Nasional

Di Forum KOFI

Sekjen PDIP Beberkan Rahasia Pemikiran Geopolitik Soekarno Jadikan Indonesia Pemimpin Dunia

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 15/12/2022 09:25 WIB

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto hadir sebagai pembicara dalam Forum KOFI (Kolom Fachry Ali) yang mengangkat tema

Jakarta, INDONEWS.ID - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto hadir sebagai pembicara dalam Forum KOFI (Kolom Fachry Ali) yang mengangkat tema "Percakapan Mendalam Tentang Bung Karno" pada Rabu (14/12/22).

Acara yang digelar secara live dari kediaman Fachry Ali via kanal YouTube itu menghadirkan para aktivis, tokoh nasional dari beragam latar belakang serta sejumlah komisaris BUMN.

"Selain pak Hasto, hadir juga tokoh nasional lainnya sebagai pembahas seperti Prof. Dr. Susanto Zuhdi (Sejarawan UI)
Prof. Dr. Didin S. Damanhuri (Guru Besar Ekonomi IPB) Airlangga Pribadi, Ph.D (Dosen Univ. Airlangga) Prof. Dr. Moh. Mahfud MD (Menko Polhukam)," kata Pemred Indonews.id, Drs. Asri Hadi, Kamis (15/12/22) yang juga ikut diundang untuk menghadiri kegiatan tersebut.

Dalam video live streaming yang dilihat media ini, Kamis (15/12), Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membeberkan sejumlah kelihaian Soekarno dalam memimpin serta pemikiran geopolitik yang menjadikan Indonesia pemimpin dunia di masa lalu. Hal ini merupakan hasil kajian dan peneltian Hasto dalam rangka merampungkan disertasinya sebagai prasyarat meraih gelar doktor (S3).

"Penelitian saya tentang pemikiran Soekarno dimulai dari pertanyaan sederhana mengapa Bung Karno dan Hatta masih mampu memikirkan national interest kita di tengah situasi geopolitik yang anarkis dan kepemimpinan Indonesia diakui di dunia dan kedua adalah Indonesia memiliki the voice to influence negara-negara di dunia dalam rangka menciptakan tatanan dunia yang damai," kata Hasto di sela-sela pemparannya.

Pemred Asri Hadi bersama Fachry Ali sesama alumni Monash university Australia, Marsdya TNI Purn Eris Herryanto dan Dr(HC) Yusra Khan Dewan Energi Nasional

Hasto menjelaskan, ada tujuh variable pemikiran geopolitik Soekarno, yang ia sebut seba instrumen of national power. Antara lain adalah ilmu pengetahuan dan teknologi, politik diplomasi dan hukum internasional, koeksistensi damai, sumber daya alam, teritorial, demografi.

Tujuh variable pemikiran geopolitik Soekarno ini, kata Hasto, harus disimulasikan dalam menciptakan suatu tata dunia baru. Dalam upaya itu pula, maka implikasinya Indonesia harus membangun kekuatan pertahanan negara melalui keterlibatan internasional dalam berbagai persoalan-persoalan geopolitik dunia.

Dengan demikian, tambah Hasto, politik luar negeri Indonesia bukanlah netralitas, tetapi bersifat bebas aktif, yakni berpihak pada perdamaian dunia. Sehingga menuntut suatu inisiatif, suatu prakarsa dari seluruh stakeholder melibatkan diri di dalam persoalan-persoalan geopolitik global tersebut.

"Krisis di Timur Tengah yang tak kunjung selesai, ketegangan di Penensula kemudian persoalan di laut Tiongkok Selatan, itu harusnya membuka ruang bagi Indonesia untuk terlibat secara aktif dengan menggunakan pendekatan diplomasi internasional kita melalui politik luar negeri kita bebas aktif, persamaan kita memperjuangkan nasional interest kita," tegas Hasto.

Dalam pemikiran geopolitik Soekarno, lanjut Hasto, ada tiga hal yang ingin digaribawahinya. Pertama bahwa Indonesia sebagai bangsa, harus mempunyai ide dan imajinasi menggelorakan kembali imajinasi dan gagasan para pendiri bangsa bahwa Indonesia lahir untuk menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa di dunia.

Kedua, Indonesia harus menggunakan seluruh instrumen of national powernya untuk disimulasikan menjadi power di dalam memperjuangkan national interest kita. Power ini, terang Hasto, nantinya juga akan muncul dalam bentuk misalnya power to influence.

"Ini yang dilakukan Bung Karno dengan menampilkan pemikiran geopolitik alternatif yang tidak ekspansionis dalam pengertian pengusaan wilayah, tetapi dalam bentuk gagasan-gagasan membangun solidaritas antar bangsa sehingga mereka bersatu dan dengan gagasan-gagasan tersebut bisa melakukan koreksi atas tatanan dunia yang tidak adil," ungkap Hasto.

"Ketiga, di dalam memperjuangkan national interest kita, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kemampuan diplomasi internasional merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, Indonesia harus berani melalui politik luar negeri dan pertahanan, melalui politik kebudayaan, melibatkan diri di dalam persoalan-persoalan global," tutupnya.*

 

Artikel Terkait