningkat, Kebijakan Ekonomi Pemerintah Makin Ngawur
Rizal Ramli, ekonom senior. (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Utang pemerintah Indonesia terus melonjak pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kementerian Keuangan melansir jumlah utang pemerintah hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp6.074,56 triliun. Posisi utang pemerintah naik ini hingga 27,1 persen dibanding 2019 yang mencapai Rp4.778 triliun. 

Baca juga : Terinspirasi Langkah Indonesia, Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Dengan jumlah tersebut, kini rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 36,68%, yang sebelumnya, pada 2019, mencapai sebesar 29,8 persen. 

Ekonom senior Rizal Ramli memperingatkan pemerintah tentang beban utang yang makin meningkat di masa Presiden Jokowi. Menurut Rizal, bunga utang pinjaman Indonesia lebih tinggi dari negara lain.

"Ini gara-gara Menkeu terbaik. PhD spesialisasinya labour economic, ekonomi perburuhan soal pemogokan di Lampung. Ngerti istilah-istilah makro ekonomi tetapi tidak mengerti linkages semua faktor makro ekonomi baik yang langsung dari satu variabel ke variabel yang lain maupun loops," katanya dalam kanal YouTube Bravos Radio Indonesia.

"Loops itu dari sini ke sini, dari sana ke sana, ke sini, enggak ngerti dia, makanya arah kebijakan ekonomi kita makin lama makin ngawur, bahkan sebelum krisis," lanjut mantan Menko Perekonomian pada era Presiden Gus Dur itu.

Baca juga : Dampak Perang Iran-Israel Bagi Sejumlah Kebijakan di Dalam Negeri

Menurut Rizal Ramli, Sri Mulyani memang mendapat sejumlah pujian baik dari dunia nasional maupun internasional. Namun, yang memuji adalah para kreditor. Karena, bunganya lebih mahal dari umumnya.  

"Cuma dia dipuji oleh kreditor, karena dia kasih bunga pinjaman 2-3 persen lebih mahal," ujarnya.

Baca juga : Dampak Perang Global, Ini Tantangan Kebijakan Ekonomi ke Depan

Rizal melanjutkan, misalnya ada bank yang mematok bunga kredit sebesar 15 persen, negara lainnya akan melakukan negosiasi agar dapat bunga lebih murah. Namun, tidak demikian dengan Indonesia. 

"Misalnya, bank pasang pengumunan kredit di sini 15 persen. Pengusaha atau negara lain yang datang nego, Pak, bisa enggak bunganya 14 persen, bisa enggak lebih murah. Nah, Menkeu kita terbalik. Dia datang ke banknya, Pak, saya mau minjam 10 tahun bunganya bukan 15 persen, saya mau bayar 17 persen. Ya diangkat-angkat (dipuji)," ujarnya seperti dikutip jpnn.com

Menurut mantan Menko Kemaritiman itu, tidak ada satu pun menteri keuangan di seluruh dunia yang mau bayar bunga utang lebih mahal 2-3 persen. Apa lagi rating Indonesia lebih tinggi dari Filipina, Thailand, dan Vietnam, seharusnya kalau meminjam bunganya malah 1-2 persen di bawah mereka. 

"Tetapi Sri Mulyani pinjam 2 persen di atas ini. Siapa yang bayar? Ya rakyat kita. Jangan anggap enteng 2 persen ya," pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
Terinspirasi Langkah Indonesia, Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR
Dampak Perang Iran-Israel Bagi Sejumlah Kebijakan di Dalam Negeri
Dampak Perang Global, Ini Tantangan Kebijakan Ekonomi ke Depan
Artikel Terkini
Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua
Mendagri Ingatkan Pj. Gubernur Maluku Jaga Tingkat Inflasi
Mendagri Lantik Sadali Ie sebagai Pj. Gubernur Maluku
BNPP Bersama K/L Susun Bahan Masukan Renaksi Tahun 2025 Terkait Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Laut
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas