Nasional

Prof Tjandra Yoga Aditama: Lima Hal Perkembangan Terkini Terkait Traktat Pandemi

Oleh : very - Sabtu, 25/05/2024 20:21 WIB

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Jurnal kesehatan internasional Nature, 21 Mei 2024 menurunkan artikel berjudul “A global pandemic treaty is in sight: don’t scupper it”, yang membahas tentang negosiasi alot dan panjang yang mengatur pandemi, baik dalam bentuk persetujuan, konvensi ataupun traktat pandemi (“pandemic treaty”).

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ada lima hal sehubungan perkembangan Traktat Pandemi sekarang ini, seperti yang dibahas Jurnal Nature di atas.

“Pertama, bila berhasil difinalkan maka bentuknya mungkin adalah akan seperti konvensi Persatuan Bangsa Bangsa yang lain. Keputusan dalam traktat pandemi akan dibuat dalam pertemuan berkala ‘conferences of the parties’, seperti halnya misalnya ‘UN climate conferences’. Pihak WHO akan bertindak sebagai sekertariat, selain berbagai fungsi lain yang kini diemban dalam kesehatan masyarakat global,” ujarnya dalam pernyataan pers di Jakarta, Sabtu (25/5).

Kedua, hingga kini masih ada beberapa hal yang masih belum ada kesepakatan, seperti artikel 11,12 dan 13 dalam draft traktat pandemi ini.

Ketiga, artikel 11 adalah tentang pengaturan teknologi transfer yang memungkinan negara berpenghasilan rendah dan menengah (“low- and middle-income countries -LMICs”) ketika pandemi dapat memproduksi produk kesehatan yang diperlukan, seperti obat, vaksin dan alat tes diagnosis dalam waktu singkat, jangan sampai terlambat dan korban sudah terlanjut jatuh.

Keempat, artikel 12 adalah proposal dimana negara diminta segera menyerahkan sampel dan sekuen genomik dari patogen yang berpotensi pandemik, tetapi juga perlu dibarengi dengan menerima berbagai produk kesehatan yang diperlukan untuk mengatasi pandemi dalam biaya yang terjangkau atau bahkan percuma.

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI mengatakan, juga masih alot dibahas tentang penyerahan patogen harus diimbangi dengan teknologi transfer, sesuatu yang masih banyak mendapat tantangan dari negara-negara yang banyak melakukan riset dan produksi bahan farmakologik.

Kelima, artikel 13 yang juga masih alot dibahas adalah tentang negara-negara harus mempublikasikan persetujuan pembelian (“purchase agreements”) dengan perusahaan yang memproduksi obat, vaksin dan tes diagnosis, untuk menjamin terlaksananya prinsip transparansi.

Kalau tidak ada transparansi semacam ini maka produsen dapat saja menentukan harga sesuai keinginan mereka sehingga nantinya hanya negara kaya yang bisa dapat produk kesehatan yang diperlukan untuk menangani pandemi, sementara negara berkembang akan terlantar jadinya, atau setidaknya amat lambat menerima obat dan vaksin yang diperlukan.

Hari-hari sekarang ini dilakukan beberapa pertemuan lanjutan, sebelum akhirnya versi terakhir akan diajukan ke  Sidang Kesehatan Dunia “World Health Assembly (WHA) ke 77” 27 Mei–1 Juni 2024 yang akan dihadiri Menteri Kesehatan dan delegasi seluruh anggota WHO, tentunya termasuk Indonesia.

“Masih akan ada negosiasi dan pembahasan, dan kita akan akan lihat apakah sesudah WHA selesai pada 1 Juni maka dunia memang sudah akan memiliki Traktat Pandemi atau ada bentuk lainnya,” ujar penerima Rekor MURI April 2024 sebagai penulis artikel COVID-19 terbanyak di media massa itu.

“Kita tahu akan ada lagi pandemi di masa datang. Kita hanya belum tahu kapan akan terjadi, dan penyakit apa yang jadi wabah dan pandemi mendatang, dan untuk itu kita harus siap, lebih siap dari keadaan sekarang ini,” pungkasnya. ***

 

Artikel Terkait