Opini

Tragedi Kanjuruhan dan Iklan Rokok

Oleh : luska - Selasa, 11/10/2022 09:51 WIB

Penulis : Prof Tjandra Yoga Aditama (Penerima “WHO Tobacco Free World Award for Outstanding Contribution to Public Health”, tahun 1999)

Beberapa media massa nasional pada 10 Oktober tadi malam menulis tentang TGIPF menduga atau sedikitnya mendengar informasi tentang kemungkinan ada kepentingan iklan rokok di laga sepak bola malam hari di stadion Kanjuruhan.

Baca juga : PDPI 50 Tahun

Bila dugaan ini benar maka benar-benar menyedihkan, bukan saja karena dengan amat tragis sudah memakan korban jiwa lebih dari 130 orang saudara-saudara kita, tetapi juga karena setidaknya lima hal.

Pertama, semua sepakat bahwa merokok membahayakan kesehatan. Data WHO Mei 2022 menyebutkan bahwa  kebiasaan merokok dan mengkonsumsi tembakau ini membunuh lebih dari 8 juta orang setahunnya di dunia, dimana 1,2 juta orang diantaranya terjadi para perokok pasif yaitu mereka yang tidak merokok tetapi terpaksa jadi jatuh sakit akibat asap rokok orang disekitarnya.

Ke dua, di dunia prevalensi perokok menurun dari 22,7% di tahun 2007 menjadi 17,5% di tahun 2019. Tetapi Indonesia sebaliknya, data “Indonesia Global Adult Tobacco Survey” yang dipresentasikan Kementerian Kesehatan kita menunjukkan di negara kita justru ada peningkatan jumlah perokok, dari 61,4 juta di tahun 2011 menjadi 70,2 juta di tahun 2021

Ke tiga, kita tahu dan amat sedih bahwa sebagian korban di tragedi Kanjuruhan adalah anak-anak, demikian juga cukup banyak anak-anak yang menonton pertandingan ini. Data Kementerian Kesehatan berdasar beberapa survei nasional (GYTS, Riskesdas, Siskernas) menunjukkan kenaikan perokok anak di negara kita, dari 7,2% di tahun 2013, naik jadi 8,8% di tahun 2016, terus naik jadi 9,1% di 2018, naik lagi jadi 10,7% di tahun 2019. Kalau dibiarkan begini terus maka angka perokok anak akan dapat mencapai 16% di tahun 2030.

Ke empat, peran iklan jelas amat besar dalam hubungan dengan konsumsi rokok yang membahayakan kesehatan ini. Data GATS yang dipresentasikan Kementerian Kesehatan kita menunjukkan peningkatan paparan pada iklan rokok di papan reklame dari 39,6% di tahun 2011 menjadi 43,6% di tahun 2021, sementara peningkatan paparan iklan di internet jauh lebih tinggi lagi, dari 1,9% di tahun 2011 menjadi 21,4% di tahun 2021.

Ke lima, kita amat berduka dengan wafatnya lebih dari 130 orang pada tragedi Kanjurhan, dan kalau dugaan TGIPF tentang pertimbangan iklan rokok di kejadian ini benar adanya maka itu adalah hal yang benar-benar ironis, memprihatinkan, menyedihkan dan perlu jadi salah satu rekomendasi untuk “tata ulang” aturan demi melindungi kesehatan anak bangsa di masa depan.

 

Artikel Terkait