Nasional

Harga Swab PCR, Gede Sandra: Pemerintah Harusnya Permudah Akses Masyarakat Lakukan Tes

Oleh : very - Minggu, 15/08/2021 20:50 WIB

Tim medis Puskesmas Kecamatan Tanah Abang mengambil sampel lendir warga saat tes usap di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Selasa (16/6/2020). (Foto: Kompas.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan ketentuan baru terkait Rapid Diagnostic Tes Antigen di Kementerian Kesehatan. 

Kebijakannya, antara lain menggratiskan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) uji validitas rapid test antigen serta mematok besaran tarif uji validitas Rapid Diagnostic Test Antigen.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 104/ PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Layanan Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen yang Berlaku pada Kementerian Kesehatan. 

"Uji validitas Rapid Diagnostic Test Antigen yang dilaksanakan oleh laboratorium lingkup Kementerian Kesehatan dikenakan tarif sebesar Rp 694.000 per tes," bunyi pasal 1 beleid tersebut, mengutip situs resmi Kemenkeu, seperti dikutip Liputan6.com, Jumat (13/8/2021).

Ditanyai pendapatnya terkait harga swab PCR tersebut, ekonom Universitas Bung Karno (UBK) Gede Sandra mengatakan, kebijakan Menteri Keuangan ini mengejutkan. Pasalnya, kebijakan tersebut sepertinya tidak pro terhadap penyelesaian pandemi Virus Corona yang ingin cepat-cepat dituntaskan oleh pemerintah.

“Kebijakan Kementerian Keuangan ini mengejutkan, seperti tidak pro terhadap penyelesaian pandemi yang secepat-cepatnya. Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang mempermudah akses seluruh masyarakat untuk melakukan test. Tapi ini malah kebalikannya,” ujarnya kepada Indonews.id, di Jakarta, Minggu (15/8).

Dia mempertanyakan mengapa negara lain seperti India, dengan GDP per Kapita-nya yang hanya separuh Indonesia (India: $2099, Indonesia:$4135) dapat memberikan harga test yang sama dengan harga jauh lebih murah dari Indonesia.

Menurutnya, harga produk yang sama yaitu Rapid Diagnostic Test Antigen, yang disebutkan Menkeu di Indonesia yakni sebesar Rp 694 ribu, sementara harga Rapit Antigen Detection Test di India hanya Rs. 300 (Rp 58 ribu).

“Harga Indonesia 12 kali lipat India, padahal GDP percapita (kemakmuran perorangan) India hanya setengah Indonesia. Tolong segera kebijakan ini direvisi. Jangan sampai rakyat menjadi korban,” ujarnya.

Seperti diketahui, hari ini, Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk menurunkan harga PCR tersebut menjadi sebesar Rp 450 ribu hingga Rp 550.000 ribu.

Keputusan Presiden Jokowi tersebut diambil setelah beberapa hari terakhir media nasional masif memberitakan harga PCR di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan beberapa negara lain.

"Saya minta agar tes PCR ini berada di kisaran antara Rp 450.000 sampai dengan Rp 550.000," kata Jokowi, dalam sebuah video yang diunggah laman Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).

Jokowi juga meminta agar laboratorium dapat memaksimalkan periode tunggu hasil tes swab maksimal 1x24 jam.

"Saya juga minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya maksimal 1 x 24 jam, kita butuh kecepatan," ujar Jokowi seperti dikutip cnbcindonesia.com.

Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang menginstruksikan agar harga swab PCR di Indonesia sebesar Rp 450.000 - Rp 550.000.

Kendati demikian, menurut Dicky, pemerintah juga semestinya mengatur besaran harga swab antigen yang saat ini dibanderol dengan kisaran harga Rp 100.000 hingga Rp 250.000.

Di masa penularan kasus yang masih berfluktuatif seperti saat ini, Dicky memandang tes Covid-19 sangat penting dalam membantu pemerintah meningkatkan tracing, testing, dan treatment (3T). (*)

Artikel Terkait