Nasional

Bermotor Melintasi 3 Pulau Demi Mendukung Perhelatan MotoGP Indonesia di Mandalika Lombok, NTB

Oleh : Rikard Djegadut - Jum'at, 19/08/2022 15:15 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Penyelenggaraan MotoGP di Indonesia tahun 2022 sudah mulai ramai menjadi pembicaraan sejak 2 tahun belakangan. Semakin dekat waktu lomba semakin gencar pemberitaan media sehingga semakin banyak info yang kami terima. Itu juga yang membuat minat suamiku untuk ikut meramaikan perhelatan yang sudah lebih dari 25 tahun tidak berlangsung di Indonesia ini menjadi semakin tinggi. Bulat sudah keinginannya untuk turut hadir dalam MotoGP Mandalika tahun 2022 ini.

Perencanaan yang Penuh Pertimbangan nan Alot

Oktober 2021, mulailah kami membuat detail perencanaan untuk menghadirinya. Aku mulai menyusun rencana, membuat detail rencana perjalanan kesana dengan bermotor. Yaa....suamiku ingin kesana dengan mengendarai motor Yamaha R250 kesayangannya. Tidak bisa ditawar lagi, bermotor...!! Aku agak ragu mengingat kami tidak muda lagi meski kami memang sekarang punya cukup waktu untuk melakukan perjalanan dengan lebih santai.

Diskusi panjang dan alot beberapa kali kami lakukan, aku masih terus mengingatkan bahwa perjalanan ini cukup panjang dan menguras tenaga, ditambah lagi aku tidak bisa menggantikannya mengemudikan motor bila terjadi sesuatu pada suamiku, juga kondisi pandemi yang masih belum mereda yang bisa berdampak pada kesehatan kami.

Rencana awal perjalanan kami cukup berat, setelah motor dikirim ke Jakarta (kargo laut), kami akan mengendarainya dari Jakarta sampai ke Mandalika, Lombok.

Perjalanan bermotor disusun dengan rute dari Bandung ke Cirebon, kemudian lanjut ke Semarang, Bojonegora, Pasuruan, Banyuwangi, lalu menyebrang lewat Ketapang ke Gilimanuk, lanjut bermotor lagi ke pelabuhan Padang Bai dan kemudian menyebrang ke Lembar di Lombok untuk diteruskan sampai Mandalika. Total perjalanan bermotor pulang pergi sekitar 15 hari, lengkap dengan waktu transit dan istirahat di setiap kota yang kami singgahi.

Sengaja aku menyusun waktu berkendara maksimal 200 km per hari. Tentu saja kami tidak kecapaian. Jarak antar kota sudah aku pastikan lewat google map, perkiraan kebutuhan bahan bakar motor, hotel tempat kami menginap juga sudah dipilih. Untuk biaya perjalanan juga sudah aku budgetkan. Semua rencana ini aku buat dalam tabel dan aku sodorkan untuk dipelajari lebih detail oleh pemeran utama kegiatan ini untuk diputuskan.

Butuh waktu untuk suamiku mempelajari kembali, menghitung-hitung kemampuan dan diskusi ulang sampai akhirnya kami sepakat dengan keputusan baru sebagai berikut :

  1. Hadiri MotoGP Mandalika dengan bermotor
  2. Bermotor hanya mulai dari Banyuwangi sampai Mandalika dan kembali ke Denpasar saja
  3. Berangkat ke Banyuwangi dari Bandung dengan kereta api dan kembali ke Jakarta dari Denpasar dengan pesawat, sementara motor dikirim lewat darat (Kereta Api).

Keputusan rute ini jauh lebih bijaksana, masuk akal dan sesuai dengan kemampuan kami namun masih tetap memenuhi keinginan bermotor menghadiri MotoGP Mandalika.

Final rencana perjalanan kami akhirnya seperti ini :

Keseruan Perjalanan Kami

Hari Pertama (15 Maret 2022)

Dimulai dengan pengiriman motor kemarin, hari ini kami berdua naik kereta api Argo Wilis Bandung – Surabaya pada pagi hari. Surprising us. KAI sudah bebenah dengan sangat baik!!

