Opini

Puisi "Merawat Naluri," oleh Gerard N. Bibang

Oleh : Rikard Djegadut - Rabu, 01/07/2020 20:01 WIB

Lukisan berjudul

Manyo (= Magnola) dan Damas adalah dua penggulat ilmu komunikasi di Unika Atma Jaya Jakarta. Dalam perjalanan menuju kantin, keduanya saling menyapa

***

Manyo, Manyo

Iye Damas

Kamu boleh jawab, boleh juga gak; pertanyaanku rada2 (=agak) aneh sih

Nanya aja, pasti aneh koq; kamu kan aneh orangnya

Hehehe, tapi kamu suka kan

Eeeeee...eeeeee

Ya sudah, ini aku mau nanya; nanti kamu mau jadi apa

Hahahaahahahaa; Damas, Damas, tumben kamu lucu

Lho, lucunya di mana; katanya setiap manusia berhak melucu

Lucu aja sih; itu, kamu filsafat lagi; iyah tentu saja, tiap manusia bisa melucu-lucu karena kita memiliki perasaan; maka kambing gak bisa melucu-lucu

Hahahaahhahaha, ini baru benar-benar lucu; karena kambing gak punya emosi; tapi aku serius lho, Manyo; nanti kamu mau jadi apa

Maksudmu selesai dari Atma Jaya?

Iyah, pokoknya nanti, entah dari Atma atau dari tempat lain

Ah loe gimana sih; yang jelas dong pertanyaannya; jangan bikin aku tambah bego

Gini lho, Manyo; setiap kita itu pasti punya rencana dong buat masa depan

Oh ok, I know

Jadi, apakah selalu berhubungan dengan studimu sekarang, ilmu komunikasi; jadi praktisi PR kah, atau peneliti komunikasi kah atau atau yang lainnya kah

Tahu, tahu; aku mau jadi perawat

Waras loe

Hahahaahaha, waras-lah; kalau aku gila, ya, aku gak belajar di sini dong; masa’ Atma Jaya terima mahasiswa gila

 

Bertambah Lebih

 

Okey, okey, loe tadi serius gak bilang mau jadi perawat

Iyah

Kenapa gak pindah aja ke STIKES (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan) sana; lagian gak masuk akal; sekolahnya di mana, pengen-nya jadi apa, gak jelas

Eh Damas, jangan meremehkan begitu yah; aku gak suka

Maaf, maaf, Manyo

Aku nanya kamu, Damas; siapa yang menjamin seratus persen bahwa kamu akan menjadi orang sesuai dengan bidang studimu; atau hidup menurut jurusan ilmu yang kamu ambil selama kuliah; siapa yang menjamin?

Engga ada sih

Nah, maka-nya jangan remehin aku yang mau jadi perawat

Ya, aneh aja, Manyo; kamu koq jadi perawat sementara kamu belajar ilmu komunikasi

Emang ada yang salah

Engga

Terus?

Ya aneh aja; tapi lebih wise kalau aku nanya kamu, begini: perawat dalam arti apa; dalam arti kesehatan, medis atau perawat dalam arti lebih luas dari medis; please explore a bit, Manyo

Nah, gitu dong nanya-nya; baru kelihatan cerdasmu

Jangan muji ah, malas; jawab dulu

Aku jelas-in dulu konteks makronya

Kontes apa lagi, Manyo

Duh duh duhhhh...bego! konteks lain dari kontes; maka nya belajar bahasa Inggris; sdh milenial begini, masih bego English

Aduh, belum apa-apa sdh dibilang bego; iya deh, aku terima; bagaimana konteksnya

Singkatnya begini: setiap manusia ini kan memiliki naluri dasar pengen jadi apa

Naluri untuk apa

Ya umumnya naluri dasar manusia adalah expansion, bertambah gede, bertambah lebih, menjadi lebih; ada ahli yang menyebutkan having more. punya benda ini dan itu, itulah expansion; ketika melakukan sesuatu lalu bosan, itu karena adanya naluri expansion, ada rasa gak puas

Lha, masalahnya apa; itu baik2 saja kan

Benar tapi ada problem di sana; yaitu ada rasa tidak excited (=bersemangat) karena kita lupa pada kehormatan, yaitu bahwa segala sesuatu terjadi karena diizinkan; diizinkan oleh yang Maha Kuasa; kalau segala-galanya diukur oleh diri sendiri untuk pencapaian ini dan itu, yah, pasti akan tiba pada titik tidak excited

Ah, loe ma, bawa-bawa Tuhan; kalau semuanya dikaitkan dengan Tuhan, ya, gak usah diskusi kita, semua urusan selesai solusinya

Eh, lancang kamu Damas; sekarang aku nanya: apakah ada kegiatanmu yang bukan seizin Allah? adakah bagian hidupmu yang bukan penyelenggaraan Allah?

