Opini

Haris dan Fatiah Tidak Bisa Dipidana, Segera di SP-3

Oleh : Mancik - Kamis, 07/04/2022 16:09 WIB

Aktivis Kemanusiaan dan Peminat Hukum Tata Negara, Marthen Goo.(Foto:Ist)

Oleh : Marthen Goo

Jakarta, INDONEWS.ID - Indonesia dikenal sebagai negara hukum, itu juga yang diamanatkan oleh konstitusi, khusus pada pasal 1 ayat (3), sehingga, dengan semangat itulah kemudian, kita mengenal bahwa asas legalitas menjadi dasar dalam penegakan hukum, apalagi sistim hukum civil law masih menjadi dasar pijakan. Walau demikian, aspek hukum common law juga sangat berpengaruh dalam merumuskan dan membedah perkara hukum.

Dalam semangat kepastian hukum tersebut, ada asas yang dikenal dalam hukum pidana adalah “Equality before the law” atau semua orang sama di muka hukum. Pengertian sama di muka hukum ini menjelaskan kesetaraan antara pejabat publik dan rakyat atau warga negara agar tidak diberlakukan diskriminasi dalam penegakan hukum (bukan berpihak pada kekuasaan). bukan pemaksaan kekuasaan terhadap rakyat.


Makna Pencemaran Nama Baik

Kita harus dalami dan mengerti seara baik apa itu makna dari pencemaran nama baik. Untuk menyimpulkan hal tersebut, aspek motif menjadi penting. Karenanya motif menjadi dasar rujukan dalam menentukan apakah itu pencemaran nama baik atau tidak. Jika motifnya adalah pengungkapan kebenaran dari adanya dugaan atau informasi awal serta untuk Good Governance, maka, itu tidak bisa diartikan sebagai pencemaran nama baik.

Pencemaran nama baik adalah niat dan tindakan seseorang untuk menghancurkan nama baik dengan menyampaikan informasi yang tidak benar, dengan motif agar orang itu hancur dan agar orang itu tidak dipercaya publik. Itu esensi dari pengertian pencemaran nama baik. Namun jika motifnya adalah pengungkapan kebenaran, apalagi terhadap seseorang yang berkuasa, tidak ada unsur pencemaran nama baik. Aspek kekuasaan dan personality itu dua hal berbeda.

Menempatkan Haris & Fatiah Seakan Melakukan Perbuatan Pidana, Tidak Tepat dan Salah Sasaran Dalam Perspektif Pidana

Ada 3 (tiga) ukuran yang bisa dipakai dalam melihat, mendalami dan membedah kasus Haris dan Fatiah, yakni (1) Motif; (2) Kedudukan Hukum Pelapor dan (3) Tujuan Pemidanaan. Jika membedah motif, sedikit sudah terjelaskan di atas bahwa motif dari informasi yang disampaikan ke publik adalah (1) mengungkapkan kebenaran dengan hasil informasi dan riset cepat dan (2) mewujudkan good governance.

Aspek kedua adalah kedudukan hukum pelapor. Bagian ini yang sangat penting. Jika kedudukan pelapor adalah pejabat publik, maka, sesungguhnya aspek pencemaran nama baik bisa hilang dengan sendirinya, jika pelapor menjelaskan fakta dan mempresentasikan data serta fakta yang dimilikinya. Karena dengan demikian, sesungguhnya kekuasaan turut mengembalikan nama baiknya. Pelapor sebagai pejabat publik dan warga sipil, kedudukannya berbeda.

Terhadap kedudukan pelapor tentu sangat penting. Karena jika pelapor adalah pejabat publik, maka, jabatan publik dapat memulihkan nama baiknya dengan sendirinya. Hal itu berbeda dengan rakyat atau warga sipil, dimana, pengembalian nama baik hanya didapatkan dari memproses hukum pencemar nama baik tersebut. Ruang motif di sini juga berbeda, kalau untuk pejabat publik tentu untuk kebijakan publik, moral pulik dan good governance.

Hal yang ketiga adalah Tujuan Pemidanaan. Jika mereka yang pernah belajar di dunia hukum akan memahami apa itu tujuan pemidanaan. Secara umum tujuannya memberikan efek jerah, tapi pidana juga bukan sebagai alat balas dendam. Karenanya pidana selalu ditempatkan sebagai alternatif terakhir. Dalam kasus ini, lebih pada pengembalian nama baik. Sementara, pengembalian nama baik dengan sendirinya akan didapatkan dengan kedudukun hukum pelapor.

Jadi, pasal 27 ayat (3), yakni “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Inti dari pasal ini lebih pada dengan sengaja menghina atau mencemarkan. Sementara pada durasi video lebih pada pengungkapan kebenaran dan good governance. Pidananya tidak terpenuhi.

Pidana pokoknya adalah pasal 310 KUHP. Dalam pasal 310 tersebut lebih menjelaskan “barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal supaya diketahui umum”. Dalam penjelasan pada video yang viral, lebih pada menyampaikan informasi, bukan menudu atau menyerang. Menudu selalu tanpa informasi. Dan sekali lagi, sebagai pejabat publik, hanya menjelaskan data yang dimiliki, maka nama baik akan kembali. Sebenarnya ini juga tidak terpenuhi pidananya.

Dalam kasus ini, sesungguhnya yang terpenting adalah ruang demokratis untuk melakukan argumen informasi dan data, sehingga publik menjadi ter-edukasi dan publik juga menjadi berani untuk melakukan advokasi-advokasi kebijakan publik kearah pembangunan nasional. Dan semangatnya, Jika itu untuk kepentingan nasional atau kepentingan bangsa untuk mewujudkan Good Governance, mestinya pihak kepolisian harus professional dan hati-hati.

Penyidik Harus SP-3 Haris dan Fatiah Demi Hukum

Jika melihat dengan seksama, kasus Haris dan Fatiah tidak memenuhi ketentuan pidana. Motifnya menggugurkan semua argument penyidik. Bahkan kedudukan hukum pelapor sesungguhnya bukan sebagai warga/,masyarakat tapi penguasa yang memiliki kewajiban publik adalah menjelaskan informasi yang sudah disampaikan terlapor. Karena pengertian nama baik pun harus dilihat objektif, dimana ketika pejabat menjelaskan ke publik, dengan sendirinya nama baik tetap terjaga dan tidak ada arti pidana di situ.

Ruang nama baik antara pejabat dan warga/masyarakat sangatlah berbeda. Kekuasaan dapat memulihkan nama baik seorang penguasa, tapi pada warga/rakyat, pemulihan hanya bisa didapatkan dari pencemar nama baik diproses hukum. Jadi, secara subtansial, setiap pejabat, nama baik ada pada pertanggungjawabannya pada publik, bukan pada pemidanaan. Sekali lagi, jabatan pejabat publik bisa memulihkan nama baiknya sendiri.

Menurut penulis, dengan semangat menempatkan hukum pada koridor yang baik, benar dan tepat, dan agar penegak hukum bisa jauh lebih professional, maka, penyidik diharapkan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3). Sekali lagi, motif mewujudkan good governance (pengelolahan pemerintahan yang baik) menggugurkan laporan pelapor. SP-3 menjadi jawaban hukum.

*)Penulis adalah aktivis kemanusiaan dan Peminat Hukum Tata Negara

Artikel Terkait