Waktu keberangkatan on time, tidak ada keterlambatan seperti jaman aku kuliah dulu. Kereta bersih dan terawat dengan fasilitas yang cukup baik. Disediakan outlet untuk charger handphone, toilet yang bersih, kursi nyaman, informasi yang jelas, pramugarinya ramah2, pendingin udara yang bagus, tersedia mushola, makanan juga enak, bersih dan tentu saja protokol kesehatan yang terjaga dan terus dipastikan oleh petugas.

Rasanya sudah lama sekali tidak naik kereta api, apalagi dengan jarak jauh seperti sekarang,

hampir 800km jarak yang akan kami tempuh pagi ini dan ternyata aku sangat menikmati perjalanan kali ini. Sangat santai rasanya, tidak ada ketengangan sama sekali, pemandangan keluar jendela selama perjalanan juga indah dan beragam, bisa tidur kapan saja bila mengantuk. Hhmm....bepergian jarak jauh dengan kereta api bisa menjadi pilihan juga buatku untuk perjalanan berikutnya kelak.

Lepas maghrib kami tiba di stasiun Gubeng, Surabaya, tidak lama aku mendapat telpon dari petugas travel Abimanyu yang akan menjemput untuk melanjutkan perjalanan lewat darat ke Banyuwangi untuk menjemput motor dan melanjutkan perjalanan ke Bali. Tiba di Banyuwangi sekitar pukul 02.30 malam kami langsung diantar ke Kalog Ekspress Ketapang tempat kami mengambil motor. Administrasi dan un-pack motor memakan waktu sekitar 30 menit dan kami memutuskan untuk masuk hotel terdekat (Hotel Manyar Banyuwangi) agar dapat beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.

Hari kedua (16 Maret 2022)

Jam 12 siang kami sudah masuk ke pelabuhan Ketapang dan menunggu fery penyebrangan ke Gilimanuk, Bali. Antrian tidak terlalu banyak sehingga kami bisa langsung masuk dan sekitar jam 13.30 kami sudah merapat di pelabuhan Gilimanuk. Sedikit catatan, ferry penyebrangan ke Gilikmanuk sepertinya cukup tua, ramai, kurang bersih dan kurang terpelihara.

Gilimanuk dan sekitarmya baru saja selesai di guyur hujan saat kami tiba. Udara terasa dingin jadi penjalanan bermotor kami ke Denpasar dalam cuaca yang sejuk. Aspal jalanan dari Gilimanuk ke Denpasar - bahkan rasanya di seluruh Bali - sangatlah mulus, sepanjang perjalanan ini rasanya tidak kami temui adanya lubang di jalan seperti di jalanan Jawa atau Kalimantan. Sehingga bermotor kami bisa sangat santai dan lancar.

Dalam perjalan ini pula aku kemudian menyadari apa enak nya melakukan perjalanan dengan menggunakan motor. Kondisi jalanan seperti ini membuat aku menjadi lebih paham kenapa suamiku menyukai perjalanan dengan bermotor. Apalagi power motor kami cukup besar untuk manuver dengan lincah. Menyusul kendaraan roda 4, bahkan bis dan truk terasa ringan dan tanpa hambatan. Kusadari pula bahwa meskipun suamiku sudah cukup berumur, kelincahan dan refleksnya masih baik sehingga dapat mengendarai motor dengan cukup cepat dan safe.

Namun, tetep saja aku meminta berhenti dan beristirahat setiap sekitar satu dua jam perjalanan. Lutut tuaku hanya mampu bertahan selama itu. Belum lagi rasa panas di bokong dan

pinggangku, berhasil memaksa kami untuk berhenti sejenak sekedar untuk meluruskan kaki. Herannya rasa lelah tidak tampak pada suamiku. Hanya wajah happy saja yang terpancar.

Pemandangan sepanjang jalan juga memang indah, kami berkendaraan menyusuri pantai Bali dan sempet berhenti di dekat Pura di daerah Jembrana dengan pemandangan sawah, gunung dan laut yang indah.

Malam, sekitar jam 19.30 kami tiba di Sanur, hotel Swissbell Watu Jimbar tepatnya. Kami akan menginap 2 malam disini agar cukup waktu memulihkan tubuh, sebelum melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Padang Bai untuk menyebrang pelabuhan Lembar di Lombok.

