Nasional

Bebaskan Napi Korupsi dengan Dalih Cegah Covid-19, Yasona Penuh Tipu Muslihat

Membaca Akal Bulus Yasona Bebaskan Napi Korupsi dengan Dalih Cegah Covid-19

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 04/04/2020 13:30 WIB

MenkumHAM Yasona Laoly

Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyiapkan rencana pencegahan penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Salah satunya dengan membebaskan sekitar 35 ribu narapidana.

Menariknya, wacana ini juga mengatur pembebasan bagi narapidana kasus korupsi. Koruptor dapat bebas seandainya ia berusia di atas 60 tahun. Sebab usia tersebut dinilai terbilang lebih rentan terpapar COVID-19.

"Kami sadar betul dampak lapas yang overkapasitas jika ada yang sampai terpapar," katanya dalam rapat degan Komisi III DPR RI, Rabu (1/4/2020).

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mencuri kesempatan di tengah pandemi virus corona (Covid-19) untuk membebaskan napi koruptor.

Feri mengatakan jumlah narapidana korupsi tidak banyak. Sehingga tidak tepat jika membebaskan para koruptor dengan alasan lembaga pemasyarakatan (lapas) kelebihan kapasitas.

"Agak aneh ya, seperti mencuri kesempatan di tengah bencana ya. Misalnya alasan overcapacity, lalu perlu napi koruptor dibebaskan cepat. Pernyataan itu tidak tepat," kata Feri kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/4).

Feri berpendapat seharusnya para koruptor tidak mendapat keringanan di tengah corona. Kebijakan ini, kata dia, hanya memperlihatkan keberpihakan pemerintah dalam urusan pemberantasan korupsi.

"Sebenarnya alasan-alasan yang dikemukakan Pak Menteri tidak masuk akal dan tidak sesuai apa yang terjadi di lapas. Ini lebih mirip sebagai upaya untuk memberi privilege kepada terpidana korupsi yang semestinya tidak boleh terjadi," ujarnya.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai alasan kelebihan kapasitas tidak berlaku bagi napi kasus korupsi.

Sel mereka berbeda dengan napi lain. Tak ada desak-desakan, bahkan relatif eksklusif. Mau contoh? kata Isnur: Lihatlah sel terpidana kasus korupsi megaproyek e-KTP Setya Novanto di Lapas Sukamiskin yang dilengkapi banyak fasilitas.

"Napi koruptor di Lapas Sukamiskin itu dapat kamar satu. Mereka di kamar terisolasi, tidak seperti di Rutan Cipinang atau Salemba yang bahkan tidur pun enggak bisa, harus gantian," katanya dalam sebuah diskusi interaktif, Kamis (2/4/2020).

Akal Bulus Yasona: Empat Kali Mengajukan

Yasonna mengatakan untuk dapat membebaskan koruptor dari jeruji besi, ia harus merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya bahkan menyebut Yasonna sudah empat kali mencoba membebaskan napi korupsi melalui PP yang ada.

Peneliti ICW Donal Fariz menyatakan revisi PP tersebut merupakan agenda lama yang terus diupayakan Yasonna guna memberikan keringanan terhadap narapidana korupsi.

"Karena kalau corona alasannya, wacana yang disampaikan oleh Yasonna untuk merevisi ini adalah wacana lama," kata Donal dalam video teleconference, Kamis (2/4).

Berdasarkan catatan ICW, Donal menuturkan bahwa sejak 2015-2019 Yasonna telah berupaya melakukan revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 sebanyak empat kali.

"Jadi, kalau kita melihat ini adalah kerjaan atau agenda lama yang tertunda. Sehingga, corona hanya justifikasi atau alasan saja," simpul Donal.

Donal mengatakan PP 99/2012 adalah aturan yang cukup progresif. Memperlemah regulasi ini sama dengan tidak mendukung pemberantasan korupsi.

Donal juga menegaskan pembebasan napi korupsi tidak relevan dengan tujuan besar menghambat penyebaran COVID-19 di lapas/rutan karena angkanya sangat kecil dibanding kejahatan lain.

Merujuk data Kemenkumham tahun 2018, dari 248.690 narapidana, yang tersangkut korupsi `hanya` 4.552 atau sekitar 1,8 persen.

Berdasarkan hal di atas, Donal meminta agar Presiden Joko Widodo menolak usul Yasonna karena pembebasan narapidana korupsi tidak memiliki hubungan dengan wabah virus corona (Covid-19).

Lagi pula, lanjut dia, jika ingin mengantisipasi penularan virus corona di Lapas atau Rutan, lebih baik Yasonna fokus terhadap tindak pidana lain seperti narkoba yang tahanannya jauh lebih banyak daripada tindak pidana korupsi.

"Kami mendesak Presiden Jokowi dan termasuk Menko Polhukam Prof Mahfud MD untuk menolak wacana revisi PP 99/ 2012 ini," tandasnya.*(Rikardo).

 

Artikel Terkait