Aduh, jangan suara tinggi gitu dong Manyol; biasa aja kaleeee; kamu marah ya?

Jelas marah, koq kamu bedakan tegas urusanmu adalah urusanmu dan urusan Tuhan ya urusan Tuhan; what are you then, my friend? Jangan bego begitu dong, malu; sdh pada tingkat terakhir hampir S1 begini, gimana sih kamu

Sudah, sudah, Manyo, maaf; yang aku masih bingung, apa hubungannya tidak excited itu dengan izin Allah

Aku hanya bisa menjawabnya dengan contoh kecil saja; pertama-tama, harus diakui bahwa tiada suatu apapun dalam hidupmu yang bukan izin Allah; itu diterima dulu; berarti pemegang saham hidupmu bukan dirimu, tapi Allah; maka segala sesuatu yang engkau kerjakan, sekecil apa pun, berarti bukan darimu semata-mata, pasti krn penyelenggaraan Allah

Masih absrak penjelasanmu; mana contohnya

Okey, aku nanya kamu Dimas; apakah kamu tahu jam berapa, berapa lama dan di mana kamu akan kentut; aku nanya kamu, serius

Hahahahahaha, dari Tuhan koq ke urusan kentut

Ya jawab dulu, jangan ketawa; katanya minta contoh konkrit

Aku gak tahu kapan aku kentut

Okey, loe gak tahu ya; berikutnya, apakah kamu tahu warna kentutmu dan berapa lama kentutmu

Gak tahu juga

Lha, berarti si pemegang saham hidupmu itulah yang mengaturnya, tanpa seizin-NYA, gak mungkin terjadi segala sesuatu

Paham, paham; kamu neh ambil contoh kentut, contoh lain kek...

Habis, omong yang tinggi2, kamu bilang abstrak

Atau yang lain, pikiran kita; kamu berpikir karena kamu masih diizinkan berpikir; kamu memilih karena diizinkan memilih; ketika semua itu hilang, pusingmu hilang tetapi kehormatanmu juga hilang; sesuatu yang baru itu urusan momentum; momentum diizinkan-Nya sesuatu yang baru untuk terjadi; does it make sense, my friend?

It does! Hanya di mana masalahnya jika dikaitkan dengan excited dan tidak excited yang kamu sebutkan tadi

Orang itu excited jika ia menyadari bahwa apa yang ia capai adalah penyelenggaraan Allah dan pasti berguna untuk hidupnya; tapi sebaliknya, tidak excited jika ia mendasarkan semua capaian itu pada upaya dirinya sendiri, dan karena itu, pasti akan selalu gak pernah puas; dan akhirnya gak happy

Ah, kamu jangan menggabungkan puas dan happy, Manyo; itu dua hal berbeda..

Okey, maaf, dua hal berbeda tapi saling menyebabkan; ada hubungan kausal; karena puas maka ia happy

Wouww, jawaban cerdas, thanks so much, my friend; lalu kembali ke jawabanmu tadi bahwa kamu ingin jadi perawat; mana kaitannya penjelasanmu ini dengan jawabanmu jadi perawat

Oh ya hampir lupa; jadi perawat naluri dasarku; bahwa ingin jadi gede, jadi berlebih tapi dengan kesadaran bahwa itu semua karena izin Allah; dengan demikian aku excited yang sejati dan akhirnya happy; aku adalah perawat naluriku

Sooooo sweet! tapi gede di sini bukan dalam arti having more kan?

Bukan, bukan, tapi being more, menjadi berkualitas lebih sebagai manusia yang tahu diri

Ohhhh, selamat jadi perawat deh; kalau begitu, aku juga mau jadi perawat

Alaaaaaaa,  loe kepo

Boleh dong kepo yang baik

Good-lah

 

Tujuan atau Sarana?