Hari Ketiga (17 Maret 2022)

Menikmati Swisssbel Watu Jimbar memang memulihkan tubuh kami. Kami sempatkan juga jalan kaki menyusuri Pantai Karang di Sanur dekat hotel. Rasanya kami sudah segar dan siap untuk melanjutkan perjalanan ke Mandalika Lombok. Tiba-tiba kami mendapat kontak dari sepupu suamiku yang kebetulan

sedang berada di atas kapal Phinisi Lady Dhenok yang tengah sandar di pelabuhan Serangan Bali. Mereka mengundang kami untuk mampir dan berkunjung ke kapal.

Jadilah sore itu kami berkunjung ke sana dan tiba di pelabuhan Serangan menjelang magrib. Kami parkirkan motor dan Om Indra telah siap menjemput dengan speed boat untuk diantar ke kapal yang tambat sekitar 10 menit agak ke tengah pelabuhan Serangan.

Senang sekali rasanya bisa bertemu lagi setelah dengan mereka setelah lebih dari 20 tahun tak jumpa.

Selain bertukar cerita, kami juga sempat berkeliling kapal, melihat kamar-kamar, dapur, recreation hall dan sun deck yang berada di lantai 3. Memang kapal ini sebelum pandemi memiliki rute pelayaran di Indonesia Timur, utamanya melayani wisata bahari, diving di Labuan Bajo, Ambon sampai Kepulauan Radja Ampat di Papua, wah...ini rute impian ku !! Semoga saja

suatu saat nanti bisa sampai di pulau pulau impian itu. Malam sudah semakin larut , kami harus kembali ke hotel. Kalau tidak ingat kami harus melanjut perjalanan besok, mau rasanya menginap di Lady Dhenok malam itu.

Hari Keempat (18 Maret 2022)

Jam 12 siang kami cek out dari hotel dan langsung menuju ke pelabuhan Padang Bai untuk menyebrang ke pelabuhan Lembar di Lombok. Kami tiba di Padang Bai sekitar jam 14.00 dan terlihat antrian yang sudah cukup panjang disana. Rupanya banyak orang yang bertujuan sama dengan kami. Kulihat banyak rombongan motor dari berbagai daerah yang ikut mengantri masuk ferry penyebrangan, yakin mereka semua akan menuju sirkuit Mandalika dan menyaksikan balapan MotoGP.

Setelah menunggu dalam antrian cukup lama, sekitar jam 17.00, akhirnya kami bisa naik ke ferry penyebrangan dan melaju ke pelabuhan Lembar. Waktu tempuh Padang Bai ke Lembar sekitar 4 jam, beruntung kami mendapat tempat cukup lega dan nyaman di ruang ber AC ferry. Perjalanan dari Lembar ke kota Mataram dimana kami sudah pesan kamar sekitar 1,5 jam, meski sudah malam, jalanan cukup mulus dan masih ramai kendaraaan. Apalagi banyak rombongan motor, jadi meski ada info bahwa di Lombok sering terjadi begal motor, aku sendiri merasa aman karena berjalan dalam rombongan motor yang cukup ramai.

Sedikit cerita kehebohan mendapatkan kamar di Lombok yang sudah dimulai sejak sebelum kami berangkat. Pesanan kamar kami ter-cancel oleh penyedia kamar, sempat terjadi perdebatan sampai akhirnya kami mendapat bantuan dari keluarga jauh yang kebetulan ada disana. Itulah sebabnya kami menuju kota Mataram, karena pesanan kamar di dekat sirkuit tidak jelas dan kamar yang kami tuju sekarangpun adalah hasil pesanan di injury time, alias mepet sekali dapatnya. Beruntung bisa dapat kerena infonya sulit mendapatkan kamar dengan harga wajar saat ini.

Rasanya lega bisa tiba di kamar yang kami pesan, meski sedikit surprise karena ternyata kamarnya sederhana, meski ber AC, tetapi kamar mandinya jongkok. Duh pe er juga nih kamar mandinya pikirku. Tapi karena sudah lelah sudahlah. cukup lah untuk beristirahat malam ini.

Setelah bersih2 dan tenang, aku melapor kepada Winda (keluarga yang membantu mencarikan kamar), bahwa kami sudah tiba dan siap istirahat. Winda memastikan kondisi kamar dan aku sampaikan apa adanya, dia terkejut dengan info mengenai kloset jongkok dan meminta foto kamarnya, Kemudian baru kami sadari bahwa kamar yang kami masuki tidak sama dengan kamar yang dijanjikan sebelum nya. What??!! Aku langsung scrool up WA chat dan memastikan kembali foto kamar yang disepakati sebelumnya...daaan...betul saja ...ini bukan kamar yang dijanjikan. Waduuuhh...bagaimana ini, apakah aku salah masuk penginapan?? Tapi ini sudah tengah malam, jadi sudahlah kami lewatkan saja malam ini disini dan besok akan kita pastikan lagi pada teman Winda yang memesankannya.

