Nasional

Spider Rice Field Cancar, Wisata Sekalian Belajar Hukum Masyarakat Adat

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 27/03/2022 20:25 WIB

Risno Pakur (Advokat dan penyuluh Anti Korupsi)

Oleh Risno Pakur (Advokat dan penyuluh Anti Korupsi)

Jakarta, INDONEWS.ID - Spider rice field alias sawah laba-laba. Terdengar aneh, bukan? Tapi sawah laba-laba itu benar-benar ada, loh. Ya, lokasinya berada di daerah Cancar, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Jaraknya sekitar 2,5 kilometer dari Pasar Cancar. Namun jangan salah tafsir, ya! Sawah itu bukan untuk budi daya laba-laba. Hanya areanya saja yang desainnya mirip sarang laba-laba.

Sawah laba-laba di Flores itu memang unik. Sependek pengetahuan saya, tak banyak area persawahan dengan desain semacam itu. Kalau pun ada, modelnya bukan sarang laba-laba. Tapi crop circle seperti di daerah Sleman, Yogyakarta. Sawah berbentuk potongan lingkaran itu sempat ramai diperbincangkan gara-gara dianggap bikinan mahluk luar angkasa.

Kembali ke sawah laba-laba tadi. Belum lama ini, saya mengunjungi sawah itu. Lewat tulisan ini, saya akan mengajak kalian untuk tur ke sawah yang berada di tengah-tengah kawasan perbukitan tersebut. Pemandangannya benar-benar aduhai. Jangan ngiler, ya? He-he-he.

For your information, ya, guys, untuk menikmati lanskap sawah laba-laba itu butuh perjuangan keras, loh. Buat kalian yang kelebihan berat badan, pikir dua kali, deh. Soalnya, kalian harus naik ke atas bukit dengan cara berjalan kaki alias trekking. Treknya memang lumayan menukik. Tapi, itu worth it dengan pemandangan yang disajikan. Nggak bakal nyesel.

Sebelum membahas sawah laba-laba, saya mau ajak kalian untuk mengenal JakLingko. Kok ke Jakarta? Tunggu dulu, guys. JakLingko itu identik dengan sistem pengairan sawah yang membentuk jaring laba-laba di Flores. Kok bisa? Sesuai dengan inspirasi penamaannya, JakLingko adalah cerminan sistem transportasi umum yang terintegrasi atau berjejaring. Mirip jaring laba-laba. Seperti stiker JakLingko yang umumnya terpasang di badan angkutan itu.

Nah, dari JakLingko itu kita lanjut ke Flores. Di kalangan petani Flores, spider rice field sebetulnya bukan barang baru. Itu sudah jadi bagian budaya masyarakat setempat. Bahkan, karena keunikannya sawah laba-laba itu jadi salah satu warisan budaya yang diakui dunia. Keren, bukan? Anak-anak Flores harus bangga karena salah satu aset budaya Indonesia, khususnya dalam konteks pertanian, ada di Flores.

Lantas kenapa kok sawah di Cancar didesain seperti jaring laba-laba? Pertanyaan itu tentu terlintas di kepala kalian. Sama seperti di Bali atau daerah-daerah agraris lain, masyarakat di Cancar punya tradisi pembagian ladang. Di Bali, sistem pembagian itu dikenal dengan istilah subak. Sementara di Cancar disebut …?*(Apa istilahnya, ya, No?)

Pembagian lahan itu mengikuti ketentuan adat masyarakat setempat. Besar dan kecilnya lahan yang didapatkan disesuaikan dengan peran dan porsi masyarakat. Semakin besar perannya, makin besar pula porsi lahan yang didapat. Pembagian lahan itu adalah rangkaian ritual membuka lahan yang dikenal dengan istilah lea lose.

Pembagian itu dipimpin ketua adat dengan lebih dulu menunjuk titik tengah (lodok). Dari titik itu kemudian ditarik ke luar hingga akhirnya membentuk jaring laba-laba. Bidang terluar dari lahan itu disebut cicing. Tradisi pembagian ini sudah ada sejak zaman nenek moyang. Masyarakat meyakini bahwa tradisi itu adalah bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur masa lalu.

Warisan budaya turun-temurun itu terus dilestarikan masyarakat setempat di tengah gempuran perkembangan teknologi. Bagi masyarakat di sana, bertani dan ritual merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat adat.

Pembagian tanah itu menunjukkan warisan kolektif. Di mana harta peninggalan diwarisi atau dikuasai sekelompok waris dalam keadaan tidak terbagi-bagi. Semua itu diatur dalam suatu badan hukum keluarga adat.

Dalam konteks hukum agraria, pengaturan mengenai masyarakat hukum adat ada di dalam Undang-Undang Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pasal 2 ayat (4) undang-undang itu menyebut bahwa pelaksanaan hak menguasai dari negara dalam pelaksanaannya bisa dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat.

Pada bagian ini, masyarakat hukum adat bisa menerima delegasi kewenangan penguasaan negara atas bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam. Jika ada bidang tanah yang dikuasai langsung oleh negara (tanah negara), termasuk yang berasal dari tanah bekas hak erfpacht atau bahkan bekas hak guna usaha (HGU), penguasaanya dapat didelegasikan kepada masyarakat hukum adat supaya tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bisa dicapai.

Penyebutan masyarakat hukum adat ada dalam pengaturan pengakuan keberadaan hak ulayat. Hal itu diatur dalam pasal 3 UUPA. Isinya kurang lebih menyebut bahwa hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat yang kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa hingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara.

Kepentingan itu harus didasarkan pada persatuan bangsa. Dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

Dari gambaran itu rasanya penting untuk melestarikan budaya masyarakat adat. Sebagai anak bangsa – yang belakangan banyak banget yang hobi rebahan – wajib mendukung pelestarian keragaman warisan budaya. Salah satunya mendorong pemerintah agar mengajukan perlindungan warisan pertanian dan keanekaragaman hayati. Supaya ke depan bisa tetap dikenal luas dan diakui dunia.

Kekayaan alam dan budaya itu membuat saya berpikir bahwa Indonesia tidak melulu soal politik, hukum, atau tata negara saja. Di mana akhir-akhir ini isu-isu itu banyak sekali memunculkan pro-kontra di masyarakat. Sekali-sekali, kita perlu membahas kekayaan sumber daya alam dan potensi wisata supaya otak lebih fresh.

Menurut saya, sawah laba-laba di Flores bisa jadi salah satu destinasi wisata alam dan budaya yang punya daya saing. Potensi itu melengkapi destinasi wisata di Flores yang sudah eksis. Bukan hanya itu, sawah laba-laba juga bisa jadi alternatif wisatawan yang melawat ke Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ya, itung-itung selesai nonton balapan, wisatawan singgah ke Flores dan berkunjung ke sawah laba-laba. Hanya saja, kalian mungkin nggak akan dapat suguhan atraksi dari pawang hujan Mbak Rara seperti di Mandalika. He-he-he. Canda Mbak Rara. Sekian, ya, guys. Kapan-kapan silakan mampir ke Cancar untuk refreshing sekalian belajar hukum masyarakat adat.*

 

Artikel Terkait