Politik

Membaca "Tak Salaman" Megawati dan Cuaca Politik Pasca Pilpres

Oleh : very - Minggu, 06/10/2019 16:30 WIB

Ketua Umum PDI Perjuangan terlihat tidak menanggapi alis cuek terhadap keberadaan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh di gedung DPR/MPR. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Salah satu cara "meramal" cuaca politik di mana-mana adalah dengan membaca dan menafsirkan gestur dan bahasa tubuh, serta ujaran para politisi. Khususnya elit politik yang punya pengaruh sangat besar. Ambillah contoh, Presiden RI ke-5 Megawati Sukarnoputri.

Media, dan pengamat, pelaku politik, bahkan publik pada umumnya tahu bahwa tidak ada dinamika perpolitikan Indonesia selama lebih dari 20 tahun terakhir ini yang tanpa dipengaruhi, langsung atau tidak oleh Megawati. Makanya ujaran dan gestur serta bahasa tubuh puteri Proklamator tersebut akan selalu menjadi bahan "ramalan cuaca politik" yang nyaris tak mungkin diabaikan.

Itu sebabnya, ketika Megawati Soekarnoputri kedapatan seakan berlaku cuek terhadap Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan tidak menyalami yang bersangkutan, sontak muncul ramalan cuaca politik yang ramai di pentas politik Indonesia pasca-Pilpres 2019. Media dan para pengamat, serta politisi pada level manapun, berkepentingan untuk terlibat memaknai gestur boss PDIP  itu.

Menurut pengamat politik dari President University Muhammad AS Hikam jika saja insiden tidak menyalami itu bukan kesengajaan Megawati karena situasi yang tidak terelakkan atau alpa dll, tentunya tak perlu dipermasalahkan. Karena itu, pihak-pihak yang disorot publik, PDI Perjuangan atau Megawati sendiri, tentu bisa memberi penjelasan atau bahkan kalau perlu, meminta maaf.

Namun jika peristiwa tak bersalaman itu disengaja, atau patut diduga disengaja, tentu membuka peluang penafsiran macam-macam, termasuk spekulasi yang bersifat politik.

“Bisa saja insiden itu ditafsirkan sebagai sikap ketidaksukaan atau ekspressi kekecewaan Megawati Soekarnoputri, pihak yang seharusnya menyalami, terhadap Surya Paloh, pihak yang seharusnya mendapat giliran disalami beliau,” ujarnya dalam pernyataan pers di Jakarta, belum lama.

Hikam mengatakan, dalam konteks perilaku politik Megawati, insiden salaman ini tentu dikaitkan dengan kebiasaan beliau menggunakan gestur atau bahasa tubuh tertentu untuk menyatakan sikap-sikap politik terhadap pihak lain. Kita tahu, misalnya, bahasa tubuh beliau ketika dahulu masih memandang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai nemesis politiknya.

“Bisa jadi dalam kasus Surya Paloh inipun sikap cuek Megawati Soekarnoputri itu adalah isyarat bawha beliau kurang berkenan terhadap sikap politik Ketum Nasdem pasca Pilpres 2019,” ujarnya.

Menurut Hikam, tentu saja akan lebih kuat jika analisa ramalan cuaca politik ini didukung oleh berbagai fakta berupa langkah-langkah PDIP dan Nasdem dalam dinamika politik nyata.

Misalnya apakah Nasdem akan keluar dari koalisi pendukung atau tidak di Parlemen nanti. Apakah Nasdem akan mendukung Perppu KPK atau tidak. Apakah Presiden Jokowi akan memberikan kursi kabinet kepada Nasdem atau tidak dan sebagainya.

Tapi memang, perilaku politik para elit bisa dibaca dari berbagai macam sudut pandang. “Yang perlu dicermati adalah implikasinya, apakah signifikan atau hanya manuver biasa saja? Tetapi khusus Megawati, gestur dan bahasa tubuh beliau dalam politik biasanya bisa bikin lawan atau yang dianggap lawan beliau tergaga-gaga sampai lama,” pungkasnya. (Very)

 

 

Artikel Terkait