Hari Kelima (19 Maret 2022)

Bangun dengan cukup segar untuk memulai petualangan baru. Pertama tentu saja urusan perkamaran yang membingungkan. Sampai akhirnya pada keputusan untuk lanjut saja dengan penggunaan kamar ini karena ternyata kamar yang dijanjikan sebelumnya juga di cancel oleh pengelola.

Luar biasa......sepertinya SDM dan infrastruktur Lombok belum siap dengan perhelatan internasional, banyak perilaku tidak profesional dan aji mumpung dalam keadaan seperti ini. Jadi daripada kami kesulitan lagi mencari kamar, maka biarlah kami lanjut menginap disini. Dengan bantuan Winda kami dapat negosiasi langsung dengan pemilik penginapan sehingga harga kamar lebih masuk akal dan sesuai dengan kondisi kamar.

Agak siang kami berangkat ke sirkuit untuk melihat suasana dan memastikan rute besok saat race. Besok pasti sangat ramai, jadi besok saat race, kami sudah tahu harus kemana dan bagaimana. Perjalanan dari kota Mataram ke Sirkuit Mandalika sekitar

1.5 jam. Jalanan masih baru, mulus dan lancar. Kami sempat mampir ke spot foto dan melihat-lihat suasana disana.

Karena suamiku memiliki tiket terusan, maka siang itu dia akan menonton pre kualifikasi. Aku lihat suasana ramai sekali dan hanya beberapa pintu yang bisa di akses, semula bayanganku seperti di Sirkuit Sepang, kami bisa melihat pameran dekat pintu utama masuk ke sirkuit,

tetapi ternyata pengaturan belum rapi, tidak terlihat jelas dimana harus parkir motor atau mobil. Panitia mengatur area parkir terpisah jauh dan hanya bisa masuk ke pintu utama sirkuit dengan menggunakan shuttle bus yang disediakan panitia. Sementara aku yang memang tidak memiliki tiket, hanya mengantar, melihat sebentar dan segera kembali ke Mataram dengan grab.

Berdasarkan pengalaman di Sirkuit Sepang Malaysia beberapa tahun lalu, sepemahamanku, cukup berat menonton langsung di sirkuit, apalagi perhelatan di Sirkuit Mandalika adalah yang pertama kali di gelar. Aku memutuskan untuk tidak ikut menonton langsung, aku akan nonton dari TV di kamar penginapan saja, pasti lebih tenang, tanpa pusing memikirkan kesulitan mencari toilet, mushola ataupun makanan.

Dan benar saja, suamiku baru pulang jam 10 malam, kelaparan karena sulit mendapat makanan disana dan kelelahan karena parkir motor yang jauh serta jalanan cukup padat. Sementara aku, hari itu bisa membuat janji bertemu dengan sobat lama, teman kerja di Trakindo Utama saat di Sangatta,

Kaltim bertahun lalu. Senang rasanya jumpa dengan teman lama, jalan-jalan keliling kota, kuliner dan bercerita serta bercanda, mengenang masa lalu yang indah.

Hari Keenam (20 Maret 2022)

“Race Day”....aku tetap di Mataram, menyaksikan race MotoGP secara streaming lewat HP, bisa sambil tiduran di kamar ber AC sambil makan dan kapan saja perlu ke toliet tinggal melangkah serta pastinya tidak repot mencari tempat sholat. Aku bahkan masih sempat mampir ke SPA dekat penginapan untuk mencoba pijat tradisional Lombok yang nyaman. Sementara, beberapa foto suasana di sirkuit sempat aku terima dari suamiku. Tampaknya dia happy dia di sana...alhamdulillah.

Sore itu juga aku dijemput Winda dan Tante Lili untuk makan malam sambil ngobrol2. Puluhan tahun tidak ketemu, ketemu lagi Winda sudah bercucu. Senang sekali bercerita dan mengenang jaman muda di Jakarta dulu. Aku kemudian info suamiku cafe (Patio Jungle View) tempat kami makan malam dengan berharap dia bisa bergabung menyusul. Kebetulan Winda adalah keluarga dari pihak dia jadi dia juga pasti akan senang bisa ketemuan.