 

Tapi Manyo, kamu meninggalkan hal serius untuk aku

Apa?

Kenapa tujuan hidupmu dipersempit kepada excited dan tidak excited? Kenapa gak disebutkan saja bahwa tujuan hidupmu, yah, hidup kita semua, ialah mendapatkan kebahagian

Lho, tujuannya kebahagiaan; caranya ialah merawat expansion

Gak sepakat, Manyo; di sini, aku berbeda pendapat dengan kamu; kebahagiaan adalah sarana

Hah, why?

Sebatas pengetahuanku, panduan manusia di bumi salah satunya memang adalah bahagia; sesuatu yang membahagiakan membuat seseorang akan mengulangi sesuatu itu; jika kebahagiaan berasal dari luar, teruskan mengikuti kebahagiaan itu sampai ketemu apa itu bahagia; tetapi kalau mau bicara kebahagiaan sejati, dia berasal dari dalam

Terus, kejarnya ke mana? ke dalam? hahahaahahaaa, ayo2 waeee kamu Damas

Bukan begitu juga, Manyo; alasanku ialah kebahagiaan bukan tujuan; bukan kita melihat adanya sesuatu kita terus bahagia, tetapi bahagia membuat kita melihat sesuatu itu

Ohhhhh, I see; kebahagiaan dalam diri-lah yang membuat orang melihat dan menemukan kebahagiaan; dengan lain kata, kebahagiaanlah yang membuat seseorang lebih sejati mengalami peristiwa2 excited-nya

Yes, you get my point; dan itu semua tidak bisa dicapai dengan teknologi canggih se-smart apa pun; tanpa kebahagiaan, hape smart-mu akan membawa sengara daripada nikmatnya; iya kan?

Ah, ngawur kamu, Damas

Ngawur gimana; ini aku tunjukkin kamu; peradaban teknologi dan kebudayaan dibangun dengan pilar angka, padahal toh lenyap di infinitas Maha Kuasa; Tuhan memang menganugerahkan kemerdekaan seolah tanpa batas kepada manusia untuk mengembangkan ini dan itu, padahal kemerdekaan adalah alat untuk menentukan batas, tapi kemudian batas-batas dibatalkan oleh ketidak-terbatasan atau ketiadaan batas; hahahaahaha, tambah bingung kan, kamu

Ohhh, definisi baru kebebasan; bebas bukan berarti bebas sebebas-bebasnya tapi bebas adalah tahu akan batas-batas; waduhhhhh, thanks so much untuk pencerahan ini, Dimas

Sama-sama, Manyo

Tapi Dimas, masa’ sih teknologi canggih itu sama sekali gak bawa kebahagiaan? bukankah itu semua produk akal budi manusia sehingga mengakibatkan kemajuan dan peradaban moderen seperti sekarang; masa’ kamu gak bahagia?

Bukan, Manyo; nuranimu-lah yang membuatmu bahagia

Lho, alat2 canggih itu kan produk akal budiku; masa’ mencelakakan produsen-nya; logika-mu di mana

Jadi, kamu menaruh nuranimu di peradaban buatanmu? dungu kamu!

Waduhhh

Hanya orang dungu yang membayangkan akan bisa menjumpai kata nurani terdaftar di lembaran-lembaran buku ekonomi, perusahaan, supermarket, alfamart, indomart dan konglomerasi dan korporasi2 lainnya; hanya pemimpin yang over-optimistik yang memimpikan bahwa nurani merupakan asas utama sebuah kekuasaan; hanya orang tolol yang mengharapkan nurani terdapat di pasar bebas yang global sekarang

Gak, gak, Dimas; nuraniku ada dalam diriku

Hahahaaahahahha

Ya sudah, aku pamit dulu ya; mumpung belum dikatain dungu lagi ntar

Miss u, my friend; jangan ngambek gitu ah; dungu itu bisa untuk aku juga, not only for u; anyway, thanks untuk pencerahan ini; sungguh tak ternilai

Me too, Damas; miss u,daaaggggg, ingat social distancing, gak boleh ciuman

Hahahahaahahahah, ya sudah, mau gimana lagi

***

(gnb:tmn aries:jkt:rabu:1.7.20)

*) Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menahbiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta

TAGS : Puisi

Artikel Terkait