Tapi sampai kami selesai makan malam, sampai Tante Lili dan Winda selesai menyumbangkan suara diiringi band cafe, bahkan sampai cafe mau tutup, dia belum juga datang bergabung. Jadilah aku kemudian diantar kembali ke penginapan.

Sampai jam 12 malam, tidak juga dia pulang, tidak bisa juga dikontak. Ku pikir pasti baterai HP dan power bank nya sudah habis. Menurut perkiraan ku balapan selesai jam 17.00 – 18.00, perjalanan 1,5 jam, harusnya jam 21.00 sudah sampai. Ini sampai tengah malam belum sampai juga...agak panik sih... Tapi apa yang bisa aku lakukan selain menunggu dan berdoa. Daaann...akhirnya mendekati jam 02.00 malam dia dateng.   terlihat cukup lelah, celana dan sepatu kotor berlumpur untung saja aku bekali makanan cukup tadi pagi, jadi dia ga kelaparan seperti kemarin malam.

Dari ceritanya, ternyata kekacauan di sana terjadi selepas balapan berakhir. Shuttle bus tidak bisa jalan karena macet, akibatnya orang harus berjalan kaki jauuuh untuk sampai ke tempat parkir motor. Belum lagi patokan parkir menjadi kacau karena lampu padam, panitia sudah entah kemana, tidak ada yang bisa ditanya.

Bahkan Polisi pun terjebak kemacetan. Kemacetan baru bisa terurai jam 23.00, itulah sebabnya dia baru sampai di penginapan larut malam. Belakangan kudengar banyak orang tertinggal pesawat, bahkan bandara pun sangat padat dan banyak jadwal pesawat yang tertunda.

Aku jadi merasa sangat beruntung tidak berada di suasana chaos itu, kalau ada disana, aku mungkin sudah menangis atau pingsan kelelahan. Suamiku juga bilang, keputusanyuang tepat aku tidak ikut, kalau tidak bisa tambah kacau dan repot dia.....hahahaha....

Hari Ketujuh (21 Maret 2022)

Hari ini harusnya kami kembali ke Denpasar, tetapi karena semalam suamiku pulang larut malam dan sangat lelah, maka aku putuskan untuk menambah satu malam lagi di Mataram. Aku tidak bisa menggantikannya mengemudi motor, jadi dia harus cukup istirahat sebelum kami melanjutkan perjalanan. Segera kuminta tambahan semalam pada pemilik penginapan dan aku mundurkan reservasi hotel di Denpasar.

Agak siang kami kembali ke Sirkuit Mandalika. Karena perhelatan MotoGP sudah selesai aku rasa kami bisa melihat sirkuit dari dekat. Dan benar saja, sampai disana semua tempat sudah bisa di akses. Ternyata sirkuit ini luas dan sarana pendukung cukup lengkap.

Terlihat ada lokasi tempat pameran juga, bahkan tempat parkir juga cukup luas. Kami juga sempatkan naik ke Bukit Mandalika dimana dari situ kami bisa memandang sirkuit dari ketinggian sehingga hampir seluruh sirkuit terlihat. Ditambah lagi dengan pemandangan laut dan pantai yang juga indah terlihat jelas dari situ.

Puas berkeliling Mandalika kami kembali ke Mataram dan akhirnya malam ini suamiku bisa mencoba makanan khas Lombok. Kami mencoba pelecing kangkung dan bebek di rest Pondok Bebek Galih. Sejak tiba di Mataram fokus suamiku hanya ke sirkuit Mandalika, dia belum sempat kuliner seperti aku.

Sempat juga aku bawakan sate rembige yang terkenal itu, tapi tentu saja rasa dibungkus akan berbeda dengan makan langsung di tempat. Maka dimalam terakhir ini kami sempatkan mencoba salah satu makanan khas ini.

Oya untuk info...sate rembige (daging) yang enak dan terkenal itu ternyata cukup murah harganya. Katanya karena di Lombok banyak sapi jadi daging sapi termasuk murah disini. Tapi sebenarnya, hampir semua makanan di Lombok relatif murah. Senang wisata di Lombok...!!

Hari Kedelapan (22 Maret 2022)

Hari terakhir di Mataram, pagi sekali aku dijemput sobat lama untuk membeli oleh-oleh khas Lombok di toko khusus oleh-oleh. Satu boks besar oleh-oleh yang kubeli aku kirim langsung ke Jakarta karena tidak mungkin aku bawa naik motor. Sampai bertemu di Jakarta nanti...

Siang itu, kami kembali melajukan motor kembali ke pelabuhan Lembar untuk menyebrang selat Lombok dan kembali ke Denpasar. Sebelumnya kami sempatkan mampir ke rumah Winda dan menengok Tante Lili agar suamiku sempat bertemu sebelum kembali ke Jakarta.

Sebenarnya kami juga berencana mengunjungi teman SD suamiku di Mataram dalam perjalanan ke pelabuhan Lembar ini, sayang saat kami kontak dia sedang mengurus pekerjaan jauh di Mandalika sana, akhirnya tidak jadi ketemuan. Hal ini kemudian menjadi sesalan suamiku karena 2 bulan kemudian kami mendengar kabar bahwa dia kena stroke di Mataram dan dibawa ke Jakarta dalam keadaan lemah.

Keputusan kembali ke Bali hari ini rupanya sangat tepat, karena menurut info di pelabuhan, kemaren adalah hari terpadat di pelabuhan Lembar. Katanya antrian kendaraan dan pemotor yang habis menonton MotoGP mengular panjang sekali, mereka mulai mengantri jam 13.00 dan baru bisa naik ke ferry untuk menyebrang ke Padang Bai Bali jam 24.00, jadi menunggu masuk ferry saja sekitar 11 jam. Luar biasa...!!

Sementara hari ini, tidak ada antrian di Pelabuhan Lembar, kami hanya menunggu sebentar untuk kemudian bisa naik ke ferry dan menyebrang ke Bali. Laut juga cukup tenang, sehingga waktu tempuh penyebrangan sesuai dengan jadwal, 4 jam, dan didalam ferry pun lengang dan nyaman.

Kami tiba di pelabuhan Padang Bai selepas maghrib, dan langsung menuju Swissbell Hotel di Watu Jimbar untuk istirahat. Kami masih punya waktu satu setengah hari lagi untuk menikmati Bali dengan tenang sebelum kembali ke Jakarta lusa sorenya.

Hari Kesembilan (23 Maret 2022)

Kami menghabiskan waktu di Bali dengan santai, sisa-sisa kelelahan akibat perjalanan di Lombok masih terasa. Diluar sana covid-19 pun masih ada dan usia kami cukup rentan, jadi faktor kelelahan sangat bisa menaikan resiko kami tertular. Kami manfaatkan waktu dan

fasilitas untuk benar- benar beristirahat. Bersantai dengan berenang dan menyusuri pantai rasanya cukup me”re-charge” energi kami.

Sudah lama rasanya kami tidak melihat daerah Kuta Bali, dan saat kami kesana, geliat kehidupan ekonomi sepertinya baru mulai terasa, meski mal sudah cukup ramai,

masih banyak sekali toko-toko yang tutup sebagai akibat adanya pandemi covid. Menurut info, guest house dan hotel-hotel sekitar Kuta Bali masih sepi. Memang kulihat pengunjung yang berkeliaran kebanyakan adalah pengunjung lokal. Belum terlihat adanya turis asing berlalu lalang. Sepertinya memang belum sepenuhnya bangkit industri wisata di Bali.

Hari Kesepuluh(24 Maret 2022)

Check Out dari hotel kami langsung bermotor menuju ke kantor KAI Kalog dan menyerahkan motor untuk dikirim ke Jakarta dengan Kereta Api. Diperkirakan motor akan tiba di Jakarta dalam waktu 2 hari. Kami lanjut ke Bandara dengan grab, dan sempatkan mampir sejenak di Krisna Store untuk membeli sedikit oleh-oleh. Tiba di Bandara Ngurah Rai tanpa

kendala untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta sesuai dengan jadwal pesawat Air Asia yang sudah disiapkan voucher tiketnya oleh kaka......ahahaha. pesawat kesayangan yang

selalu memberi harga khusus (nyaris gratis) pada kami. Terima kasih kaka Alin. !!!

Artikel Terkait